Tuesday, April 15, 2008

Hubungan Pribadi Dengan Tuhan

Oleh : Angelina Kusuma

Satu tahun setelah kepindahan saya ke sebuah kota kecil di Jawa Timur yang bernama Ponorogo, saya masih membawa tabiat-tabiat keegoan saya terdahulu. Sulitnya meninggalkan kenyamanan pada kehidupan serba ada dan berteknologi tinggi di kota-kota besar yang pernah saya diami sebelumnya, membuat saya seperti orang asing ketika harus memulai hidup baru di kota yang jauh daripada mall, plaza, hiruk pikuk kemacetan, dan budaya workaholic.

Suasana kota yang lebih nyaman dan lebih tenang dibandingkan kota terakhir yang pernah saya diami, tetap membuat saya harus beradaptasi dengan ekstra di kota yang baru ini. Saya tidak bermasalah dengan keadaan kotanya. Namun kebiasaan hidup secara individu dan juga budaya acuh satu sama lain dari kota sekelas Jakarta, ternyata mampu mengasingkan saya dari budaya kota Ponorogo yang sarat dengan tata krama dan sopan santun adat Jawa yang begitu kental, hampir selama setahun berikutnya.

Proses adaptasi saya dengan kota inipun berdampak langsung dalam hal kerohanian saya. Pada awal bergereja, saya hanya menjadi jemaat mingguan. Datang ke gereja hanya untuk mengikuti Ibadah Raya, kemudian buru-buru meninggalkan ibadah setelah doa berkat selesai diaminkan. Bukan hanya kesibukan kerja baru saya yang menyita waktu. Tetapi juga keengganan saya berbaur dengan orang asing yang membuat saya jalan ditempat, menjadi jemaat yang cuek terhadap lingkungan sekitarnya.

Seiring dengan menjauhnya saya dengan komunitas rohani dan berkurangnya sahabat-sahabat didalam Kristus yang bisa menguatkan ketika saya tertimpa masalah, membuat antusias saya terhadap Firman Tuhanpun ikut terseret arus timbul tenggelam. Saya jadi lebih mudah lepas emosi, lekas suntuk ketika berhadapan dengan kesulitan sekecil apapun, dan lebih rentan terhadap perasaan tersinggung.

Minggu lalu, kebetulan ada seorang sahabat yang mengirimkan instant message di chat online saya mengenai hal serupa yang pernah saya alami setahun lalu, "Bagaimana caranya menjaga HPDT supaya tidak naik turun ?" HPDT atau Hubungan Pribadi Dengan Tuhan memang sangat rentan terombang-ambing dan naik turun. Hampir semua orang Kristen pasti pernah mengalaminya termasuk saya, anda, para nabi, pendeta, dan bahkan para murid-murid Yesus sendiri.

Saya tidak mempunyai tips jitu untuk mempertahankan HPDT agar selalu diatas atau naik. Manusia yang masih terbalut oleh kedagingan, sangat mustahil mempertahankan HPDT agar tidak padam apinya setiap saat sampai 100 % tingkat keberhasilannya. Yang saya tahu selama ini hanyalah cara keluar dari situasi yang membuat HPDT kita bermasalah.

1. Fokus Pikiran

Pengajaran ilmu psikologi duniapun selalu menyarankan agar kita berpikir positif untuk kehidupan yang lebih baik. Demikian juga fokus pikiran sangat berpengaruh terhadap HPDT kita. Pikiran-pikiran negatif sering kali membawa kita kepada perasaan malas dan enggan untuk berdoa dan membina hubungan intim dengan Pencipta kita. Selama kita tidak bisa menjaga fokus pikiran kita dan menaklukkannya dibawah kaki Yesus, selama itu pula HPDT kita akan terus menurun.

Filipi 4:8, Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.

2. Lingkungan Bertumbuh

Berapa banyak orang-orang yang takut akan Tuhan mengelilingi kehidupan kita ? Lingkungan tempat kita bertumbuh juga bisa mempengaruhi naik turunnya HPDT. Jika lingkungan kita penuh dengan orang-orang yang takut akan Dia, maka kecenderungan kita untuk memiliki HPDT yang relatif konstant akan lebih tinggi daripada mereka yang mempunyai lingkungan dengan sedikit pengikut Kristus didalamnya. Rekan-rekan sesama tersebut bisa menjadi pemacu semangat ketika kita mulai kendor dan menjadi cermin saat kita mulai menjauh dari hadapan Tuhan.

Pengkotbah 4:9-12 Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas? Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.

3. Melayani

Saat Daud mengalahkan Goliat, ia sedang dalam misi Tuhan. Tetapi ketika Daud jatuh ke dalam dosa perzinahan, ia tidak sedang melayani Tuhannya. Tugasnya sebagai panglima yang seharusnya maju berperang, ia gunakan untuk melihat pemandangan yang seharusnya tidak ia lihat di tempat permandian wanita. Ketika kita merasa egois dengan menyimpan talenta yang Tuhan berikan untuk kita sendiri, saat itu sebenarnya kita sedang membatasi hubungan intim kita dengan-Nya. Pelayanan adalah sebuah bentuk kasih kita kepada Tuhan. Orang yang mengenal Tuhannya dengan intim, akan segera mengambil tindakan untuk melayani-Nya.

Yohanes 21:15, Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."

Tiga poin penting ini sempat saya lupakan saat awal kehidupan saya selepas dari tempat tinggal saya terdahulu. Saya tidak menjaga fokus pikiran saya kepada Yesus, tidak lagi bergaul dengan orang-orang yang takut akan Tuhan, dan mulai jarang melayani karena saya hanyalah seorang jemaat mingguan. Keteledoran saya ini akhirnya membuat HPDT saya turun. Gairah saya terhadap Firman Tuhan mulai mengendor, kehidupan doa pribadi saya tersendat-sendat, dan membuat rohani saya dingin.

Pemulihan terdahap HPDT sayapun membutuhkan cukup banyak energi yang terserap. Saya mulai mengubah fokus pikiran saya dan mengutamakan Yesus dalam setiap keputusan. Kehidupan Kekristenan saya yang hanya mingguan mulai saya tambah dengan acara kelompok sel gereja, mengenal pribadi orang lain didalam Kristus di lingkungan saya, menerima lingkungan saya apa adanya, dan mulai kembali mengambil bagian dalam pelayanan.

Perubahan adalah keputusan. Tanpa tindakan, keinginan kita untuk menjaga HPDT tetap naik hanyalah sebuah impian. Tiga poin yang saya sebutkan diatas akan berlalu begitu saja jika kita tidak mempunyai tekad untuk memiliki antusias terhadap hubungan intim dengan Tuhan itu sendiri. Buang jauh-jauh ego dan sikap acuh tak acuh terhadap keadaan lingkungan sekitar. Inti dari kehidupan para pengikut Kristus adalah kasih. Dan jika kita tidak pernah perduli dengan sekeliling kita, layakkah kita mendapat perhatian istimewa dari-Nya ?

Tuhan tidak pernah menjauh dari kehidupan umat-Nya sedetikpun. Jika kita merasakan hubungan yang renggang dengan-Nya, bukan berarti bahwa Ia meninggalkan kita saat itu. Sebaliknya, seringkali kitalah yang menjauhi-Nya dengan segala macam alasan dan kegiatan dunia kita yang sama sekali tidak diperkenan-Nya.

Yang namanya sebuah hubungan, haruslah dari kedua belah pihak. Yesus sudah memberikan diri-Nya mati diatas kayu salib demi memperbaiki hubungan-Nya dengan kita. Sekarang waktu kitalah yang mengambil sikap dan tindakan untuk mendekat kepada-Nya sebagai tanda bahwa kita juga mengasihi-Nya.

Keep On Fire !





Special tx 4 Connie, PMK ITS : makasih atas kepanjangan HPDT-nya ya. Meskipun di awal aku salah nanya tentang HDPT, ternyata dirimu tetap bisa menangkap maksud hatiku hehehe.



No comments: