Friday, December 28, 2007

Dikejar Umur dan Mengejar Kedewasaan

Oleh : Angelina Kusuma

Mengutip kalimat dari sebuah iklan di televisi, "Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan".

Tanggal 29 November 2007 kemarin mendadak ada banyak orang yang memperhatikan saya. Mulai dari SMS di handphone ketika saya bangun tidur, seharian kebanjiran ucapan di e-mail, comment dibeberapa account social network online dan blog, sampai sibuk meladeni instant message dari beberapa orang yang ada di list chat online saya. Dari pagi hingga menjelang mata saya tertutup dalam sebuah alunan mimpi ditidur malam, ada saja orang-orang yang turut bersimpati atas hari jadi saya. Ya, ceritanya tanggal 29 November itu saya berulang tahun.

Suatu hal yang merepotkan bagi saya jika ada orang yang bertanya mengenai umur. Bukannya saya tidak ingin memberitahukan umur saya kepada orang lain karena saya memang ingin menyembunyikan identitas ketuaan saya. Tetapi karena saya terlalu malas untuk memencet tombol angka-angka di kalkulator saya. Setiap kali ada orang yang bertanya mengenai umur, saya harus mengambil kalkulator, kemudian mengurangkan angka tahun sekarang dikurangi angka tahun kelahiran saya.

"Orang yang aneh", kata teman saya yang tahu bahwa saya tidak pernah bisa mengingat umur saya dengan cepat di hari ulang tahun. Ada banyak wanita didunia ini yang menyembunyikan umurnya karena takut dibilang tua. Tetapi saya justru tidak bisa mengingat umur saya dengan cepat karena saya memang tidak pernah mempermasalahkan berapapun umur saya sekarang.

"Aduh, sudah lewat seperempat abad belum menikah juga ?"
"Sudah umur sekian pendapatan kerja masih segini-segini aja ?"
"Kapan aku bisa sukses kalau sekarang masih belum bisa membeli rumah, mobil, etc ... etc ... Sementara tubuh mulai merambat keriput, pikun, dan rambut belang-belang putih."
"Kapan ya mimpiku keliling dunia terwujud sebelum masa pensiunku tiba ?"
"Sekarang belum menikah, nanti waktu pensiun tiba anak-anakku umur berapa ?"


Pernah bukan, salah satu dari kalimat-kalimat diatas menggelitik dan mengusik hidup kita ketika kita mulai terpancang di soal usia ? Tidak jarang juga kemudian banyak orang yang panik dan melakukan hal-hal bodoh karena usia yang bertambah dari tahun ke tahun sedangkan kondisi yang terjadi disekeliling bukannya bertambah baik namun bertambah terpuruk.

Karena beberapa alasan itulah, yang membuat saya tidak terlalu menganggap bahwa usia adalah suatu hal yang paling vital bagi hidup saya atau juga harus diingat terus-menerus. Usia bukanlah ukuran kedewasaan manusia. Usia yang matang belum tentu menambah kedewasaan seseorang dalam berfikir dan juga berarti kadar imannya semakin kuat didalam Tuhan. Bahkan seringkali saya menjumpai seseorang yang sudah menjelang umur 30 tahun, tetapi cara berfikirnya masih seperti anak berumur 15 tahun. Sebaliknya, saya juga pernah menjumpai anak berumur 15 tahun tetapi cara pandangnya seperti telah berumur 30 tahun.

1 Korintus 13:11, Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.

Seiring bertambahnya usia, beban dalam diri setiap manusia juga akan bertambah banyak. Jika saat bayi kita hanya bisa menangis untuk menunjukkan kepada orang-orang disekeliling kita apa yang kita mau, menanjak dewasa dengan bertambahnya kemampuan kita berbicara, berjalan, berlari, dan berfikir, maka secara otomatis kita juga akan dituntut untuk melakukan semua hal dengan kemampuan yang bisa kita perbuat tersebut. Keahlian yang kita miliki sebenarnya adalah sebuah tanggung jawab. Setiap talenta yang Tuhan berikan kepada kita itu harus kita pergunakan agar talenta itu sendiri tidak dicabut oleh-Nya.

Tetapi acap kali, kedewasaan adalah sebuah pilihan. Banyak manusia di dunia ini yang enggan meninggalkan hiruk pikuk masa kanak-kanak dan memilih untuk menjadikan setiap tahun dalam hidupnya seperti sebuah rutinitas dan kewajiban jasmani yang bertambah menua saja.

Manusia dewasa bisa membedakan antara susu dan makanan keras

Ibrani 5:12-14, Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.

Kenyangkah seorang manusia dewasa hanya dengan meminum segelas susu sehari ? Kecuali jika anda sedang diet, pasti anda tidak akan pernah meminum segelas susu setiap hari sebagai satu-satunya asupan energi bagi tubuh anda. Untuk menghidupi sel-sel tubuh yang bertambah besar dan banyak, tentunya tubuh memerlukan asupan makanan tambahan selain susu. Bentuknya juga tidak lagi cair, tetapi tubuh dewasa memerlukan makanan keras untuk menghasilkan dampak yang maksimal bagi si empunya.

Kritikan dan juga cobaan atau penderitaan dalam hidup merupakan makanan keras bagi manusia dewasa. Bagaimana sikap kita saat menghadapi kritikan tajam dari orang lain ? Apakah kita melihatnya sebagai sebuah teguran yang membangun kita atau sebuah cemooh yang menjatuhkan atau sebuah ancaman yang harus kita lawan ? Bagaimana perilaku kita saat menghadapi cobaan atau penderitaan hidup yang datang bertubi-tubi ? Apakah kita akan menganggapnya sebagai ujian kenaikan iman kita atau kita justru menyerah pada hidup dan berbalik menentang Allah ?

Kondisi nyaman seseorang tidak akan menampakkan kualitas iman dan sisi kedewasaan seseorang. Sebaliknya saat berada di kondisi terjepit dan kritis akan menunjukkan sifat asli dari orang tersebut.

Seseorang pernah berkata kepada saya seperti ini, "Jika kamu ingin tahu sifat seseorang, lihatlah saat orang tersebut diburu waktu dan terjebak dalam kemacetan."

Mulanya saya tertawa menanggapi kalimat sederhana itu. Tetapi ketika saya berada didalam sebuah bus dan sedang memburu jadwal kereta api yang akan membawa saya keluar kota sedangkan sekeliling saya macet total, barulah saya mengerti arti dari kalimat diatas. Saat terjepit waktu, mau tidak mau seluruh adrenalin saya berpacu bersama denyut jantung yang memburu dan memaksa saya harus berfikir kreatif dibawah tekanan yang benar-benar berat.

Benar adanya bahwa manusia dewasa haruslah bisa membedakan antara makanan keras dan susu. Seorang manusia dewasa bisa menelan setiap makanan keras yang disodorkan ke mulutnya sekaligus merespon cepat terhadap makanan keras tersebut didalam tubuhnya dengan bijaksana.

Manusia dewasa adalah orang yang rendah hati

Matius 23:11, Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.
Lukas 22:26, Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan.

Ketika saya berulang tahun yang ke-17, dengan bangga sambil menepuk dada dan berkata kepada orang tua saya, "Sekarang aku sudah dewasa, jadi boleh dong melakukan ini dan itu sendirian ?"

Ulah saya tersebut tentu saja membuat kedua orang tua saya terpaksa harus mengelus dada. Mempunyai seorang anak perempuan yang sedang menapaki jejak-jejak remajanya diusia 17 tahun bisa menjadi sebuah pengalaman menegangkan bagi kebanyakan orang tua. Usia yang kata dunia merupakan titik balik kedewasaan seseorang, sekaligus bisa menjadi titik kejatuhan banyak remaja karena keegoisan dan ketidak mengertian mereka akan arti dewasa, tanggung jawab, dan kebebasan yang sebenarnya.

Ketika kita berkata, "Saya sudah dewasa", sebenarnya kita belumlah dewasa. Seperti ilmu padi, ketika batang padi mulai mengeluarkan bulir-bulirnya, semakin tumbuhan itu merundukkan batang-batangnya. Ketika seseorang semakin dewasa dan banyak tahu akan ilmu dunia, tentu ia akan merasa bahwa ia masih harus banyak belajar, menimba ilmu lebih lagi, dan merendahkan diri. Semakin pongah kita akan kemampuan diri kita, itu tidak akan menunjukkan sisi kedewasaan kita. Tetapi justru menandakan bahwa kita masih berada dilevel kanak-kanak yang selalu butuh tepuk tangan orang lain untuk menjadi bahagia.

Manusia dewasa bisa berbuah

Lukas 13:6-7, Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!

Apa yang paling dinantikan seseorang yang menanam sebatang pohon anggur dikebunnya ?
Apa yang paling dinantikan para orang tua ketika anak-anaknya menginjak umur dewasa ?
Apa yang paling dinantikan oleh Yesus ketika kita sudah mengenal Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat secara pribadi ?

Buah !

Setiap tanaman berbiji, akan menghasilkan buah setelah mencapai usia yang cukup dewasa. Seorang manusia dewasa juga bisa menghasilkan karier yang bagus, tingkah laku yang baik, bisa berdikari, dan mandiri sebagai buah didikan orang tuanya. Dan yang menjadi tolak ukur apakah kita sudah cukup dewasa didalam Tuhan Yesus tentu saja buah-buah rohani yang kita hasilkan selama berdiam dimuka bumi ini.

Di hari Penghakiman Agung Yesus tidak akan bertanya seberapa sering kita masuk ke gereja dan beribadah, berapa kali kita melakukan kebaikan, dan seberapa taatnya kita kepada hukum dan peraturan ini itu. Tetapi yang Ia minta sama seperti perumpamaan tentang pohon Ara di kitab Lukas adalah buah kita. Berapa jiwa yang sudah mengenal Dia dan kita rampas dari api neraka untuk-Nya.

Banyak orang - termasuk saya pada mulanya - lebih senang berkelit kesana kemari ketika membahas tentang buah pertobatan. Sering kali kita terpancang pada sebuah asumsi bahwa tugas penginjilan adalah tugas para gembala dan juga penatua gereja. Penginjilan harus dilakukan oleh orang-orang terpelajar dan mempunyai rohani tinggi dengan segala tanda ajaib yang menyertainya.

Sekali lagi, Yesus tidak pernah membedakan umat-Nya melalui kelompok-kelompok rohaniawan dan non rohaniawan, pendeta dan jemaat, umat berkarunia dan tidak berkarunia. Tugas penginjilan atau memenangkan jiwa atau berbuah adalah tugas semua orang yang sudah mengakui bahwa Ia adalah Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Anda dan saya apapun dan bagaimanapun keadaannya mempunyai tugas yang sama untuk memberi kesaksian ini kepada mereka yang belum mengenal Yesus sama sekali.

Matius 28:19-20, Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.