Tuesday, April 29, 2008

Kota Tanpa Tembok

Oleh : Angelina Kusuma

Zakharia 2:4-5, yang diberi perintah: "Berlarilah, katakanlah kepada orang muda yang di sana itu, demikian: Yerusalem akan tetap tinggal seperti padang terbuka - New King James Version, towns without walls - oleh karena banyaknya manusia dan hewan di dalamnya. Dan Aku sendiri, demikianlah firman TUHAN, akan menjadi tembok berapi baginya di sekelilingnya, dan Aku akan menjadi kemuliaan di dalamnya."


Berapa lama kita sudah menjadi orang Kristen ? Sejak lahir, sepuluh tahun, setahun, sebulan, atau baru kemarin sore ? Seringkali ketika kita sudah menyandang label Kristen dalam waktu yang cukup lama, kita akan membentengi diri kita dengan kewibawaan rohani yang terlalu eksklusif. Menganggap bahwa diri kita lebih senior daripada saudara kita yang menjadi Kristen setelah kita dan merasa tak perlu lagi membutuhkan bantuan orang lain untuk mendoakan kita atau tak perlu lagi memperbarui komitmen-komitmen kita didalam Tuhan setiap saat.

Sebagai salah satu pelayan Tuhan, dulu saya juga sering seperti itu. Saya imam musik, saya konselor, saya penulis artikel rohani, saya sudah menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh serius didalam pelayanan Tuhan sejak 9 tahun yang lalu, saya pernah bla bla bla dan bla bla bla, maka saya rasanya tak perlu ambil pusing lagi dengan kondisi ke-Kristenan saya. Saya tidak perlu maju-maju lagi jika ada altar call waktu KKR, tidak perlu lagi takut dikoreksi oleh orang lain mengenai pemahaman saya akan Kristus, tidak perlu lagi ikut kelas Bible, apalagi mendengarkan pendapat mereka-mereka yang levelnya masih dibawah saya alias yunior.

Didalam Kristus tidak ada kotak-kotak senior dan yunior. Tidak ada peran yang lebih penting dan yang tidak penting. Tidak ada yang lebih rohani dan yang kurang rohani. Juga tidak ada tembok-tembok pemisah antara jemaat lama dan yang baru, umat dengan pelayanan skala kecil seperti penerima tamu, pemegang kantung kolekte, menata kursi-kursi kebaktian, membersihkan gereja dengan umat dengan pelayanan skala besar seperti pendeta, evagelism, misionaris, imam musik, pendoa safaat, dan lain-lain. Didepan Tuhan, kita semua sama !

Ayat dalam Zakharia 2:4-5 ini merupakan kerinduan hati Tuhan untuk jemaat-jemaat-Nya. Ia rindu kita menjadi padang terbuka atau towns without walls.

Bisakah kita menjadi kota tanpa tembok-nya Tuhan ? Bukan hanya denominasi yang bisa membelah umat-Nya menjadi berbagai aliran, tetapi sikap kita sendiri terhadap lingkungan sekeliling juga bisa menumbuhkan tembok-tembok pemisah baru diantara umat-Nya. Keegoisan kita menganggap diri lebih senior, lebih berpengalaman, lebih lama menjadi orang Kristen, lebih jago pelayanan, lebih ini dan itu, tidak akan menunjukkan kualitas iman Kristen yang murni dan diperkenan oleh-Nya. Yesus datang ke dunia tidak untuk memberi demo kekuasaan-Nya tetapi memberi contoh menjadi seorang hamba untuk semua orang baik yang mau menerima-Nya maupun yang menolak-Nya. Jika Ia yang kita sembah memberi contoh demikian, masih layakkah kita mempertahankan tembok-tembok pemisah yang kita miliki untuk mengasingkan kita dengan lingkungan sekeliling ?

Yesus tidak pernah mendirikan agama diatas muka bumi. Jika kita hidup dikelilingi oleh tembok agamawi yang mati - denominasi, berarti kita belum mengenal betul siapa Tuhan yang kita sembah. Yesus tidak pernah mengajarkan kita untuk hidup dalam kecongkakan rohani. Jika kita hidup dalam ke-Kristenan yang eksklusif - sok rohani atau senior, berarti kita belum berjalan didalam kebenaran Firman Tuhan yang sesungguhnya.

Hidup didalam Yesus berarti memikul salib setiap hari. Mau diajar dan mengajar, bertumbuh, melayani dan juga diperbarui setiap saat. Tidak ada kerohanian yang terlalu tinggi sehingga tidak membutuhkan teguran Firman Tuhan secara spesifik lagi. Tidak ada manusia yang lebih jago dalam hal melayani sesamanya sehingga menimbulkan senior dan yunior antar umat Tuhan. Ajaran Kristus tidak pernah mengenal tembok agamawi maupun rohani. Ia menghendaki kita hidup sebagai padang-padang terbuka dan kota-kota yang tanpa tembok !

Mari, berbenah diri dan mempersiapkan pribadi kita bukan sebagai orang Kristen yang hidup berdasarkan rutinitas belaka dan kebiasaan agamawi yang mati. Yesus akan menjadi tembok api yang mengelilingi setiap umat-Nya. Kesibukan kita membangun tembok-tembok untuk memisahkan diri dengan lingkungan disekeliling tidak akan pernah membuat Yesus bertepuk tangan. Ia datang tanpa mempunyai tempat tinggal yang tetap - a house, tetapi Ia datang untuk memberikan diri sebagai keluarga sesungguhnya melebihi bangunan rumah nyata bagi semua orang - a home.

No comments: