Monday, September 14, 2015

Festival Payung 2015, Taman Balekambang, Solo





Oleh: Angelina Kusuma


Solo, akhirnya saya menginjakkan kaki saya kembali kesini. 6 tahun lalu, untuk pertama kalinya saya menginjak kota ini sebagai solo backpacker. Sebelumnya saya lebih suka traveling dengan menggunakan travel agent, dan Solo adalah kota pertama yang membuat saya berani keluar dari zona nyaman dan menjadi penjelajah seorang diri.

Kali ini saya kembali lagi sebagai solo backpacker ke kota Solo setelah 6 tahun berlalu. Wah, terasa sekali bedanya. Kalo dulu mendarat di kota Solo dengan hati deg-degan karena was-was, "Bisa nggak nih menjelajahi kota sendirian? Jangan-jangan nanti nyasar dijalan, nanti kecopetan, nanti nggak seru liburannya..", tapi kalo sekarang saya deg-degan karena terlalu antusias dengan petualangan apalagi yang akan saya dapatkan di kota ini haha.

Beberapa hari yang lalu, saya browsing informasi di internet tentang Sail Tomini 2015. Ah, sebenarnya saya sedikit menyesal karena saya baru menemukan website yang berisi data lengkap setiap acara yang diselenggarakan di kota-kota se-Indonesia ini. Untuk bulan September saja, ternyata saya sudah melewatkan beberapa acara keren seperti Festival Borneo di Samarinda, Indonesia World Photography Competition di Kepulauan Selayar, 2nd Nongsa Carnival 2015 di Pulau Batam, Festival Adventure Indonesia 2015 di Pulau Alor sampai Banyuwangi Beach Jazz! Argh, coba saya tahu lebih awal.. pasti saya sudah membuat jadwal khusus agar saya bisa menghadiri acara-acara tersebut satu per satu, huh!

Karena kesempatan saya untuk bisa hadir di Sail Tomini 2015 pun tipis, akhirnya saya mencari acara lain yang dekat dengan kota saya berada sekarang. Dan.. akhirnya pilihan saya jatuh pada Festival Payung Indonesia 2015 yang diselenggarakan di kota Solo mulai tgl 11-13 September 2015. Sebenarnya di Solo juga sedang diselenggarakan Solo International Performing Art (SIPA) 2015 di Benteng Vastenburg yang diikuti oleh peserta dari Indonesia, Korea Selatan, Singapura, Filipina dan Jerman -- Jerman rek, salah satu negara incaran yang ingin saya injak-injak selain Jepang dan Israel haha. Tapi dengan terpaksa saya harus memilih Festival Payung saja karena SIPA diselenggarakan mulai pukul 19.00 -- Saya ada jadwal melayani sebagai singer di ibadah raya Minggu, jadi saya hanya punya kesempatan di Solo tgl 12 September mulai pagi - sore. Setelah itu saya harus segera pulang ke rumah lagi untuk mempersiapkan diri untuk pelayanan esok harinya.

Saya pikir, saya hanya akan ada di Festival Payung selama 1-2 jam -- Setelah itu saya ingin menjelajah sisi lain kota Solo, tapi nyatanya saya betah ada disana selama 4 jam! Acaranya cukup bagus, diikuti oleh negara Indonesia, Thailand dan Jepang. Buat para pecinta seni dan budaya, acara seperti ini pasti sangat ditunggu-tunggu. Disini, pengunjung tak hanya disuguhi seluk beluk per-payung-an tapi juga ada pementasan tari-tarian tradisional, modern dance, fashion show, pertunjungan musik tradisional hingga pameran dan lomba fotografi. Plus, di Taman Balekambang Solo pengunjung juga bisa bercengkrama dengan  para rusa, kalkun dan itik-itik yang memang sengaja dilepas bebas disana -- Binatang-binatang itu sangat jinak dan sudah terbiasa ada di hiruk-pikuk manusia karena mereka hidup di Taman Balekambang sejak lama.

Salah satu pertunjukan yang menarik perhatian saya adalah musik tradisional yang dibawakan oleh perwakilan kota Bengkulu. Mereka membawa alat musik tradisional mereka yang bernama Dol dan Tasa. Musiknya sendiri bernuansa perkusi dan melodi. Saya terkesima melihat aksi mereka yang penuh energi dan dinamis.

Yang membuat pertunjukan musik Bengkulu ini menarik buat saya karena adanya kemiripan musik mereka dengan pertunjukan musik trasidional yang pernah saya saksikan bulan Mei kemarin di Meiji Jinggu Shrine - Tokyo, Jepang. Bentuk alat musiknya hampir sama -- sejenis bedug -- dan cara memainkan musiknyapun mirip, suara yang dihasilkan keduanya juga mirip. Bedanya, serangam yang dipakai oleh para perwakilan Bengkulu ini lebih semarak dan ada tambahan suara gitar, seruling dan rebana dalam musik mereka. Jadi buat saya, rasanya lebih 'hidup' daripada musik Jepang hehe. Saya bersyukur karena saya bisa menghadiri pagelaran budaya bertaraf internasional ini. Nggak cuma turis lokal saja, turis-turis manca negarapun terlihat mondar-mandir dan menonton pertunjukan di Festival Payung 2015 dari awal sampai akhir. Wow, saya bangga menjadi warga negara Indonesia!

