Sunday, July 24, 2016

Be a good role model!



Oleh: Angelina Kusuma


Sebut saja namanya Bang Tumpak. Dia adalah Tour Leader saya saat jelajah Misool dan Wayag - Raja Ampat, Papua bulan Mei 2016 lalu. Yang membekas di hati saya tentang dia adalah logat Bataknya yang kental dan kegilaannya sepanjang trip berlangsung.

Suatu ketika saat saya dan teman-teman lainnya sedang beristirahat dan mengobrol santai untuk mengisi jeda trip, Bang Tumpak ikut berbaur di antara kami dan menunjukkan foto-foto dari HP-nya.

Sontak kami semua tertawa saat melihat gayanya di berbagai foto yang kebanyakan berambut panjang itu. Dia tak pernah berpose normal seperti kebanyakan orang, kadang posenya sambil mangap, bergaya ala Bob Marley, bergaya culun lengkap dengan kacamata segede gaban, sampai membentuk rambut panjangnya serupa candi! Haha gila...baru kali ini saya ketemu orang yang berani jelek di foto seperti itu. Biasanya orang mau tampak ganteng, rapi dan cool kalo di foto kan?

Nah, di saat kami semua cekikikan melihat foto-foto noraknya, tiba-tiba Bang Tumpak angkat bicara, "Hei, dari tadi kalian ketawain foto-fotoku terus...tak bertanyakah kalian kenapa sampai kupotong rambutku yang panjang itu?"

"Emang kenapa bang?"

"Aku potong rambut panjangku untuk kudonasikan ke anak-anak penderita kanker"

Dzingggg...mendadak suasana yang riuh menjadi hening...


Hidupmu adalah kitab yang terbuka yang dapat dibaca oleh semua orang. Apakah mereka bisa melihat Kristus hidup didalammu? (2 Korintus 3:2-3)

Saat melihat foto-foto Bang Tumpak, saya tahu bahwa dia bukanlah orang sembarangan. Kebanyakan foto-foto dirinya diambil di berbagai negara di Eropa dan Asia. Cara bicaranyapun (meski dia suka bercanda) sudah terlihat bahwa dia adalah seorang yang berwawasan luas. Dan yang lebih penting adalah, dia tidak merokok. Jarang saya bertemu cowok yang suka traveling dan adventure tapi tidak merokok seperti dia.

Saya suka belajar sesuatu yang baru di setiap perjalanan yang saya buat. Pemandangan indah di tempat wisata itu hanyalah bonus. Tapi yang terpenting adalah bagaimana saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi setelah perjalanan itu selesai. Saya suka belajar pada alam dan belajar dari semua orang yang saya temui di jalan (tak perduli agama dan sukunya apa).

Buat saya pribadi, orang yang menginspirasi itu tak harus beragama Kristen. Selama orang itu bisa memberikan sesuatu yang baik, kenapa enggak dijadikan teladan? Sering kali saya melihat orang Kristen yang hafal Alkitab pun tak pernah hidup seperti Yesus. So, apakah orang Kristen seperti itu masih layak dijadikan teladan?


Dari Bang Tumpak saya belajar beberapa hal ini:

1. Don't judge people you don't know

Kami semua menertawakan gaya rambut Bang Tumpak yang sepanjang pinggang itu pada awalnya. Membuatnya sebagai bahan olok-olokan. Tapi siapa yang sangka jika dia sengaja memanjangkan rambutnya untuk anak-anak penderita kanker! Kapan terakhir kalinya kamu memikirkan nasip orang lain di luar sana yang membutuhkan pertolonganmu?

2. Keberhasilanmu tak perlu digembar-gemborkan, biarkan orang lain tahu siapa kamu dengan sendirinya

Bang Tumpak sudah pernah menjelajahi ke 34 Propinsi di Indonesia (saya selalu terkesima melihat update foto-foto travelingnya di akun Instagram). Dia pernah mengenyam pendidikan di Jerman. Negara-negara di Eropa dan Asia hampir semua sudah dijejakinya (padahal usianya masih tergolong muda). Dia jago snorkeling dan juga seorang pendaki gunung yang handal. Puncak gunung-gunung tertinggi di Indonesia seperti Gunung Rinjani dan Gunung Cartenz, juga Gunung Himalaya di Nepal sudah pernah ditaklukkannya. Meski demikian dia tetap santai aja meski kadang dijadikan bahan becandaan oleh orang-orang disekitarnya.

3. Berusahalah menjadi seperti Kristus, bukan sekedar beragama Kristen dan hafal ayat-ayat atau katam membaca Alkitab dari Kejadian sampai Wahyu

Sikap kita kepada orang lain, lebih mencerminkan siapa kita daripada agama apa yang tertulis di KTP kita. Open your mind. Penginjilan tak hanya melalui mimbar gereja dan ayat-ayat Alkitab saja. Hidupmu juga bisa dipakai untuk menginjili orang lain. Do everything with passion and let everyone see Jesus inside you (Kolose 3:23).

Saya terinspirasi dari ucapan seorang Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) ini, "Tidak penting apapun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yg baik untuk semua orang, orang tidak akan tanya apa agamamu"

Yep, pada akhirnya seseorang akan diingat karena sikap dan tingkah laku selama hidupnya, bukan agama/suku/jabatan/harta/rupanya.

Be a good role model!

Friday, July 08, 2016

Belajar dari Gunung



Oleh: Angelina Kusuma


Gunung, apa yang kamu pikirkan tentangnya?

Jauh sebelum hari ini, saya menganggap gunung itu hanya enak dipandang mata saja namun harus segera dijauhi karena tempat itu berbahaya. Tapi hari ini saya 'hampir' bisa berkata bahwa gunung adalah tempat bermain sekaligus salah satu sekolah/guru yang hebat di dunia.

No, I'm not a mountaineer. Level saya baru pendaki bukit, bukan gunung. Karena sebenarnya yang pantas disebut gunung harus berada di ketinggian 3.000 mdpl lebih. Sementara 'gunung' tertinggi yang pernah saya daki baru Gunung Ijen - Banyuwangi 2.443 mdpl.

1. It is not the mountain we conquer but ourselves (Edmund Hillay)

Saat mendaki gunung, kamu akan tahu siapa kamu yang sebenarnya. Inilah pelajaran pertama yang saya dapat dari mendaki gunung. Bukan gunung yang harus kita taklukan, melainkan diri kita sendiri. Kamu akan tahu kapan kamu harus beristirahat, kamu akan mengenal suara hatimu yang memberimu semangat untuk terus berjalan sampai puncak & turun dengan selamat, dan kamu juga akan mengetahui bahwa kamu termasuk penakut atau pemberani dari kegiatan ini.

2. Each fresh peak ascended teaches something (Sir Martin Convay)

Setiap gunung mempunyai karakternya sendiri-sendiri. Tidak pernah ada yang sama. Saat ingin memulai mendaki sebuah gunung, jangan pernah melihat berapa tingginya saja, karena bisa jadi kamu terbunuh di gunung setinggi 638 mdpl meski kamu pernah lolos di gunung setinggi 2.443 mdpl. Cuaca, kondisi tubuh, keadaan alam dan waktu pendakian...semua memberikan pelajaran yang berbeda kepada setiap pendaki. Semakin sering kamu mendaki gunung, kamu akan belajar bagaimana cara untuk mempersiapkan diri dan segala sesuatunya dengan baik.

3. Mountains are not Stadiums where I satisfy my ambition to achieve, they are the cathedrals where I practice my religion (Anatoli Boukreev)

Gunung mengajarkan kita untuk lebih sadar betapa kecilnya kita diantara indah ciptaan Tuhan. Kesombongan tidak berarti apa-apa di gunung, sebaliknya gunung akan mengajar kita untuk lebih bersyukur kepada Tuhan, menghargai kehidupan dan mengajar kita untuk lebih bijaksana.

4. He who climbs upon the highest mountains laughs at all tragedies, real or imaginary (Friedrich Nietzsche)

Tak ada restoran makanan cepat saji di atas gunung. Tak mungkin juga ada hotel bintang 5 disana. Gunung akan membuatmu sederhana! Makan dan minum seadanya. Tidur di tenda, merasakan dingin dan terik matahari secara langsung. Tak bisa bermanja dan bermalas-malas ria di gunung. Karena itulah, orang-orang yang suka naik gunung akan tumbuh menjadi orang yang mandiri, kuat dan bertanggung jawab dengan sendirinya.

Mendaki gunung akan membentuk karakter kita secara positif asal kita benar-benar belajar darinya. Jangan habiskan waktumu hanya untuk berdiam diri di rumah atau kerja terus di kantor dari pagi hingga malam. Today is your day and your mountain is waiting, so...get on your way!


*Ditulis sekembali dengan selamat dari Gunung Cumbri, Wonogiri