Wednesday, November 25, 2015

Solo Traveling ke Gunung Banyak - Kota Batu





Oleh: Angelina Kusuma


Traveling sendirian ke gunung sambil menikmati olahraga ekstrim buat seorang wanita itu tidak begitu menakutkan kok! Serius deh, ini adalah catatan perjalanan saya di hari Senin kemarin. Yeah, kemarin saya solo traveling ke Gunung Banyak - Kota Batu dan mencoba paralayang (tandem) dari puncak gunung.

Wisata Paralayang di Kota Batu ini mudah ditemukan. Akses jalannya termasuk mudah dan tidak ribet. Saya memilih untuk naik angkutan umum dari dan menuju ke Gunung Banyak tempat area Paralayang berada.

Akses angkutan umum menuju Gunung Banyak - Kota Batu ada 2 jalur, yaitu: dari arah Surabaya - Malang dan dari arah Jombang - Kediri. Saya menempuh perjalanan dari kota saya (Ponorogo) menuju Jombang, kemudian oper bus Puspa Indah ke Malang, turun di jalan menuju Paralayang - Pujon. Untuk kalian yang dari arah Surabaya - Malang juga harus oper bus Puspa Indah ke Jombang/Kediri dan turun di jalan menuju Paralayang - Pujon ini.

Bilang aja ke kenek bus-nya, "Turun di jalan menuju Paralayang - Pujon" dan mereka biasanya sudah tahu dimana letaknya. Jalan menuju Paralayang - Pujon merupakan pertigaan jalan, tepatnya di Jl. Raya Pandensari. Ada banyak petunjuk jalan yang terpasang di sisi jalan menuju area Paralayang. Jadi tak perlu takut kesasar.

Saya memutuskan untuk berjalan kaki dari jalan masuk ke area Paralayang sampai puncak gunung. Jalannya sendiri sudah lumayan bagus. Untuk orang-orang yang sudah terbiasa naik gunung, area Paralayang bisa ditempuh sekitar 40 - 60 menit berjalan kaki. Tapi untuk yang tidak terbiasa, juga bisa menyewa jasa ojek dengan membayar biaya sekitar Rp. 25.000 sekali jalan.

Pemandangan di sepanjang jalan menuju Gunung Banyak cukup indah dan masyarakatnya pun ramah-ramah. Oh ya, di sekitar jalan menuju area Paralayang ada sebuah sekolah, namanya SMPN 1 Pujon. Jika kalian sudah menemukan SMP ini, tinggal ikuti semua petunjuk arah yang ada sampai ke puncak!

Tiket masuk ke area Paralayang cukup murah, hanya Rp. 5.000 per orang. Di dalam area Paralayang juga ada spot menarik untuk berfoto ria, namanya Omah Kayu. Tiket masuk ke Omah Kayu juga sama, yaitu Rp. 5.000. Setiap pengunjung diberi kesempatan 5 menit untuk berfoto di rumah-rumah kayu yang ada di Omah Kayu. Setiap rumah kayu yang ada disana mempunyai kapasitas masing-masing, ada yang hanya untuk 3 orang, ada yang bisa muat 5 orang, 6 orang, dll. Perhatikan aturan dari pihak pengelola demi kenyamanan liburan bersama. Jika di sebuah rumah kayu tertulis 'Kapasitas 3 orang' dan disana sudah ada 3 orang, jangan buru-buru masuk ya. Tunggu sampai salah satu pengunjung keluar baru kalian bisa masuk. Tapi jangan lama-lama juga, karena pengunjung di Omah Kayu sangat banyak. Semua orang kesini ingin berfoto ria. Jadi harus rela antri dan bergantian.

Nah, selesai menjelajahi area Omah Kayu dan berfoto ria disana, akhirnya tiba saatnya saya mencoba paralayang! Angin sangat kencang berhembus, makanya saya harus sabar menunggu sampai jam 3 sore baru bisa melayang di udara. Menurut informasi para pilot, mereka baru bisa melayani Paralayang jika kecepatan angin maksimal 20 km/jam. Ada bendera merah putih dan bendera angin terpasang di area take off Paralayang. Jika bendera-bendera itu naik ke atas dan berkibar keras, berarti belum bisa melakukan Paralayang. Tapi jika bendera-benderanya sudah mulai terkulai dan bergerak stabil, maka para pilotpun akan menginstruksikan untuk segera melayang di udara. Saya sarankan agar kalian datang ke area Paralayang sekitar jam 07.00 - 09.00 WIB atau sekitar jam 15.00 - 16.00 WIB. Pada jam-jam tersebut, biasanya angin sangat bersahabat untuk Paralayang (jika tidak hujan juga hehehe).

Saya termasuk beruntung karena kesabaran saya menunggu sampai jam 3 sore akhirnya berbuah manis, saya bisa melakukan Paralayang! Ada beberapa orang yang terpaksa cancel karena mereka tidak sabar menunggu. Bahkan 2 hari sebelumnya, semua pengunjung yang ingin Paralayang terpaksa cancel semua karena angin kencang. Sebelum melayang, semua pengunjung harus melakukan registrasi dengan menulis nama, tempat asal dan no. HP. Semua barang harus dititipkan ke rumah pendaftaran  Paralayang. Boleh membawa kamera HP untuk selfie dan kamera SLR. Mereka menyediakan tongsis yang bisa dipakai untuk selfie di atas. Saya sendiri membawa tongsis dan kamera HP dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan merekam Kota Batu dari atas dengan kamera SLR saya.

Berikut rincian biaya solo traveling saya ke Gunung Banyak:

- Bus Ponorogo - Jombang PP = Rp. 36.000 (Rp. 18.000 sekali jalan)
- Bus Jombang - Pujon PP = Rp. 30.000 (Rp. 15.000 sekali jalan)
- Tiket masuk area Paralayang = Rp. 5.000
- Tiket masuk area Omah Kayu = Rp. 5.000
- Tandem Paralayang = Rp. 350.000

Area Paralayang dan Omah Kayu buka mulai pukul 07.00 - 17.00 WIB

Tandem Paralayang mempunyai paketnya sendiri-sendiri. Saya memilih paket yang paling hemat seharga Rp. 350.000 (terbang selama 10 - 15 menit), sudah termasuk sertifikat yang ditandatangani pilot yang menerbangkan saya plus ojek dari area landing Paralayang di Songgoriti kembali ke Gunung Banyak. Oh ya, biasanya...sertifikat akan diberikan kepada pengunjung yang telah melakukan Paralayang tanpa nama. Nah, kemarin saya menimta sang pilot untuk sekalian menuliskan nama lengkap saya di sertifikat saya agar terlihat asli hahaha. Tapi boleh-boleh aja sih jika kalian ingin menulis nama kalian sendirian.

Okay, begitulah petualangan saya sehari di Gunung Banyak - Kota Batu. Buat para wanita yang ingin ber-solo traveling, nggak perlu takutlah. Berpetualang sendirian itu seru kok :).

Saturday, November 21, 2015

Sedalam apapun luka-luka batinmu, Tuhan sanggup menyembuhkannya

"Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu; sesungguhnya Aku akan menyembuhkan engkau" (2 Raja-raja 20:5)

Sedalam apapun luka-luka batinmu, Tuhan sanggup menyembuhkannya.
Datang pada-Nya dengan rendah hati, serahkan bebanmu ke tangan-Nya.
Dia Bapamu, akan menghapus air matamu dan memberimu kemampuan untuk kembali bangkit berdiri dan melangkah tegap.

Berhenti bergerak akan membuatmu terjatuh!

"Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu" (1 Petrus 5:7)

Teruslah bergeraklah dan menatap ke depan, apapun yang terjadi.
Iman kepada Tuhan diuji saat kita ada dalam kesulitan-kesulitan.

Berhenti bergerak akan membuatmu terjatuh!

Dengan Allahku aku berani melompati tembok

"Karena dengan Engkau aku berani menghadapi gerombolan, dengan Allahku aku berani melompati tembok." (2 Samuel 22:30)

Bersama Tuhan, kita bisa lakukan perkara-perkara besar!

Since God is strong, you will be strong.
Since He is able, you will be able.

ファイト!! Faito !!

Monday, November 16, 2015

Tuhan mengundangmu untuk meminta sesuatu dalam nama-Nya

"Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatupun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu." (Yohanes 16:24)

Tuhan mengundangmu untuk meminta sesuatu dalam nama-Nya.

Berlututlah.

Berdoalah.

Tuhan mau mendengarmu.

Seek His will in all you do, and He will show you which path to take

"Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya" (1 Yohanes 5:14)

Keinginan yang sesuai dengan kehendak Tuhan tidak pernah melanggar isi Alkitab.

Permintaan yang seturut kehendak-Nya pasti mempermuliakan nama Tuhan dan menolong kita bertumbuh secara rohani.

Seek His will in all you do, and He will show you which path to take.

Sunday, October 11, 2015

Selamatkan Hutan di sekitar Pantai Kedung Tumpang, Tulungagung!








Oleh: Angelina Kusuma


Sabtu tgl 10 Oktober 2015 kemarin, saya bersama kakak sepupu saya menginjakkan kaki di kota Tulungagung. Kami berencana mengunjungi Pantai Kedung Tumpang yang sedang hits di internet setahun belakangan ini. Kami menempuh perjalanan dari kota Ponorogo menuju Tulungagung dengan mengunakan sepeda motor. Jalan menuju Pantai Kedung Tumpang memang hanya bisa dicapai dengan kendaraan roda dua, kendaraan roda empat hanya bisa parkir diluar area pantai dan harus menyewa ojek untuk meneruskan perjalanan menuju pantai.

Ketika kami hampir sampai di Pantai Kedung Tumpang, saya cukup terkejut dengan pemandangan yang saya dapat disana. Semua ekspektasi saya mengenai indahnya Pantai Kedung Tumpang yang saya dapat di internet selama ini mendadak buyar seketika.

"Kok gini?" Mulai dari tempat parkiran kendaraan roda empat sampai ke parkiran roda dua, hampir seluruh perbukitan disana gundul! Iya beneran guys, bukit-bukit di sekitar Pantai Kedung Tumpang gersang, kering kerontang! Terlihat asap mengepul disana-sini, bonggol-bonggol bekas pohon dibakar sampai menjadi arang.

Saya sudah hampir malas meneruskan perjalanan saya ke pantai begitu melihat pemandangan bukit-bukit gundul tersebut.

"Beda banget sama Pacitan", gumam saya sambil berjalan menuju pantai. Sebelumnya, saya dan kakak sepupu saya ini pernah menjelajahi pantai-pantai di Pacitan dengan menggunakan sepeda motor. Beberapa pantai baru di Pacitan juga hanya bisa dilewati kendaraan roda dua. Beda dengan Tulungagung, daerah perbukitan di Pacitan masih relatif terjaga dan hijau. Nggak ngundul ndul kayak gini..

Pantai Kedung Tumpang juga bukan pantai biasa. Pantai ini mempunyai batu-batu karang yang cukup menyeramkan, ombak pantainya tinggi dan ganas -- masih termasuk bagian dari Laut Selatan -- dan untuk mencapainya pengunjung harus trekking, naik turun tebing dengan menggunakan tali-tali yang disediakan oleh pengelola.

Saya hampir tergelak ketika melihat beberapa anak ABG datang ke pantai ini dengan dandanan 'cantik' mereka. Saya sudah membaca banyak artikel di internet tentang pantai ini jadi saya tidak menggunakan dandanan ala anak pantai 'alay 'seperti saat saya mengunjungi pantai-pantai lainnya. Saya sudang memakai hiking boots saya yang masih berdebu akibat pendakian Gunung Ijen 2 minggu lalu dari rumah.

Pantai Kedung Tumpang ini merupakan perpaduan banyak petualangan seperti trekking, panjat tebing dan pantai. Nggak perlu pamer paha disini, kecuali kamu siap dengan resiko kaki-kaki mulusmu tergores batu-batu karang haha.

Pakailah pakaian outdoor jika ingin tubuhmu selamat dari luka-luka gores dan juga jangan lupa kenakan sandal atau sepatu yang didesain khusus untung mendaki. Tinggalkan high heels dan sandal cantikmu di rumah. Sandal jepit kesayangan 'Swallow' saya saja harus pulang tanpa saya sentuh karena sepanjang jalan disini saya lebih membutuhkan hiking boots untuk mendaki batu-batu karang dan tebing.

Sepertinya banyak orang terkecoh dengan foto-foto indah yang tersebar di dunia maya tentang Pantai Kedung Tumpang dan memancing orang-orang yang baru belajar piknik untuk menjajal petualangan ala rambo haha. Yakin deh, paling mereka yang sudah tahu medan Kedung Tumpang akan mikir dua kali jika ditawari untuk kembali kesini. Tanpa mental yang kuat, nggak bakal bisa menjelajahi area Pantai Kedung Tumpang dari ujung ke ujung dalam satu hari!

Saya juga agak kecewa saat sampai di Pantai Kedung Tumpang. Asap terlihat membubung dari sisi perbukitan pantai yang saya yakini itu adalah asap dari pembakaran bonggol-bonggol pohon yang selesai ditebang -- saya mencium bau kayu terbakar sejak saya berada di parkiran roda dua. Langit yang seharusnya birupun mendadak lenyap disapu asap!

Selesai mendaki tebing terakhir dari Air Terjun Wangi -- ada di ujung jalur trekking paling curam di area Pantai Kedung Tumpang, saya dan kakak sepupu saya beristirahat di sebuah warung yang dikelola masyarakat setempat. Disana saya mengajukan beberapa pertanyaan kepada si ibu penjual warung sambil mengunyah roti yang saya bawa dari rumah -- oh ya, penting untuk mempersiapkan bekal makanan dan minuman dari rumah sebelum menjelajah Pantai Kedung Tumpang. Jalur trekking-nya cukup menguras tenaga. Bahkan saya merasa lebih capek trekking disini daripada trekking di Gunung Ijen 2 minggu lalu. Ewwww!

Dari si ibu penjual warung ini, saya mendapat informasi bahwa bukit-bukit itu sengaja 'dibuka' untuk menanam jagung. Busyet, mata saya rasanya pengen melompat keluar mendengar informasi 'penting' si ibu ini. Aduh, dimana nih pemerintah kota Tulungagung? Bukit-bukit segitu luas dibiarkan ditebangi begitu saja hanya untuk menanam jagung? Astaga, jangankan jagung.. dalam hitungan beberapa tahun ke depan mungkin Pantai Kedung Tumpang akan amblas terkena abrasi laut kalo bukit-bukit itu dibiarkan tanpa pohon kayu. Ucapkan selamat tinggal pada obsesi menanam jagung dan juga kehidupan di masa depan!

Selesai dengan Pantai Kedung Tumpang, saya dan kakak sepupu saya bergerak ke Pantai Sanggar. Pantai Sanggar, Pathuk Gebang dan Pantai Ngalur ada di satu lokasi. TAPI.. jalannya sejauh 4 km hanya bisa dilewati kendaraan roda dua dan kondisinya buruk. Setiap kali ada kendaraan roda dua dari arah sebaliknya, harus ada salah satu yang mengalah untuk berhenti dan memberi jalan kepada yang lain. Jika tidak demikian, maka siap-siap saja terguling ke jurang bersama-sama.

Sepanjang perjalanan menuju Pantai Sanggar, kami melihat beberapa pohon besar tumbang di tepi jalan! Bekas ditebang manusia!! Hampir sama dengan bukit-bukit yang kami temui di Pantai Kedung Tumpang, bukit-bukit di sekitar Pantai Sanggar juga gundul. Tumbuhan yang ada pun bukan pohon kayu lagi tapi pohon pisang! Duh, kondisi ini mengingatkan saya pada jalanan di sekitar Pantai Gatra, Pantai 3 Warna, Pantai Watu Pecah dan Pantai Mini di Malang Selatan. Waktu saya kesana bersama teman-teman backpacker saya dari Surabaya, kami sempat berkelakar tentang pohon-pohon pisang yang banyak kami jumpai di sekitar area pantai. Ilmu yang kami dapat di sekolah dulu ternyata sudah tidak berlaku di zaman sekarang. Kalo dulu daerah pantai identik dengan pohon kelapa, eh sekarang di daerah pantai muncullah pohon-pohon pisang! Mungkin pantai-pantai kita sekarang lebih banyak dihuni oleh para 'monyet'!

Dari Pantai Sanggar, saya bisa melihat kepulan asap dari bukit yang ada di sekitar pantai. Yeah, pasti ada pembakaran bonggol pohon lagi disana. Di bagian bukit yang lain, tepat di bawah tulisan Pathuk Gebang, juga terlihat pohon-pohon rusak yang patah-patah. Hedehh, kepala saya pusing tujuh keliling dibuatnya.

Bayangkan jika semua bukit-bukit disekitar pantai ditebangi seperti itu? Bagaimana nasip kota Tulungagung beberapa tahun ke depan? Woii, sadarlah.. Bencana banjir, tanah longsor dan abrasi laut tengah mengancam kota dan seluruh isinya!

Pagi ini saya browsing tentang bukit-bukit gundul di Google dan saya 'hanya' menemukan 2 netter yang meng-upload tentang bukit gundul di sekitar Pantai Kedung Tumpang ke internet. Semua foto baru sebulan ter-upload ke internet, jadi saya bisa menggambil kesimpulan.. penebangan pohon-pohon disekitar Pantai Kedung Tumpang dan sekitarnya juga baru saja terjadi akhir-akhir ini.

Saya mohon bantuan para traveler, dimanapun kalian berada dan sedang mengunjungi tempat manapun.. tolonglah sadar akan lingkungan sekitar kalian. Jangan cuma mengunjungi tempat wisata karena tempat itu indah, tapi juga pekalah akan apa yang sedang terjadi disana. Sampah hanya salah satu masalah yang jadi 'penyakit' di tempat-tempat wisata negara ini.

Saya dan kakak sepupu saya berhasil membawa sekantong sampah plastik yang kami temui di sepanjang jalan di Pantai Kedung Tumpang. Kami berdua sama-sama peduli lingkungan dan kami punya visi yang sama untuk membantu mengeluarkan sampah-sampah plastik keluar dari area tempat wisata sebisa kami. Di Pantai Sanggar saya juga memunguti sampah-sampah plastik di sekitar pantai sampai dua kantong, kakak sepupu saya mengumpulkan satu kantong. Saat saya bertanya kepada tukang parkir di Pantai Sanggar, katanya disana memang belum ada tukang sampah. Jadi pantai kotor menjadi pemandangan yang 'lumrah'?

Kalo kalian peduli tentang Indonesia, jangan cuma koar-koar di media sosial tentang sampah-sampah di tempat wisata. Jadilah smart traveler, yang datang ke tempat wisata sekaligus membersihkan sampah-sampah yang ada dan memberikan masukan yang positif ke masyarakat sekitar. Saya katakan ke tukang parkir di Pantai Sanggar kalo seharusnya disana dipungut retribusi yang nantinya biaya yang terkumpul bisa dipakai untuk membersihkan sampah-sampah plastik yang ditinggal oleh pengunjung tempat wisata 'yang baik-baik' itu!

Untuk kalian yang saat ini berdomisili di kota Tulungagung, tengoklah pantai-pantai di kota kalian dan selamatkan keberadaan pohon-pohon disekitarnya! Bergeraklah untuk menyelamatkan Pantai Kedung Tumpang, Pantai Sanggar, Pantai Pathuk Gebang, dll dan selamatkan hutan kalian!


Salam backpacker,
Angelina Kusuma

Friday, October 02, 2015

Tabungan dan Investasi ala Traveler


Oleh: Angelina Kusuma


"Bagaimana cara mengatur keuangan bagi pecinta traveling?", pertanyaan ini sering dilontarkan oleh orang-orang yang tahu bahwa saya ini penggila kegiatan jalan-jalan. Kadang saya mendengar pandangan negatif dari orang lain yang beranggapan bahwa traveling itu adalah kegiatan buang-buang uang alias hura-hura saja.

Ah, baiklah.. saya akan berbagi sedikit manfaat traveling dan tentang pengelolaan keuangan yang sudah berhasil saya lakukan selama ini -- ini hanya sekedar sharing, ambil yang baik dan buang yang buruk. Semoga terinspirasi..

Pertama kali melakukan solo backpacker, saya melakukan kesalahan fatal! Apa itu? Yeah, saya kehabisan uang saat di perjalanan haha. Kejadian itu terjadi sekitar 6 tahun lalu. Saya hanya pergi dari Ponorogo ke Solo. Karena saya terlalu 'lapar mata', belanja ini dan itu di Solo, akhirnya saya menghadapi kenyataan bahwa sudah tidak ada lagi uang untuk biaya kembali ke rumah. Akhirnya saya menelepon ibu saya dan berkata dengan mata berkaca-kaca, "Mami, kirimin uang secepatnya.. nggak bisa pulang nih. Uangku habis buat beli batik."

Sigh, itu adalah pengalaman menyakitkan yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup! Ibu saya marah-marah begitu saya sampai di rumah. Bahkan beliau mengancam saya agar saya tidak buang-buang uang untuk jalan-jalan.

Berbekal pengalaman pahit pernah kehabisan uang diperjalanan, akhirnya saya bertekat untuk membenahi keuangan saya sehingga kejadian serupa tidak akan terulang lagi di masa depan -- ini dia nih, manfaat positif traveling buat saya, membuat saya lebih kreatif dalam berpikir haha.

Selama 5 tahun belakangan ini, saya getol memperkuat sektor keuangan saya. Caranya dengan menabung dan berinvestasi. Buat saya, tabungan dan investasi mempunyai arti yang berbeda. Tabungan adalah untuk keperluan jangka pendek, sedangkan investasi adalah untuk keperluan jangka panjang.

Gaji saya dibandrol USD -- maaf bukan maksud saya sombong. Tiap ada job baru, saya akan terima pembayaran dari klien ke akun Paypal saya. Dari Paypal, saya menarik tunai ke rekening bank lokal saya secara bertahap -- mempertimbangkan kurs USD yang sedang berlaku saat itu -- dan kemudian saya alokasikan untuk keperluan sehari-hari, menabung dan berinvestasi.

- Tabungan Rupiah saya ada dua jenis. Yaitu tabungan biasa dan tabungan berjangka. Tabungan biasa adalah tempat keluar masuknya uang saya sehari-hari, sedangkan tabungan berjangka akan memotong dana sejumlah yang telah saya sepakati dengan pihak bank pada tanggal tertentu. Saya membekukan tabungan berjangka saya untuk kisaran waktu 2 tahun. Selama 2 tahun, saya hanya bisa menarik tunai uang saya sekali. Tabungan berjangka ini saya maksudkan untuk mencegah saya melakukan transaksi berlebihan setiap bulannya.

Investasi saya mencakup 3 tempat, yaitu Asuransi, Deposito dan Reksadana. Saya masih termasuk investor pemula, jadi saya baru berani bermain 'aman' -- harap maklum hehe.

Saya memilih asuransi sebagai tempat investasi karena kesehatan adalah aset saya yang tak ternilai harganya. Bayangkan kalo saya sakit, nggak bisa kerja dan traveling lagi kan? Memang asuransi bukan tempat yang paling mujarab untuk berinvestasi. Jadi saya sarankan untuk membaca seluruh peraturan dari agen asuransi dengan teliti sebelum terjun kesini.

- Asuransi saya ada dua macam. Yaitu asuransi dengan premi tertentu yang dipotong setiap tanggal yang sudah saya setujui dengan agen asuransi dan asuransi investasi dana fix. Asuransi dana fix ini merupakan jumlah dana tertentu yang saya setor ke agen asuransi sekali saja, tidak ada premi lanjutan. Asuransi investasi dana fix ini saya bekukan untuk tujuan minimal 3 tahun.

- Deposito. Saya mengambil deposito jangka 3 bulan dan memecah uang saya dalam beberapa lembar deposito. Saya tidak memasukkan uang saya sekaligus ke deposito dalam jumlah banyak dan pada tanggal yang sama dengan alasan likuiditasnya. Dengan mempunyai beberapa deposito berjangka yang berbeda tanggal, jika saya butuh dana cepat, saya bisa mencairkan deposito saya yang paling tepat jatuh temponya. Perlu diketahui, jika deposito dicairkan sebelum jatuh tempo maka dana akan terkena pinalti alias dipotong nilainya oleh bank.

- Reksadana. Saya mempercayakan uang saya ke Manager Investasi untuk bermain di bursa saham. Menanam modal di reksadana melalui MI ini saya pandang lebih praktis daripada saya harus bermain sendirian di bursa saham karena saya benar-benar awam di dunia ini. Reksadana yang saya miliki ada dua macam, yaitu reksadana campuran dan reksadana saham dengan sasaran minimal investasi untuk 5 tahun.

Nah, dengan 4 pondasi yang sudah saya buat untuk keuangan saya diatas.. sekarang saya tak perlu risau lagi tentang masa depan saya. Saya masih tetap bisa melakukan hobby traveling saya sambil terus membangun masa depan. Saya membuat sebuah sistem keuangan saya sendiri agar suatu saat saya tak perlu bekerja untuk uang tapi uang yang 'bekerja' untuk saya.

Menabung dan berinvestasi tidak sama dengan judi. Jangan pernah berpikir untuk menghasilkan uang secara cepat dan instant. Tabungan dan investasi itu ibarat menanam sebuah pohon. Mereka akan bertumbuh pelan-pelan dan butuh waktu untuk berkembang. Menabung dan berinvestasi juga mempunyai resikonya masing-masing. Kenali setiap instrumen keuangan sebelum memutuskan untuk menanam modal disana.

Oh ya, satu lagi yang perlu saya bagi.. ingat satu prinsip ini, "Jangan pernah meletakkan telur-telur dalam satu keranjang. Karena jika keranjangnya jatuh, semua telur akan pecah." Saya melakukan diversifikasi tabungan dan investasi paling tidak dalam 2 jalur untuk meminimalisir resiko 'telur pecah' ini. Ketika satu sumber keuangan saya bermasalah, masih ada tempat lain yang manghasilkan. Begitulah logikanya.

Tuesday, September 22, 2015

Cewek Solo Backpacker Itu Gampang Kok



Oleh: Angelina Kusuma


"Hah, cewek traveling sendirian? Yang bener? Kamu berani?", pertanyaan seperti ini sudah sering sekali saya dengar, sampai bosan menanggapi rasanya haha.

Adakah yang salah dengan traveling sendirian?

Rasanya sama aja kok seperti saat kita traveling bareng orang lain. Saya sama sekali nggak pernah merasa kesepian meski saya sering traveling sendirian alias solo backpacker kemana-mana bahkan sampai ke luar negeri.

Yah, semua tidak terjadi dengan instant sih.. ada prosesnya juga.

Pertama kali saya mencoba solo backpacker, ada rasa akut juga. Takut nyasar, takut kecopetan, takut kesepian, takut nggak dapat sesuatu yang seru selama di perjalanan dan takut-takut yang lainnya. Tapi begitu saya mencoba untuk melangkah, walah.. saya malah ketagihan dibuatnya.

Sensasi solo traveling itu beda dengan saat kita traveling dengan orang lain. Ini lebih menantang, lebih seru dan buat saya.. dengan solo traveling juga membuat saya lebih tahu tentang siapa saya yang sebenarnya! Saya tidak anti dengan traveling bersama orang lain. Saya tetap melakukan traveling bersama keluarga, teman, saudara.. kadang saya bergabung ke komunitas backpacker dan kadang juga masih menggunakan jasa travel agent. Tapi kegiatan solo traveling juga wajib saya lakukan sesekali, karena itu adalah saat 'me time' buat saya hehe.

Orang sukses tidak ditempa dengan cara-cara biasa. Mereka lahir setelah melewati banyak rintangan, tantangan dan menyelesaikan banyak petualangan. Jika kamu berani menghadapkan dirimu pada cara-cara tak biasa, berarti kamu punya gen orang sukses. Pengalaman masa lalu, membentuk karakter dan mental baja pada diri seseorang. Lapangan dan jalanan adalah tempat belajar yang paling mujarab dibandingkan hanya duduk di ruang kelas dan mendengarkan kotbah guru.

Ada banyak orang yang tidak percaya bahwa saya bisa melakukan solo traveling. Kenapa? Karena saya selalu punya banyak foto diri saya saat traveling haha! Saya tidak suka selfie saat ber-solo backpacker ria. Saya lebih suka meminta tolong kepada orang di sekitar saya untuk memotret saya -- dan saya tidak pernah malu untuk melakukan itu hihi.

Buat saya, traveling bukan sekedar kegiatan mencari hiburan semata-mata. Tapi saya traveling untuk belajar sesuatu yang baru di setiap tempat yang saya jelajahi, juga sebagai salah satu cara untuk memperluas jaringan pertemanan dan menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri saya.

Waktu saya kecil - remaja, saya adalah gadis pemalu yang suka minder karena saya lahir di sebuah desa, dari sebuah kota kecil lagi. Dulu saya juga sempat berpikir bahwa saya tidak mungkin bisa melakukan hal-hal yang spektakuler karena saya tidak pernah merasa istimewa. Lambat laun, semua berubah setelah saya berani melangkah keluar dan menghadapi semua ketakutan saya.

Ada pepatah mengatakan, "When you're forced to stand alone, you realize what you have in you", dan itu benar adanya. Dengan melakukan solo traveling, saya bisa mengeluarkan seluruh kemampuan terpendam saya sampai tanpa batas. Jika dulu saya bicara di depan beberapa orang saja nggak berani, sekarang saya dengan mudah berkata, "Hi.." bahkan kepada mereka yang baru kali itu saya jumpai di perjalanan. Jika dulu saya dikecewakan dan disakiti orang lain hanya bisa mengurung diri di kamar sambil menangis berhari-hari -- menyimpan dendam dan akar pahit di hati, sekarang saya justru bisa merangkul mereka menjadi teman. Saya belajar untuk memiliki hati yang mudah mengampuni dan penuh kasih dengan cara ini juga.

Ketika saya traveling, sebisa mungkin saya membatasi akses saya dengan dunia maya. Ini saatnya saya kembali berinteraksi dengan dunia nyata, menyapa manusia-manusia yang ada disekitar saya, mengajak mereka ngobrol, bertukar pikiran dan belajar dari mereka. Saya tidak pernah mengandalkan Google maps atau aplikasi pencari jalan lainnya dimanapun saya berada. Saya lebih suka membaca peta dan menggunakan mulut saya untuk bertanya saat saya kehilangan arah di jalan. Pelajaran-pelajaran yang saya dapat dari setiap perjalanan yang sudah saya buat, sering saya aplikasikan ke dunia kerja dan kehidupan saya sehari-hari. Karena traveling-lah, saya menjadi saya yang sekarang dan saya bangga akan diri saya. Nyasar atau tersesat di jalan bukan lagi sesuatu yang menakutkan buat saya.

Jika ada orang yang bertanya kepada saya, "Apa yang ingin kamu rubah dari hidupmu?". Saya akan menjawab, "Tidak ada!" I just want to be a better of me! Don't want to be like others. I proud of myself. I love my whole life -- my ups and downs, my adventures and everything that I've done. No regret! My life is precious. I just want to improve it more and more. Be a better version of Angelina Kusuma! Meskipun hidup saya tidak sempurna, tapi saya menikmati setiap hari saya dengan sesempurna mungkin dan saya puas dengan setiap hal yang saya punya saat ini. Saya mendidik diri saya untuk tidak pernah iri dengan milik orang lain, bersyukur dalam segala hal, karena semua ada waktunya sendiri-sendiri.

So guys, jangan cuma membaca tulisan ini aja, tapi keluarlah..! Kemas tasmu dan pergilah ke suatu tempat yang asing buatmu untuk belajar sesuatu yang baru. Ambillah waktu sejenak untuk mengenali siapa dirimu. Biarkan kamu menjadi pahlawan untuk dirimu sendiri. Saat kamu ber-solo backpacker, kamu tak perlu memikirkan kebahagiaan teman seperjalananmu. Jadi kamu punya banyak waktu untuk belajar dan menggali kemampuanmu sendiri. Percayalah, tak ada sesuatu yang perlu kamu takutkan diluar sana. Ketakutan sering kali hanya ada dalam pikiran kita. Justru diluar sana.. saat kamu menjelajah sebuah tempat sendirian.. kamu akan menemukan banyak kebaikan dan cinta dari orang-orang disekelilingmu, yang mungkin selama ini tak pernah kau sadari :).

Monday, September 14, 2015

Festival Payung 2015, Taman Balekambang, Solo





Oleh: Angelina Kusuma


Solo, akhirnya saya menginjakkan kaki saya kembali kesini. 6 tahun lalu, untuk pertama kalinya saya menginjak kota ini sebagai solo backpacker. Sebelumnya saya lebih suka traveling dengan menggunakan travel agent, dan Solo adalah kota pertama yang membuat saya berani keluar dari zona nyaman dan menjadi penjelajah seorang diri.

Kali ini saya kembali lagi sebagai solo backpacker ke kota Solo setelah 6 tahun berlalu. Wah, terasa sekali bedanya. Kalo dulu mendarat di kota Solo dengan hati deg-degan karena was-was, "Bisa nggak nih menjelajahi kota sendirian? Jangan-jangan nanti nyasar dijalan, nanti kecopetan, nanti nggak seru liburannya..", tapi kalo sekarang saya deg-degan karena terlalu antusias dengan petualangan apalagi yang akan saya dapatkan di kota ini haha.

Beberapa hari yang lalu, saya browsing informasi di internet tentang Sail Tomini 2015. Ah, sebenarnya saya sedikit menyesal karena saya baru menemukan website yang berisi data lengkap setiap acara yang diselenggarakan di kota-kota se-Indonesia ini. Untuk bulan September saja, ternyata saya sudah melewatkan beberapa acara keren seperti Festival Borneo di Samarinda, Indonesia World Photography Competition di Kepulauan Selayar, 2nd Nongsa Carnival 2015 di Pulau Batam, Festival Adventure Indonesia 2015 di Pulau Alor sampai Banyuwangi Beach Jazz! Argh, coba saya tahu lebih awal.. pasti saya sudah membuat jadwal khusus agar saya bisa menghadiri acara-acara tersebut satu per satu, huh!

Karena kesempatan saya untuk bisa hadir di Sail Tomini 2015 pun tipis, akhirnya saya mencari acara lain yang dekat dengan kota saya berada sekarang. Dan.. akhirnya pilihan saya jatuh pada Festival Payung Indonesia 2015 yang diselenggarakan di kota Solo mulai tgl 11-13 September 2015. Sebenarnya di Solo juga sedang diselenggarakan Solo International Performing Art (SIPA) 2015 di Benteng Vastenburg yang diikuti oleh peserta dari Indonesia, Korea Selatan, Singapura, Filipina dan Jerman -- Jerman rek, salah satu negara incaran yang ingin saya injak-injak selain Jepang dan Israel haha. Tapi dengan terpaksa saya harus memilih Festival Payung saja karena SIPA diselenggarakan mulai pukul 19.00 -- Saya ada jadwal melayani sebagai singer di ibadah raya Minggu, jadi saya hanya punya kesempatan di Solo tgl 12 September mulai pagi - sore. Setelah itu saya harus segera pulang ke rumah lagi untuk mempersiapkan diri untuk pelayanan esok harinya.

Saya pikir, saya hanya akan ada di Festival Payung selama 1-2 jam -- Setelah itu saya ingin menjelajah sisi lain kota Solo, tapi nyatanya saya betah ada disana selama 4 jam! Acaranya cukup bagus, diikuti oleh negara Indonesia, Thailand dan Jepang. Buat para pecinta seni dan budaya, acara seperti ini pasti sangat ditunggu-tunggu. Disini, pengunjung tak hanya disuguhi seluk beluk per-payung-an tapi juga ada pementasan tari-tarian tradisional, modern dance, fashion show, pertunjungan musik tradisional hingga pameran dan lomba fotografi. Plus, di Taman Balekambang Solo pengunjung juga bisa bercengkrama dengan  para rusa, kalkun dan itik-itik yang memang sengaja dilepas bebas disana -- Binatang-binatang itu sangat jinak dan sudah terbiasa ada di hiruk-pikuk manusia karena mereka hidup di Taman Balekambang sejak lama.

Salah satu pertunjukan yang menarik perhatian saya adalah musik tradisional yang dibawakan oleh perwakilan kota Bengkulu. Mereka membawa alat musik tradisional mereka yang bernama Dol dan Tasa. Musiknya sendiri bernuansa perkusi dan melodi. Saya terkesima melihat aksi mereka yang penuh energi dan dinamis.

Yang membuat pertunjukan musik Bengkulu ini menarik buat saya karena adanya kemiripan musik mereka dengan pertunjukan musik trasidional yang pernah saya saksikan bulan Mei kemarin di Meiji Jinggu Shrine - Tokyo, Jepang. Bentuk alat musiknya hampir sama -- sejenis bedug -- dan cara memainkan musiknyapun mirip, suara yang dihasilkan keduanya juga mirip. Bedanya, serangam yang dipakai oleh para perwakilan Bengkulu ini lebih semarak dan ada tambahan suara gitar, seruling dan rebana dalam musik mereka. Jadi buat saya, rasanya lebih 'hidup' daripada musik Jepang hehe. Saya bersyukur karena saya bisa menghadiri pagelaran budaya bertaraf internasional ini. Nggak cuma turis lokal saja, turis-turis manca negarapun terlihat mondar-mandir dan menonton pertunjukan di Festival Payung 2015 dari awal sampai akhir. Wow, saya bangga menjadi warga negara Indonesia!

Negara kita kaya akan budaya. Sangat disayangkan jika budaya-budaya yang unik itu lenyap dari negara ini karena generasi mudanya tidak mau melestarikannya. Contoh kecil saja, bagaimana kita menyebut negara kita itu menunjukkan seberapa kita perduli dengan negara ini. Tak jarang saya mendengar orang-orang menyingkat Indonesia menjadi Indo atau Indon. Duh, itu saja sudah membuat saya 'sakit'. Indonesia, ya Indonesia! Jangan sebut dengan istilah yang lain.

Zaman sekarang juga muncul bahasa-bahasa alay yang membuat saya mengernyitkan kening saat mendengarnya. Woles, mehong, ya sutralah, x untuk menggantikan akhiran 'nya', susunan bahasa seperti 'aDuH PuSinQ PaLa BabI', dll.. Ckck, bahasa yang menurut saya norak! Kalo Bahasa Indonesia saja tidak bisa kita hargai keberadaannya, bagaimana kita bisa mencintai negeri ini?

Ada teman yang mengkritik saya saat saya melakukan solo backpacker ke Jepang Mei lalu. Katanya, "Indonesia aja belum selesai kamu jelajahi, kenapa liburan ke Jepang? Sok luar negeri kamu itu."

Hmm, benarkah orang yang suka berlibur ke luar negeri lantas bisa di cap tak cinta Indonesia? Tunggu dulu! Saya berlibur ke Jepang sendirian alias solo backpacker, tanpa bantuan travel agent -- Itu keren bukan? haha. Selama disana saya menginap di Cabin Hotel yang masih jarang ada di Indonesia. Itu memberi saya pengalaman baru, seumur hidup ya baru kali itu tidur di kasur yang 'ditumpuk' bareng banyak orang tapi nggak boleh berisik hihi. Kemudian saya juga menjajal Guest House, yang membuat saya bertemu bule Mexico dan sampai sekarang kami berteman di Facebook. Saya promosikan Indonesia ke dia selama saya tinggal dengannya 2 hari di Tokyo. Trus, saya juga menginap di Ryokan, Lake Kawaguchiko -- Rumah tradisional Jepang yang kasurnya pakai Futon, persis di film Doraemon. Disana saya bertemu bule dari California. Dia pernah menjelajah Thailand, tapi dia mendadak berhenti membanggakan pantai-pantai Thailand ketika saya menyuruhnya browsing Raja Ampat, Papua, Indonesia -- Sekarang kami juga berteman di Facebook dan dia memberikan saya alamat email-nya agar kami tetap bisa berkomunikasi. Saya juga berkenalan dengan orang Jepang asli dari Hokkaido saat kami sama-sama menjelajah Tokyo Imperial Palace. Si Jepang ini sekarang ada di LINE, Instagram dan Facebook saya. Dia selalu memberi apresiasi yang positif setiap kali saya mengunggah foto tentang Indonesia -- Bahkan, meski itu hanya foto Sandal Swallow saya yang imut!

Pengalaman berkesan lain juga saya dapat ketika saya transit di Malaysia waktu berangkat dan pulang ke Indonesia dari Jepang. Saya menyempatkan diri untuk keluar area bandara KLIA 2 saat menunggu penerbangan selanjutnya dari Kuala Lumpur ke Narita, Tokyo. Karena saya keluar bandara, saya harus melewati pemeriksaan imigrasi untuk masuk kembali ke bandara. Huf, entahlah ini hanya perasaan saya atau kebetulan saja terjadi -- Petugas imigrasi memandang sinis karena saya membawa Paspor Hijau. Tapi begitu beliau tahu bahwa saya memegang visa ke Jepang dan saya juga menunjukkan boarding pass saya ke Narita, Tokyo, wajah sinisnya mendadak sirna haha. Saat pulang juga begitu. Pramugara pesawat memberi saya senyum lebih 'istimewa' dibanding ke penumpang yang lain saat beliau menyobek boarding pass saya yang ada connecting flight dari Narita, Tokyo -- Iseng gitu, boarding pass saya dari Jepang sengaja saya taruh dibawah boarding pass ke Surabaya haha!

Nasionalisme tak harus dinyatakan dengan hanya 'berputar-putar' di Indonesia saja. Saya malah punya pendapat bahwa WNI seharusnya juga berlibur ke luar negeri agar dunia luar tahu bahwa kita juga 'mampu' dan setara dengan bangsa-bangsa lain dalam hal perekonomian. Bawa nama baik Indonesia ke negara lain dan promosikan Indonesia lewat santun sikap dan tingkah lakumu.

Saya bangga dengan budaya Indonesia. Saya cinta Indonesia. Menjelajahi Indonesia dan dunia adalah cara saya untuk menunjukkan rasa bangga dan cinta saya akan negeri ini. Bagaimana dengan kamu?

Selamat menjelajah!

Monday, September 07, 2015

Kisah dari Gili Labak



Oleh : Angelina Kusuma


Gili Labak, sekilas untuk yang tidak mengerti, pasti mengira bahwa tempat ini ada di Lombok. Telinga kita pasti sudah kenal dengan Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air, Gili Asahan, Gili Kondo dan sebangsanya bukan? Tapi sekarang, tempat dengan nama Gili tak melulu ada di Lombok. Tapi juga ada di Madura. Ya, Gili Labak adalah nama sebuah pulau yang bertempat di Sumenep, Madura. Dan di sekitar Gili Labak juga masih ada beberapa pulau lainnya dengan nama depan Gili.

Perjalanan menuju Gili Labak tidaklah mudah, apalagi jika dilakukan saat bulan Agustus - November seperti sekarang, dimana ombak laut sedang tinggi. Tapi untuk para pecinta petualangan, perjalanan yang penuh perjuangan ini pasti berharga dan layak dilakukan.

Gili Labak bisa ditempuh dengan perahu tradisional selama 2,5 jam dari Pelabuhan Kali Anget. Tapi saya dan rombongan backpacker saya (kami berlima belas) memilih untuk menyeberang dari Kali Anget ke Talango sekitar 10 menit. Kemudian dari Talango menempuh perjalanan darat sampai ke persewaan perahu dan dari situ baru berlayar dengan perahu tradisional selama 1 jam ke Gili Labak.

Ombak laut pukul 6 pagi tgl 6 September 2015 kemarin cukup tinggi. Buih air laut berkali-kali masuk ke geladak kapal dan membuat seiisi kapal basah. Beberapa teman saya mabok laut. Beruntunglah, saya tidak -- haha kalo saya sampai mabok laut, apa kata dunia? Jebolan Teknik Perkapalan mata kuliah Teknik Perencanaan dan Konstruksi Kapal, mabok laut? Mungkin ayam-ayampun akan tertawa!

Saya sudah pernah mengalami hal yang lebih buruk daripada ini, 10 jam terombang-ambing di laut antara Sindang Laut, Jakarta Utara ke Pulau Gosong Sekati di Kepulauan Seribu. Ombak di Karimunjawa 3 tahun lalu rasanya juga lebih tinggi daripada ombak yang saya dapat kemarin di Gili Labak. Hmm, pengalaman kita di masa lalu memang membentuk seseorang di masa kini ya? Andai dulu saya tidak pernah mengenyam seluk beluk kapal, laut dan tidak pernah ikut sea trial kapal, mungkin saya juga ikutan mabok laut :p.

Menikmati sunrise di kapal menuju Gili Labak menjadi salah satu hal menakjubkan yang saya dapat dalam perjalanan saya kali ini. Dan ketika kaki saya menginjak pasir Gili Labak untuk pertama kalinya, wow.. saya takjub dibuatnya! Pasir Gili Labak benar-benar putih. Pasir pantainya pun juga sangat lembut. Pasir di Gili Labak ini lebih putih dan lebih lembut daripada pasir di pantai-pantai Kepulauan Seribu, Karimunjawa, Malang Selatan dan Pacitan yang pernah saya jelajahi sebelumnya.

Selesai mengelilingi pulau, ambil foto-foto dan snorkeling, saya pun tertarik untuk mencari seorang penduduk lokal untuk diajak bicara. Hehe itulah yang selalu saya lakukan tiap kali saya menjelajah sebuah tempat. Saya selalu ingin belajar sesuatu yang baru disetiap tempat yang saya injak.

Mencari orang yang bisa diajak ngobrol dan nyambung di Gili Labak ternyata tidaklah mudah. Ketika saya melihat seorang nenek sedang berusaha mengeluarkan air dari perahunya, saya berinisiatif untuk menolong beliau. Tapi saya tidak bisa mengerti bahasa yang beliau ucapkan. Saya pakai bahasa Indonesia untuk bertanya, beliau jawab dengan bahasa Madura. Saya bicara pakai bahasa Inggris, beliau cuma melihat saya dengan sorot mata tak mengerti haha. Yah, jadilah kami seperti dua orang dengan bahasa berbeda yang saling mengeluarkan suara masing-masing!

Katanya, Indonesia sudah 70 tahun merdeka. Tapi kenyataannya, masih banyak warga negara Indonesia yang belum merdeka. Kendala bahasa di Madura masih sangat terasa. Saya juga pernah ke Madura bersama keluarga saya beberapa tahun lalu. Kami sempat nyasar di jalan saat mencari Mercusuar di Sembilangan, Bangkalan. Ketika saya bertanya ke penduduk setempat, ada beberapa orang yang sama sekali tidak mengerti bahasa Indonesia. Nah, kejadian serupa terjadi lagi saat saya di Gili Labak, Sumenep ini. Aw, gemes saya jadinya..

Saya menuliskan kisah perjalanan saya di Gili Labak ini sekaligus untuk menjadi bahan perenungan kita bersama. Gili Labak adalah sebuah pulau yang cantik. Tapi dibalik kecantikannya, menyimpan kisah yang membuat saya trenyuh. Pulau ini dihuni sekitar 37 keluarga. Akses keluar masuk pulau hanya ada perahu-perahu tradisional. Keberadaan ombak laut mempengaruhi kehidupan masyarakat disini. Kalo ombak sedang tinggi, kebayang kan bagaimana mereka bisa mendapatkan beras dan makanan pokok lainnya? Selama 6 jam di Gili Labak, saya hanya makan nasi ditambah mi goreng dan telor ceplok -- kalo disuruh tinggal di pulau ini lama-lama, saya pasti merindukan Gado-gado, Pecel dan sayur Asem hihi. Air buat mandi di Gili Labak juga bukan air tawar, melainkan air payau. Untuk air minum, kami disuguhi air mineral -- bayangkan kalo di pulau ini stok air mineral habis, trus kepaksa dong ya kita minum air payau?

Banyak anak-anak muda Indonesia yang lebih memilih untuk tinggal di kota-kota besar dengan dalih kesempatan berkarrier dan penghasilan yang lebih tinggi daripada di daerah. Ah, apakah 'lingkaran setan' ini akan ada terus? Sampai kapan ada pemerataan kehidupan baik di kota besar dan di kota terpencil?

Tak ada yang mustahil di dunia ini. Kota besar dan kota kecil sebenarnya tak ada bedanya. Yang membuatnya berbeda adalah pola pikir manusianya. Memang tidak mudah untuk mengalihkan hidup kita yang sudah terbiasa dengan hingar bingar kehidupan mall, cafe dan falisitas serba modern dan canggih di kota besar kemudian beralih ke kota kecil yang serba sederhana. Tapi sekali lagi, tak ada yang mustahil di dunia ini!

Ketika saya harus meninggalkan Surabaya dan Jakarta dan kembali ke Ponorogo juga awalnya tak kerasan. Bersyukur, saya sudah melewati semua proses itu hingga sekarang saya bisa terbang bebas kemana saja kaki saya ingin melangkah -- termasuk mondar-mandir Surabaya dan Jakarta -- tanpa bingung memikirkan karrier dan penghasilan.

Hidup adalah sebuah proses belajar tanpa henti. Dimanapun kamu berada saat ini, teruslah berjuang dan jadilah pengubah sejarah! Siapa yang bilang sukses dan karrier cemerlang itu harus dimulai dari kota besar? Rubah cara berpikirmu dan buatlah sejarahmu sendiri.

Saya menantang kalian, wahai para putra-putri daerah untuk kembali ke kota asalmu dan memajukan daerahmu masing-masing! Siap?


Salam,
Angel, sang pembelajar yang gemar mondar-mandir! ^_^

Friday, September 04, 2015

Jagalah karang kita!



Oleh: Angelina Kusuma



Pernahkah teman-teman sekalian mengunjungi pantai saat surut? Nah, terkadang air surut sampai jauh dari garis pantai bukan? Sampai terlihat tunas-tunas karang disekitar pantai seperti foto saya di atas.

Tapi perdulikah kita tentang bagaimana menjaga keberadaan tunas-tunas karang yang 'muncul' disekitar pantai saat air surut tersebut?

Beberapa waktu lalu saya mengunjungi Pantai Watu Karung, Pacitan saat air surut dan banyak sekali terlihat karang-karang yang sedang 'bertunas' muncul disekitar pantai.

Saya melihat perangai yang berbeda antara pengunjung lokal dan pengunjung luar (bule-bule) saat berhadapan dengan tunas-tunas karang di pantai.

Pengunjung lokal banyak yang cuek menginjakkan kaki dengan sepatu 'keren' mereka ke tunas-tunas karang sampai membuat beberapa diantara mereka patah (pengen nangis saya lihatnya), sedangkan pengunjung luar yang mungkin lebih berpengetahuan, mereka memilih berjalan di tempat yang tidak ada tunas karang bermunculan.

Sepertinya perlu saya menuliskan ini untuk mengingatkan pada kita semua, agar kita lebih perduli untuk menjaga kelestarian lingkungan di tempat wisata.

Traveling memang sedang hits sekarang, tapi bukan berarti kita bisa seenak jidat memperlakukan alam sekitar kita.

Jangan buang sampah sembarangan, jangan mencorat-coret tempat wisata, jangan menginjak-injak tunas karang yang muncul di pantai saat air sedang surut, jangan memberi makan sembarangan ke binatang liar, etc...

Mari ikut menjaga kelestarian alam di tempat wisata!



Keterangan foto:

Lokasi: Pantai Ngalian, Desa Watu Karung, Kec. Pringkuku, Pacitan, Indonesia. Ada 3 pantai baru setelah Pantai Watu Karung, yaitu Pantai Ngalian, Pantai Mblorok dan pantai yang belum ada namanya. Ketiga pantai ini free HTM, tapi setiap pengunjung harus membayar 5,000 IDR di pintu masuk ke Pantai Watu Karung.

Selamat berpetualang sekaligus menjaga kelesarian lingkungan :).


Tuesday, September 01, 2015

Belajar Dari Tukik

Oleh: Angelina Kusuma


Pacitan, kota yang dijuluki 1001 Goa ini akhirnya menarik langkah kaki saya untuk menjelajahinya tgl 16-17 Agustus 2015 lalu. Saya mengunjungi beberapa pantai baik yang sudah terkenal maupun pantai yang belum ada namanya, menyusuri sungai dan menjelajahi goa.

Liburan saya kali ini sangat berkesan. Bukan saja karena mata saya dimanjakan oleh indahnya panorama kota Pacitan yang masih alami, tapi juga karena saya mendapatkan banyak ilmu baru. Salah satu ilmu berharga yang saya dapatkan pada liburan kali ini adalah saat saya beruntung bisa berpartisipasi dalam pelepasan anak penyu (tukik) ke lautan di Pantai Taman.

Untuk menyambut hari kemerdekaan RI yang ke 70, Badan Konservasi Penyu di Pantai Taman menyelenggarakan prosesi pelepasan tukik yang diliput oleh sebuah stasiun televisi swasta Indonesia. Dan saya sangat beruntung tiba disana tepat waktu!

Setiap pengunjung diberi seekor tukik kemudian tukik-tukik tersebut dilepas secara bersamaan di pantai. Tukik-tukik yang dilepas akan berjalan di pasir pantai kemudian berenang menuju lautan mengikuti ombak yang menyeret tubuh mereka. Tingkah lucu tukik-tukik itu menarik perhatian para pengunjung untuk mengabadikannya melalui HP dan kamera. Seru.. bahkan kami juga ikutan berteriak-teriak memberi semangat kepada para tukik itu agar mereka berlari menuju lautan, padahal mereka pasti nggak ngerti bahasa kami hahaha.

Selesai proses pelepasan tukik ke laut, saya mendekati seorang petugas dari Badan Konservasi Penyu untuk sekedar bertanya-tanya. Dari si bapak ini, saya mendapatkan banyak ilmu baru mengenai kehidupan penyu.

Seekor tukik mempunyai tantangan yang sangat besar untuk bertahan hidup hingga ia menjadi penyu desawa.

  •  Penyu betina baru bisa bertelur pada usia 20-25 tahun. Setiap induk penyu bisa menghasilkan 80-150 telur, tapi hanya sekitar 80% yang akan menetas menjadi tukik.
  • Telur-telur penyu menetas sekitar 40 hari. Seekor tukik hasil penangkaran harus dilepas ke laut bebas sebelum ia berusia 7 hari dan selama itu si tukik tidak boleh diberi makan. Karena jika diberi makan, ia tidak akan bisa mandiri saat dilepas di laut bebas.
  • Seekor tukik mempunyai cadangan makanan dalam tubuhnya yang cukup untuk seminggu. Karena itulah, setelah tukik menetas, ia harus segera dilepas ke laut agar cadangan makanan yang ia punya tidak habis dan ia bisa bertahan hidup lebih lama di habitat yang sesungguhnya.
  • Tukik yang dilepas ke laut mempunyai kemungkinan hidup 1:1000! Ia harus menghadapi ganasnya ombak, perubahan cuaca hingga ancaman predator.

Ketika mengetahui bahwa seekor tukik hanya mempunyai kemungkinan hidup satu dibanding seribu, sejenak saya tertegun sambil menahan napas. Sebelumnya saya sempat mengabadikan tingkah 'Si Angel' (nama tukik yang saya pegang) mulai saat ia diserahkan ke tangan saya, setelah saya melepasnya ke pasir pantai sampai ketika ombak laut menyambar tubuh mungilnya. Ketika ombak mengenai tubuh tukik, tak jarang itu membuat tubuhnya berputar 360 derajat alias terguling-guling didalam air. Tapi meski demikian, tukik akan terus berusaha berenang dan bergerak menuju laut.

Ah, begitu hebatnya seekor tukik berusaha untuk hidup! Setiap kali saya melihat ulang hasil rekaman video proses pelepasan tukik ke laut ini, rasanya saya tak pernah bisa berhenti mengingatkan diri saya sendiri untuk tidak menyerah pada apapun juga. Yeah, dunia tidak akan semakin baik, tapi semakin jahat dan sulit. Tantangan hidup akan terus bertambah berat dari hari ke hari. Tapi MENYERAH bukanlah solusi.

Sama seperti tukik yang meski kemungkinan hidupnya hanya 1:1000, tapi ia tetap semangat melanjutkan hidup, demikianlah kita anak-anak manusia semestinya. Kita harus terus berjuang, terus bersemangat meski apapun juga masalah yang kita hadapi saat ini.

Berlarilah mengejar mimpimu, teruslah berjalan maju mewujudkan tujuan hidupmu. Kalo 'Si Angel' tukik aja terus berusaha untuk hidup, masa kamu nggak semangat sih?

Cheers,
Salam Hijau Damai dari Si Angel manusia, bukan tukik :)





Friday, August 28, 2015

Jangan kecewa

Oleh: Angelina Kusuma


"Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku" (Lukas 7:23 - Matius 11:6)

Saat kita dilanda masalah, respon kita terhadap hidup ini menentukan siapa kita yang sebenarnya di hadapan Tuhan.

Bisakah kita tetap mengucap syukur di hadapan Tuhan ketika kita terpaksa kehilangan pekerjaan karena perusahaan gulung tikar? Bisakah kita tetap berkata, "Terpujilah Tuhan" ketika orang yang paling kita kasihi berpulang untuk selama-lamanya? Bisakah kita tetap memelihara iman kita kepada Kristus ketika doa-doa kita dijawab Tuhan tidak sesuai dengan keinginan kita?

Seringkali saya mendengar (dan sesekali saya juga melakukannya) orang-orang berargumentasi dengan Tuhan, "Seharusnya pasangan hidupku tidak mengkhianati aku", "Seharusnya orang tuaku masih hidup dan sehat", "Seharusnya anakku tidak sakit", "Seharusnya si A itu yang menjadi kekasihku, karena aku sangat mencintainya", "Seharusnya aku punya anak", "Seharusnya aku ini kaya raya", "Seharusnya aku hidup di kota metropolitan, bukan di kota kecil seperti ini", "Seharusnya orang-orang tidak mengucilkan aku", "Seharusnya orang Kristen itu tidak menderita", dan seharusnya-seharusnya yang lain.

Kadang kita lebih suka melihat dunia dengan kacamata kita sendiri, bukan melihat dunia dengan kacamataNya Tuhan. Rasa kecewa karena yang dipergumulkan tidak terjadi sesuai keinginan, banyak membuat orang-orang Kristen kemudian undur dari imannya. Menjual Kristus dan memilih untuk mencari jalannya sendiri.

Tapi berbahagialah bagi mereka yang tetap bertahan dan mengikut Tuhan meski keadaan sekeliling tidak membaik. Rancangan Tuhan seringkali tidak sama dengan rencana kita. Kehendak Tuhan kadang tidak sesuai dengan keinginan kita. Saat kita kehilangan orang yang kita kasihi, saat kita kehilangan pekerjaan, saat kita hidup serba pas-pasan, saat kita dijauhi oleh orang-orang sekitar kita karena sesuatu hal, saat keadaan fisik kita tidak seperti orang normal lainnya, saat kita menderita penyakit yang dokter sudah angkat tangan karenanya, saat kita mengalami penolakan-penolakan.. percayalah, Tuhan ada disana dan Dia sedang menggendong kita!

Jangan pernah kecewa jika Tuhan tidak berkata "Iya" untuk semua doa-doamu. Bukan karena Dia tidak sayang padamu, tapi Dia punya rancangan lain yang lebih indah dari yang saat ini sedang kau rencanakan. Serahkan dirimu untuk dididik oleh Tuhan. Hiduplah dalam tuntunan Tuhan setiap saat. Baik atau buruk keadaan yang kau alami saat ini, Tuhan itu tetap baik, selama-lamanya Dia baik!