Negara kita kaya akan budaya. Sangat disayangkan jika budaya-budaya yang unik itu lenyap dari negara ini karena generasi mudanya tidak mau melestarikannya. Contoh kecil saja, bagaimana kita menyebut negara kita itu menunjukkan seberapa kita perduli dengan negara ini. Tak jarang saya mendengar orang-orang menyingkat Indonesia menjadi Indo atau Indon. Duh, itu saja sudah membuat saya 'sakit'. Indonesia, ya Indonesia! Jangan sebut dengan istilah yang lain.

Zaman sekarang juga muncul bahasa-bahasa alay yang membuat saya mengernyitkan kening saat mendengarnya. Woles, mehong, ya sutralah, x untuk menggantikan akhiran 'nya', susunan bahasa seperti 'aDuH PuSinQ PaLa BabI', dll.. Ckck, bahasa yang menurut saya norak! Kalo Bahasa Indonesia saja tidak bisa kita hargai keberadaannya, bagaimana kita bisa mencintai negeri ini?

Ada teman yang mengkritik saya saat saya melakukan solo backpacker ke Jepang Mei lalu. Katanya, "Indonesia aja belum selesai kamu jelajahi, kenapa liburan ke Jepang? Sok luar negeri kamu itu."

Hmm, benarkah orang yang suka berlibur ke luar negeri lantas bisa di cap tak cinta Indonesia? Tunggu dulu! Saya berlibur ke Jepang sendirian alias solo backpacker, tanpa bantuan travel agent -- Itu keren bukan? haha. Selama disana saya menginap di Cabin Hotel yang masih jarang ada di Indonesia. Itu memberi saya pengalaman baru, seumur hidup ya baru kali itu tidur di kasur yang 'ditumpuk' bareng banyak orang tapi nggak boleh berisik hihi. Kemudian saya juga menjajal Guest House, yang membuat saya bertemu bule Mexico dan sampai sekarang kami berteman di Facebook. Saya promosikan Indonesia ke dia selama saya tinggal dengannya 2 hari di Tokyo. Trus, saya juga menginap di Ryokan, Lake Kawaguchiko -- Rumah tradisional Jepang yang kasurnya pakai Futon, persis di film Doraemon. Disana saya bertemu bule dari California. Dia pernah menjelajah Thailand, tapi dia mendadak berhenti membanggakan pantai-pantai Thailand ketika saya menyuruhnya browsing Raja Ampat, Papua, Indonesia -- Sekarang kami juga berteman di Facebook dan dia memberikan saya alamat email-nya agar kami tetap bisa berkomunikasi. Saya juga berkenalan dengan orang Jepang asli dari Hokkaido saat kami sama-sama menjelajah Tokyo Imperial Palace. Si Jepang ini sekarang ada di LINE, Instagram dan Facebook saya. Dia selalu memberi apresiasi yang positif setiap kali saya mengunggah foto tentang Indonesia -- Bahkan, meski itu hanya foto Sandal Swallow saya yang imut!

Pengalaman berkesan lain juga saya dapat ketika saya transit di Malaysia waktu berangkat dan pulang ke Indonesia dari Jepang. Saya menyempatkan diri untuk keluar area bandara KLIA 2 saat menunggu penerbangan selanjutnya dari Kuala Lumpur ke Narita, Tokyo. Karena saya keluar bandara, saya harus melewati pemeriksaan imigrasi untuk masuk kembali ke bandara. Huf, entahlah ini hanya perasaan saya atau kebetulan saja terjadi -- Petugas imigrasi memandang sinis karena saya membawa Paspor Hijau. Tapi begitu beliau tahu bahwa saya memegang visa ke Jepang dan saya juga menunjukkan boarding pass saya ke Narita, Tokyo, wajah sinisnya mendadak sirna haha. Saat pulang juga begitu. Pramugara pesawat memberi saya senyum lebih 'istimewa' dibanding ke penumpang yang lain saat beliau menyobek boarding pass saya yang ada connecting flight dari Narita, Tokyo -- Iseng gitu, boarding pass saya dari Jepang sengaja saya taruh dibawah boarding pass ke Surabaya haha!

Nasionalisme tak harus dinyatakan dengan hanya 'berputar-putar' di Indonesia saja. Saya malah punya pendapat bahwa WNI seharusnya juga berlibur ke luar negeri agar dunia luar tahu bahwa kita juga 'mampu' dan setara dengan bangsa-bangsa lain dalam hal perekonomian. Bawa nama baik Indonesia ke negara lain dan promosikan Indonesia lewat santun sikap dan tingkah lakumu.

Saya bangga dengan budaya Indonesia. Saya cinta Indonesia. Menjelajahi Indonesia dan dunia adalah cara saya untuk menunjukkan rasa bangga dan cinta saya akan negeri ini. Bagaimana dengan kamu?

Selamat menjelajah!

No comments: