Thursday, August 18, 2016
Kisah dari Gunung Rinjani
Oleh: Angelina Kusuma
Gunung Rinjani, akhirnya saya berhasil menapakkan kaki disana. Gunung yang satu ini memang benar-benar cantik. Hampir sepanjang jalan mata saya dimanjakan oleh berbagai pemandangan indah yang tak pernah sama. Meskipun saya dan tim harus mendaki berjam-jam setiap hari, rasanya semua pegal dan rasa capek di tubuh terbayar lunas!
Kami mengawali pendakian Gunung Rinjani dengan rute Sembalun - Plawangan - Segara Anak - Senaru dengan estimasi waktu 4H3M. Semua berjalan lancar, hampir tidak ada kendala yang berarti...sampai pada akhirnya kami tiba di Senaru.
Saat di Sembalun, Plawangan (Sembalun) dan Segara Anak, kami sering bertemu dengan pendaki-pendaki dari berbagai daerah di Indonesia. Perbandingan antara pendaki lokal dan internasional 60:40. Tapi saat kami mulai mendaki Senaru untuk pulang, terlihat lebih banyak turis-turis internasional yang berani melewati rute ini.
Dari Segara Anak ke Plawangan Senaru, kami harus menempuh jalanan mendaki yang terjal penuh dengan batu-batu besar. Dari Plawangan Senaru ke Pos 3 Senaru, jalanan menurun dengan pasir licin yang membuat kami beberapa kali harus jatuh bangun terpeleset. Jalur Senaru memang lebih berat dibandingkan Sembalun. Mungkin karena alasan ini kenapa jalur Senaru lebih banyak disukai turis internasional daripada pendaki-pendaki lokal.
Ketika kami turun dari Plawangan Sembalun ke Segara Anak, kami bertemu dengan seorang pendaki dari UGM Jogja. Dia sudah memberi kami sebuah 'peringatan' saat tahu bahwa kami akan pulang lewat jalur Senaru esok harinya. Katanya, "Nanti kalo ada yang 'ngisengin' di Senaru, cuekin aja"
Kami tiba di Plawangan Senaru sudah hampir jam 5 sore. Tapi karena persediaan logistik yang menipis, kami harus mencapai Pos 3 Senaru baru bisa mendirikan tenda. Nah, saat melintasi beberapa pendaki lokal yang sudah bersiap mendirikan tenda disekitar Plawangan Senaru, mereka juga memberikan kami 'peringatan' kedua, "Jangan mendaki setelah jam 6 sore"
Wah, andai saya bisa menghentikan waktu, saya sebenernya juga ingin segera berhenti mendaki, mendirikan tenda disitu dan bersembunyi di sleeping bag saya yang nyaman. Tapi apa boleh buat, kami harus segera menuju Pos 3 Senaru agar kami tak perlu kebingungan dengan logistik untuk esok hari.
Perjalanan dari Plawangan Senaru ke Pos 3 Senaru terasa beda dari perjalanan-perjalanan kami sebelumnya. Kesunyian di sore itu terasa sedikit mencekam. Ya, biasanya kami mendaki dengan suasana ramai. Bertemu dengan banyak pendaki-pendaki baik lokal maupun turis internasional. Tapi sore ini, hanya kami bertujuh yang berjalan tersaruk-saruk menyibak pasir-pasir licin di bawah sepatu-sepatu kami.
Saya berjalan diurutan no. 2 dari belakang. Hidung saya sudah mulai mengalirkan air, tanda bahwa saya sudah terlalu banyak menggunakan tubuh saya melebihi kapasitasnya sore itu. Normalnya, saya tak bisa menghirup bau apa saja jika hidung saya sudah demikian. Tapi kenyataannya, saya bisa membau 'sesuatu' yang wangi lewat disekitar kami. Nggak cuma sekali, tapi sampai tiga kali! Teman saya dibelakangpun akhirnya angkat bicara, "Kok baunya wangi ya?" Haiss, tak perlu dikomando lagi...kami bertujuh berjalan hampir setengah berlari menuju Pos 3 Senaru. Dan puji Tuhan...kami selamat sampai disana tanpa kekurangan sesuatu apapun. Meski wajah udah pucat pasi semua hahaha.
Di Pos 3 Senaru, hanya ada 2 grup yang berkemah. 1 grup lain berkemah diatas bukit dan tenda kami berdiri dibawahnya. Mereka adalah pendaki-pendaki asal dari Madura. Guide saya cukup bijaksana menyikapi ketegangan yang kami alami selama perjalanan menuju Pos 3 Senaru ini. Malam itu kami menghabiskan waktu untuk membuat api unggun dan saling bercanda sambil menikmati makan malam berlauk ikan yang berhasil kami pancing dari Segara Anak tadi pagi *Padahal 2 malam sebelumnya, begitu kami sampai di tempat yang dituju, kami segera masuk ke tenda masing-masing dan tidur.
Sekitar pukul 11 malam, barulah kami bertujuh kembali ke tenda. Saya dan 2 orang teman wanita lainnya masuk ke tenda yang ditengah, diapit oleh 2 tenda lain untuk pendaki laki-laki.
Hoff, ketegangan belum berakhir...
Malam di Senaru ini terasa lebih dingin dan basah! Mungkin karena disekitar tempat kami berkemah dikelilingi banyak pohon-pohon besar dan rapat. Tak ada lagi suara cekikikan pendaki seperti yang biasa terdengar di Plawangan Sembalun dan Segara Anak. Yang ada hanyalah kesunyian.
Saya tak bisa menutup mata saya dengan segera. Begitu juga 2 teman wanita saya. Tidurpun kami gelisah. "Ok, Angel...this is the time to war!", kata saya dalam hati. Saya kutip beberapa ayat Alkitab agar roh saya kembali tenang. Sebelumnya saya juga berdoa untuk kedua orang tua saya di Ponorogo, adik saya yang ada di Surabaya, teman-teman dan orang-orang yang berarti dalam hidup saya.
"Sebab sesungguhnya, Dia yang membentuk gunung-gunung dan menciptakan angin, yang memberitahukan kepada manusia apa yang dipikirkan-Nya, yang membuat fajar dan kegelapan dan yang berjejak di atas bukit-bukit bumi--TUHAN, Allah semesta alam, itulah nama-Nya" Amos 4:13
Ayat di Amos 4:13 ini membuat saya damai. Sebelum saya berhasil mencapai Gunung Rinjani, ada beberapa 'kegaduhan' yang terjadi. Mulai dari Gunung Bromo erupsi, Gunung Baru Jari (Anak Rinjani) erupsi sampai kasus penutupan Bandara Lombok. Semua masalah akhirnya teratasi dan saya bisa menginjakkan kaki disini. Jika tidak ada campur tangan Tuhan, mustahil terjadi. Atas izin Dia, saya ada di Rinjani...dan atas seizin Dia pula, saya akan kembali ke rumah dengan selamat. Kepercayaan masyarakat Jawa menyatakan bahwa tempat-tempat tertentu di muka bumi ini pasti ada yang menjadi penjaganya (gaib). Kadang kita disuruh izin dulu sama 'sing mbaurekso' jika hendak memasuki tempat-tempat yang wingit (angker) kan?
Ah, saya lebih suka minta izin langsung ke Sang Penciptanya saja! Seluruh jagad raya ini milik Bapa saya, so saya tak perlu takut lagi sama 'sing mbaurekso' itu tadi :).
Pelajaran yang saya dapat dari Gunung Rinjani: dimanapun kamu berada, bawalah selalu 'pedang Roh' bersamamu. Efesus 6:17, "dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah"
Disaat orang lain tak bisa membantu saya, ayat-ayat Alkitab itulah tempat saya memperoleh kekuatan kembali.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment