Tuesday, June 30, 2009

Bersenda Gurau

Oleh : Angelina Kusuma

Amsal 26:18-19, "Seperti orang gila menembakkan panah api, panah dan maut, demikianlah orang yang memperdaya sesamanya dan berkata: "Aku hanya bersenda gurau."

Sebuah ilustrasi di buku jenaka berkisah demikian:

Ada seorang bapak-bapak sedang dikejar para penagih hutangnya yang jatuh tempo. Suatu petang, dua orang bertubuh kekar mendatangi rumahnya dan membuat si bapak ketakutan. Ia berkata kepada anaknya, "Nanti jika ada orang yang mencari bapak, bilang kalo bapak sedang pergi ke Balik Papan ya." Si anak yang masih polos itu mengiyakan kata-kata bapaknya. Kemudian saat dua orang bertubuh kekar itu mengetuk pintu rumah mereka, si anak menyambut para tamu dan mengatakan kepada mereka, apa yang telah dipesankan bapaknya sebelumnya. Tak berapa lama si bapak terkaget-kaget karena kedua tamunya itu tidak pergi dari rumah tapi justru bisa menemukan tempat persembunyiannya. Dengan kesal, ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang sebenarnya sudah kau katakan kepada mereka tadi?" Si anak menjawab, "Seperti pesan bapak, aku bilang bapak sedang pergi ke balik papan" (sambil menunjuk balik pintu - papan, tempat bapaknya pergi)...

Tidak semua orang bisa menangkap maksud dari perkataan kita dengan baik sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kita berkata A dengan maksud A, bisa jadi orang lain akan menangkap maksud B dari perkataan A yang kita ucapkan tadi. Seperti inti dari ilustrasi diatas, si bapak menunjuk arti 'pergi ke Balik Papan' sebagai bepergian ke kota Balik Papan, tapi si anaknya menangkap kata-katanya sebagai pergi ke balik papan dalam artian yang sesungguhnya, yaitu ke balik pintu (pintu = papan juga kan? hehehe).

Perbedaan cara berpikir, latar belakang kehidupan, usia, pengalaman hidup, dan lain-lain, sangat mempengaruhi cara kita menangkap maksud dan tujuan dari sebuah permasalahan yang sedang kita hadapi. Tak jarang banyak orang berselisih paham dengan sesamanya hanya karena salah menangkap kata-kata yang diucapkan.

Masih segar juga diingatan saya mengenai talk show yang dikemas secara komedi di sebuah stasiun televisi swasta Indonesia yang pernah menuai protes dari beberapa kalangan masyarakat karena guyonan yang dilontarkan para host acaranya dinilai terlalu menyinggung orang-orang tertentu dan pernah dihentikan siarannya selama beberapa bulan karena terbukti melanggar peraturan undang-undang tentang penayangan siaran televisi. Kasus ini membuktikan bahwa tidak semua kata-kata yang diucapkan itu bisa berdampak positif dan tidak semua hal yang kita maksudkan hanya untuk bersenda gurau itu bisa membuat orang lain tertawa dan terhibur pada akhirnya.

Orang yang suka menghibur orang lain itu baik. Tapi tidak semua kata-kata yang dimaksudkan untuk bersenda gurau itu membangun ke arah yang benar. Kita harus melihat apakah lawan bicara kita cukup 'sehat' untuk diajak bersenda gurau atau tidak, agar meniadakan kesalah pahaman dikemudian hari. Firman Tuhan di Amsal 26:18-19 juga menegaskan bahwa orang yang suka bersenda guraupun bisa menjadi seperti orang gila yang menebarkan bencana/maut karena tindakannya tersebut (nj@coe).

Berhati-hatilah menjaga mulutmu. Setiap kata yang keluar daripadanya laksana dua mata pedang yang bisa menyembuhkan sekaligus membunuh.



Monday, June 22, 2009

Langsung Bergerak Dan Berdiam Diri

Oleh : Angelina Kusuma

Yohanes 11:20, Ketika Marta mendengar, bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkan-Nya. Tetapi Maria tinggal di rumah.

Yohanes 11:28-29, Dan sesudah berkata demikian ia pergi memanggil saudaranya Maria dan berbisik kepadanya: "Guru ada di sana dan Ia memanggil engkau." Mendengar itu Maria segera bangkit lalu pergi mendapatkan Yesus.

Kemurnian iman manusia diuji ketika ia mengalami berbagai pencobaan dalam hidupnya. Apakah seseorang itu termasuk manusia yang hanya mengaku-ngaku cinta kepada Tuhan atau apakah ia memang benar-benar cinta kepada Tuhan 100%, akan dibuktikan saat mereka ditantang menghadapi masalah-masalah dihidupnya.

Marta dan Maria adalah dua bersaudara yang mempunyai sikap dan perilaku berbeda ketika mereka dihadapkan pada masalah yang sama. Marta, tipe manusia yang sok sibuk bin repot dalam segala hal. Ia lebih mengedepankan kuantitas dan mengikuti apa yang dirasa dan dilihatnya baik untuk menyelesaikan masalahnya. Ketika saudaranya Lazarus meninggal dan mengetahui bahwa Yesus datang untuk melihatnya, Marta tampil pertama kali untuk mendapatkan-Nya.

Berbeda dengan Marta yang langsung bergerak begitu menghadapi masalah, Maria mengambil sikap yang lebih tenang. Maria tidak sibuk dengan usaha duniawinya seperti Marta, tapi ia memilih untuk tinggal di dalam rumah dan baru datang mendapatkan Yesus setelah Ia sendiri memanggilnya!

Sering kali, bukankah kita juga ingin secepat mungkin mendengarkan jawaban atas doa-doa atau mendapatkan sesuatu yang sudah lama kita idam-idamkan di dunia ini? Banyak orang Kristen yang berdoa cukup 5 menit saja ketika ia berada dalam keadaan nyaman, dan bisa berdoa sepanjang 5 jam ketika ia mempunyai masalah. Banyak orang-orang yang mencari Tuhan ketika mereka sedang terjepit penderitaan, kemudian mudah mengucapkan, "Sayonara..." kepada-Nya setelah ia memperoleh semua yang diinginkannya. So, siapa yang salah jika kita lebih sering masuk ke dalam pencobaan dari pada mendapatkan hidup yang tenang dan nyaman setiap hari?

Hidup kita ditentukan oleh setiap pilihan yang kita buat. Tuhan tidak pernah lari dari tanggung-jawab-Nya kepada kita. Yang membuat-Nya tampak 'terbatas' melakukan mukjizat-mukjizat di hidup kita adalah sikap yang kita pilih sehari-harinya. Ketika kita mengambil sikap untuk tetap memberi-Nya posisi terutama dalam hidup kita, melibatkan-Nya di setiap aktivitas kita, dan membiarkan-Nya mengontrol kita seutuhnya, kita tidak akan pernah kesulitan dalam menghadapi dunia ini. Sebaliknya, ketika kita mulai mengandalkan diri sendiri, kita sudah cukup pandai untuk membuat hidup kita tampak begitu rumit dan berantakan!

Saya sering mendengarkan sharing dari sahabat-sahabat yang sedang kebingungan dalam menghadapi orang tuanya, study-nya, kisah relationship-nya, pernikahannya, anak-anaknya, pekerjaannya, lingkungan pergaulannya, dsb, dan ketika saya bertanya, "Bagaimana hubunganmu dengan Bapamu di Surga" kepada mereka, hampir semuanya menjawab, "Ehm...agak kurang baik sie..."

Ah, bagaimana mungkin kita bisa terlepas dari masalah jika kita tidak melibatkan Sang Penguasa dunia ini untuk menyelesaikannya?

Orang-orang yang tidak pernah risau dalam hidupnya hanyalah mereka yang mempunyai hubungan harmonis dengan Bapanya di Surga. Mereka-mereka yang aktif melibatkan Tuhannya dalam keadaan nyaman maupun kurang nyaman dan menempatkan Yesus sebagai satu-satunya fokus yang harus mereka kejar, bukan hal-hal lain yang lebih sering diinginkan oleh sekelilingnya. Orang-orang yang seperti ini, jarang sekali mengeluh soal masalah-masalah dihidupnya kepada saya. Sama seperti Maria yang tidak sibuk atau mudah bingung dan bimbang ketika masalah datang menyapanya, tapi tetap mempercayai Tuhan dan baru bertindak setelah ia mendengar panggilan-Nya, Tuhan yang ia hormati.

Saat menghadapi pencobaan, sikap manakah yang sering kita lakukan? Sikap seperti Marta yang terburu-buru ingin segera menyelesaikan masalahnya dan langsung bergerak tanpa meminta petunjuk dari Tuhan lebih dulu atau sikap seperti Maria yang lebih memilih tinggal berdiam diri, dan baru bertindak setelah Tuhan memberinya perintah? Hasil akhir dari penyelesaian masalah bukan tergantung dari seberapa usaha jasmani yang sudah kita lakukan tapi bergantung penuh pada seberapa banyak kita melibatkan Tuhan didalam semua masalah-masalah itu.

Pilihlah hari ini, kesibukan mengeluh tentang masalah-masalah yang anda hadapi dan kebingungan bertanya kesana-kemari mencari bala bantuan kepada sesama manusia yang tidak sempurna, atau duduklah berdiam diri, berdoa, sampai Bapamu di Surga memberikan petunjuk apa yang harus anda lakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah itu dengan cara-Nya (nj@coe).

Wednesday, June 17, 2009

Slampir/Kedung Malem Waterfall Madiun
















Date: 16 June 2009
Location: Desa Kare, Kec. Kare, Kab. Madiun
Photographer: Angelina Kusuma
Camera: Power Shot A590 IS


Sunday, June 14, 2009

The Power Of Nothing

Oleh : Angelina Kusuma

Saat kita mendengar kata nothing, yang terlintas pertama kali dalam pikiran kita biasanya adalah segala sesuatu yang bermakna negatif seperti tidak ada, kekurangan, atau kosong. Namun kata nothing yang dalam bahasa Inggris artinya tak satupun, sama sekali tidak, bukan apa-apa, nihil, dan nol itu, bisa memiliki power positif bagi manusia jika kita menerapkannya pada sisi kerohanian untuk menunjukkan kerendahan hati kita kepada Tuhan.

Acara pemakaman Ibu Lidya yang merupakan mama dari sahabat saya, Roni, mungkin akan menjadi acara pemakaman pertama paling uedan yang pernah saya hadiri. Bagaimana tidak? Hampir di setiap acara pemakaman, baik itu yang dilakukan di gereja, di rumah ibadah lain, maupun di rumah biasa, kebanyakan menorehkan duka dan kesedihan bagi kerabat dan sahabat-sahabat dekat yang ditinggalkannya. Acara pemakamanpun biasanya dihiasi dengan muka-muka kuyu dan tetesan air mata meratapi dia yang telah pergi untuk selamanya. Tapi di acara pemakaman Ibu Lidya ini, justru menjadi sebuah acara pemakaman penuh dengan tawa riang, muka-muka gembira, dan sorak-sorai kemenangan!

"Wah, ada apa dengan orang yang meninggal itu?", pasti anda akan berpikir demikian, seperti apa yang saya pikir saat menghadiri acara pemakaman nyleneh itu.

Sosok Ibu Lidya bukanlah wanita angkuh yang dibenci oleh lingkungan sekitarnya sehingga saat kematian beliau disambut dengan kegembiraan oleh yang lainnya. Beliau adalah seorang ibu yang sangat mengasihi dan dikasihi oleh suami dan anak-anaknya, aktivis gereja, dan begitu populer dikalangan tetangga dan saudaranya baik itu yang sekepercayaan kepada Yesus seperti beliau maupun yang bukan. Kepergian beliau tentu membuat orang-orang yang dekat dengannya merasa kehilangan juga. Namun, beliau sudah berhasil menanamkan satu prinsip dalam keluarganya tentang prinsip nothing to lose yang benar, sehingga saat beliau pergi, pulang ke rumah Bapanya, keluarganya bisa melepasnya dengan sukacita.

Roni sahabat saya tersenyum ketika saya berpendapat bahwa keluarganya benar-benar keluarga yang aneh menghadapi kematian mama tercintanya. Katanya, "Mama mengajari kami bahwa setiap kami sebenarnya tidak punya apa-apa di dunia ini. Mama, papa, kakak, adik, sahabat-sahabat, saudara, tetangga, harta, pekerjaan, atau apapun itu, adalah milik Tuhan yang dititipkan kepada kita. Meski kita mencintainya dengan segenap hati, ketika Sang Pemilik sahnya datang untuk mengambil, kita harus mengembalikan 'pinjaman' itu dengan gembira, artinya tugas kita menjaga pinjaman itu selama ada di tangan kita telah selesai bukan? So, kenapa harus sedih dan berduka karena kepergiaan mama? Mama tidak pernah hilang dari kami karena kami memang bukan pemilik mutlaknya. Ia telah kembali kepada Bapanya di Surga sekarang, karena mama adalah milik-Nya. Makanya kami juga melepasnya dengan gembira. Mama akan lebih bahagia di samping Pemilik Agungnya dari pada bersama kami di dunia ini kok..."

Indahnya...

Andai semua orang mempunyai power of nothing seperti Roni dan keluarganya ini, pasti dunia akan lepas dari segala imbas penderitaan jasmani. Yang membuat masalah bertambah runyam dan kehilangan menjadi momok bagi setiap orang, karena adanya kesalahan pola pikir pada manusia itu sendiri.

Ketika kita menempatkan diri kita sebagai pemilik atas apa yang kita punyai di dunia ini, maka kita akan terjepit ke dalam masalah yang kita buat sendiri ketika Tuhan mengambilnya satu per satu. Tapi jika kita menempatkan diri kita sebagai nothing di hadapan Tuhan dan Ia adalah segalanya, kita tidak akan pernah kehilangan apapun di dunia ini.

Kebahagiaan sejati bukan karena kita bisa mendapatkan semua yang kita inginkan, tapi kebahagiaan sejati ada saat kita tidak pernah merasa kehilangan apa-apa saat yang kita punyai kembali kepada Pemiliknya yang sebenarnya (nj@coe).

Friday, June 12, 2009

Art Gallery














Date: 3 June 2009
Location: House Of Sampoerna Surabaya
Photographer: Angelina Kusuma
Camera: Power Shot A590 IS



Berani 'Gila' di Saat Krisis

Oleh: Angelina Kusuma

Saya mendengar istilah, "Jika satu pintu tertutup, artinya pasti ada pintu-pintu lain yang sudah terbuka" atau "Jika Tuhan mengambil satu milikmu yang berharga, artinya Tuhan sudah menyiapkan penggantinya yang jauh lebih baik" sejak lama. Namun untuk menghadapi masa-masa menunggu pengganti yang lebih baik itu datang, pikiran dan perasaan kita lebih sering tertutup kesedihan akan kehilangan atau kesendirian yang kita alami sebelumnya dari pada percaya penuh kepada janji-janji Tuhan. Iya tidak?

Saat ini saya sedang mengalami 'kehilangan'. Tempat usaha saya 3 tahun belakangan yang merupakan sumber pemasukan bagi keluarga, tergusur, karena si pemilik rumah kontrakan menghendaki kenaikan tarif sewa yang tidak bisa saya bayar. Si pemilik hanya memberi waktu 2 bulan sebelum masa kontrak benar-benar berakhir agar saya dan keluarga memutuskan untuk pindah tempat atau membayar tarif sewa baru yang ditetapkannya.

Menghadapi kondisi yang serba tak enak ini, awalnya saya dilanda khawatir. Di satu sisi, saya ingin mempertahankan usaha saya di tempat awal berdiri mengingat mencari pelanggan di masa seperti sekarang ini tergolong sulit. Tapi disisi lain, saya merasa tidak mungkin sanggup membayar uang sewa kontrakan yang naik lebih dari dua kali lipat itu.

Saya berdoa singkat, "Bapa, unit usaha ini bukan milikku, tapi kepunyaan-Mu. Aku hanya pengelola sementaranya di bumi. Telah banyak kudengar, orang-orang yang melayani-Mu sungguh-sungguh, selalu mendapatkan pertolongan tepat waktu. Sekarang, jika Engkau mau mengambil semua ini dari tanganku, ambillah. Hanya saja jangan buat aku malu di depan keluarga dan teman-temanku yang belum mengenal Engkau. Jangan sampai mereka berpikir, karena-Mu (aktif melayani pekerjaan Tuhan) aku kehilangan unit usaha yang menjadi sumber pendapatan keluarga dan biaya kuliah adikku."

Latar belakang keluarga saya memang bukan 100% Kristen. Bahkan saat ini, saya adalah satu-satunya orang yang percaya penuh bahwa Yesus itu Tuhan dan Juruselamat dunia di keluarga ini. Di tahun-tahun pertama sejak kembalinya saya ke rumah (saya mengalami proses Lahir Baru ketika saya kuliah di luar kota), saya tidak bebas beribadah kepada Tuhan. Jangankan aktif melayani, bisa ke gereja di hari Minggu saja, itu sudah puji Tuhan.

Mulai tahun kedua hingga sekarang, barulah Tuhan melembutkan hati setiap anggota keluarga saya hingga saya bisa kembali aktif di pekerjaan-Nya seperti saat awal-awal saya mengenal Dia. Jika saya mulai terlibat di komsel, ibadah-ibadah doa, sampai beberapa kali memegang pelayanan di gereja, semua itu hanyalah kasih anugerah yang diberikan oleh Tuhan sendiri kepada saya. Karena untuk menuju ke sana, buat saya pribadi memang tidak mudah dan saya tidak mampu melakukannya seorang diri, mengakui 'perbedaan' di tengah-tengah keluarga yang belum percaya kepada Yesus itu.

Beberapa hari setelah menerima kabar dari pemilik rumah bahwa saya harus memilih antara membayar tarif sewa yang naik dua kali lipat lebih atau pindah tempat, suasana di rumah saya kembali agak memanas. Karena dari unit usaha ini merupakan satu-satunya sumber pendapatan untuk membiayai adik saya kuliah, tentulah orang tua saya mulai kembali menegang menghadapi kenyataan bahwa tempat usaha ini diambang krisis.

Anehnya, justru di saat genting seperti itu, saya masih berani berpikir 'gila'. Siang hari ketika rumah dalam keadaan sepi (saya biasa kerja di sore sampai malam hari), saya mengambil buku catatan dan mulai berangan-angan. Dalam angan-angan saya siang itu, saya menuliskan semua hal yang ingin saya lakukan di tempat usaha saya yang di tempat lama mustahil dilakukan karena kurangnya lahan (tempat usaha saya yang lama hanya sebuah ruangan berukuran 3 m x 3 m, tidak ada kamar mandi dan tidak ada dapur). Siang itu saya menulis bahwa saya ingin membuka cafe di tempat usaha saya lengkap dengan perlengkapan dan menu-menu makanannya. Selesai menulis hal-hal 'gila' yang ada dipikiran, akhirnya saya bisa tertidur lelap!

Sorenya dalam perjalanan ke tempat kerja, tiba-tiba mami saya tergerak untuk membelokkan sepeda motor yang kami kendarai ke sebuah bangunan rumah di pinggir jalan bertulis, 'dikontrakkan'. Saya cukup terkesima melihat bentuk bangunan rumah itu. Dari luar terlihat lumayan bagus dan cocok untuk tempat usaha baru saya. Ketika mami bertanya apa tempat itu kira-kira cocok sebagai tempat pengganti rumah kontrakan yang lama, saya hanya menanggapinya, "Ya, coba aja nanya ke pemiliknya kali aja benar dikontrakkan."

Keesokan harinya, saya bertandang ke rumah itu dengan kedua orang tua saya yang sudah menyatakan setuju lebih dulu jika tempat itu dikontrak untuk pengganti tempat yang lama. Calon tempat baru yang akan kami sewa ini luas lantai satunya sekitar 5 m x 5 m untuk tempat usaha, ada satu dapur, satu kamar mandi, dan satu kamar kosong. Masih ada juga lantai dua yang berisi satu tempat mencuci dan menjemur pakaian serta satu kamar kosong. Menurut pemiliknya, rumah ini dulunya merupakan bekas bangunan sebuah rumah makan sehingga bagian dalamnya masih ada interior-interior pemanis ruang seperti air mancur dan ornamen-ornamen lainnya.

Angan-angan 'gila' yang saya tulis di buku catatan saya sebelumnya ternyata begitu persis terjadi di tempat baru yang saya temukan ini. Saya menulis tentang cafe dan Tuhan langsung memberi saya tempat bekas rumah makan! (cafe dan rumah makan, mirip bukan?). Tak hanya itu, di tempat baru ini, tarif sewanya juga 1,5 juta lebih hemat setahun dari pada tempat yang lama, dengan fasilitas yang jauh lebih lengkap.

Sampai saat ini, kadang saya masih terheran-heran dengan cara kerjanya Tuhan. Yang hanya ada di angan-angan saya dan yang mustahil sekalipun, sanggup Ia jadikan dalam waktu yang super singkat. Dan yang lama, yang sudah usang, bisa diganti-Nya dengan yang lebih besar, jauh lebih murah, lebih bagus, dan lebih memadai fasilitasnya.

Oh, how great our God? Begitu kreatif mukjizat-mukjizat-Nya dan layak diterima oleh anak-anak kesayangan-Nya seperti kita, yang tetap menujukan pandangan ke arah-Nya di saat krisis terjadi. Haleluya!! (nj@coe).

Monday, June 08, 2009

Kesetiaan dan Pengabdian Seekor Anjing

Oleh : Angelina Kusuma

Istilah a dog is man's best friend mungkin ada benarnya. Kamis malam kemarin saya bertandang ke rumah salah seorang jemaat gereja bersama teman-teman dari kelompok sel saya. Selesai ibadah, dari pintu rumah belakang yang terbuka karena pemiliknya sedang mengambil makanan dan minuman dari ruangan itu, muncullah seekor anjing dan langsung menyeruak ke salah seorang teman saya yang ikut datang.

Si anjing terlihat begitu senang berada di sisi teman saya ini, bahkan ia sampai mengibas-ngibaskan ekornya dengan cepat dan rela berdiri tegak di kedua kakinya demi menerima elusan dari tangan salah satu tamu dari tuannya, padahal teman saya itu jarang sekali datang ke rumah ini sebelumnya. Usut punya usut, ternyata anjing ini dulu adalah kepunyaan dari teman saya yang menjadi tamu itu, sedangkan si pemilik rumah yang saat ini menjadi tuan si anjing adalah tuan kedua baginya.

Melihat interaksi yang cukup hangat dan akrab antara si anjing dan mantan tuan pertamanya itu, saya terkesima dibuatnya. Tak memandang bahwa sekarang ia telah mempunyai tuan baru yang mungkin jauh lebih baik dari tuannya yang lama, si anjing tetap patuh dan terlihat sangat sayang juga kepada mantan tuannya. Kesetiaannya perlu diacungi jempol, mengingat bahwa hal ini mungkin jarang kita temui dikehidupan manusia seperti kita. Iya kan?

Ketika seorang manusia disakiti oleh orang lain, terkadang bekasnya bisa ia bawa sampai mati. Ada banyak hubungan persahabatan dan persaudaraan yang putus hanya karena sakit hati dan akar pahit yang tak segera dicabut saat sedang berselisih paham dengan sesamanya.

Tadi sore saya juga menyempatkan diri bertanya kepada sahabat lain yang memiliki anjing di rumahnya.
Enjie: "Kamu pernah nggak menyakiti anjingmu secara fisik (memukul, nendang, atau tidak memberinya makanan selama beberapa waktu)?"
Leo: "Ehm, pernah sie?"
Enjie: "Trus, anjingmu pernah kabur dari rumah gara-gara kamu sakiti nggak?"
Leo: "Enggak pernah. Dia (anjing) meski disakiti dengan cara apapun, besoknya tetep aja mau bergaul lagi denganku."

Wow, ternyata hati seekor anjing benar-benar setia dan bisa patuh kepada tuannya meski kadang juga mendapat perlakuan yang kurang baik.

Hasil dari searching saya di internet juga menguatkan tentang anggapan tersebut. Sebuah situs menyatakan bahwa anjing sejak dulu memang memiliki kesetiaan dan pengabdian yang lebih dibanding hewan lainnya. Anjing merupakan hewan sosial sama seperti halnya manusia sehingga ia bisa dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia, dan diajak bersosialisasi dengan manusia dan anjing lainnya. Anjing hanya sedikit membedakan kedudukan sang pemilik dengan sesama mereka dan bahkan sering tidak membedakannya sama sekali. Karena itulah, anjing pantas disebut sebagai hewan sahabat manusia.

Jika hanya karena gesekan dan perbedaan pandangan terhadap satu atau beberapa hal antar sesama manusia saja bisa membuat kita terpecah belah, saling membenci, dan akhirnya tidak mau saling bergaul satu sama lain, bukankah itu tandanya kita lebih rendah derajatnya dari seekor anjing? Atau, mungkin manusia memang harus belajar mengenai konsep kesetiaan dan pengabdian dari para anjing agar kita tetap bisa mengasihi dan mengampuni semua orang yang sudah menyakiti hati kita tanpa menunggu hal itu menjadikan hati terasa pahit terlebih dulu (nj@coe).



Sunday, June 07, 2009

Lotus








Date: 3 June 2009
Location: House Of Sampoerna Surabaya
Photographer: Angelina Kusuma
Camera: Power Shot A590 IS

Friday, June 05, 2009

House Of Sampoerna














Date: 3 June 2009
Location: Surabaya
Photographer: Angelina Kusuma
Camera: Power Shot A590 IS