Gunung Rinjani Lombok |
Saya punya riwayat penyakit yang tidak memungkinkan saya menapakkan kaki di gunung. Dulu, tubuh saya ini sangat lemah. Sekitar tahun 2003, saya terjangkit penyakit TBC. Virus TBC yang ada didalam tubuh saya tak hanya menyerang paru-paru tapi juga bersarang di tulang belakang. 8 hari saya terkapar di sebuah rumah sakit di Cilincing, Jakarta Utara dan harus meminum obat anti TBC selama 8 bulan berturut-turut.
3 dokter yang saya temui serempak mengatakan bahwa jika kaki saya patah, saya akan lumpuh seumur hidup! Ada 2 ruas tulang belakang saya yang remuk dan sampai hari ini bekasnya masih ada. Jika punggung saya diraba, akan terasa benjolan disana akibat dari 2 ruas tulang yang terkikis oleh virus TBC itu. Di tahun 2010 saya juga pernah mengalami kecelakaan motor yang membuat bahu kanan saya harus dioperasi.
But praise the Lord Jesus, meskipun kondisi tubuh saya sebenarnya tidak memungkinkan untuk kegiatan pendakian gunung dan aktivitas fisik lainnya, toh sampai hari ini saya sudah berhasil menjejakkan kaki di Gunung Ijen Banyuwangi, Gunung Cumbri Wonogiri, Puncak Harfat Misool, Puncak Wayag 1 dan Wayag 2 Raja Ampat Papua, Gunung Rinjani Lombok...bahkan Jigokudani (Hell Valley) Hokkaido Jepang.
Gunung Ijen Banyuwangi |
Puncak Harfat Misool |
Puncak Wayag 1 Raja Ampat |
Saya mendaki gunung bukan untuk gaya-gayaan. Saya tahu bahwa fisik saya punya keterbatasan, makanya saya tidak pernah asal-asalan mendaki/melakukan aktifitas fisik lainnya. Saya menempa tubuh saya dengan ketat. 5 tahun belakangan ini, saya telah rutin berjalan kaki setiap pagi guna membentuk fisik yang kuat. Pertama kalinya jalan pagi, saya hampir pingsan dibuatnya. Tapi saya tidak pernah berputus asa. Mulai dari jalan kaki selama 30 menit hingga sekarang saya sudah terbiasa jalan kaki selama 1 jam setiap harinya. Saya tidak pernah lagi merasakan sesak nafas ataupun kecapekan karena aktifitas fisik. Paru-paru, tulang belakang dan tangan kanan saya semakin sehat dan kuat dari hari ke hari dan saya sudah tidak takut lagi dengan gunung!
Saya selalu sedih jika membaca berita tentang pendaki yang tewas di gunung. Kami para pendaki selalu punya prinsip, "Pendakian itu bukan bagaimana mencapai puncak tapi tentang bagaimana mengalahkan ego dan kembali dengan selamat." Makanya sedih sekali jika saya tahu ada pendaki yang ke gunung untuk 'setor' nyawa seperti itu.
Alam punya caranya sendiri untuk menundukkan orang-orang yang sombong! Maka berhati-hatilah saat kamu pergi ke alam bebas. Buang dulu semua kepongahan dan egomu, karena alam bisa menampar dan menjatuhkanmu jika kamu menantangnya. Tapi alam akan menjadi guru terbaikmu jika kamu menghormati dan memeliharanya.
Semoga tak ada lagi pendaki-pendaki yang sok menguji nyali di gunung. Jika ingin mendaki gunung, train yourself before you go there. Latihan fisik seperti jalan kaki selama 1 jam sehari wajib dilakukan secara rutin, urus perizinan sebelum mendaki secara lengkap, bawa perlengkapan mendaki dan logistik yang cukup selama pendakian berlangsung, buat perencanaan pendakian yang matang, kuasai cara menangani kasus hipotermia dengan baik, berjalanlah di rute yang semestinya (bukan berjalan di rute yang sudah terkenal sebagai jalur 'maut', itu 'setor' nyawa namanya!) dan banyak-banyaklah berdoa kepada Penciptamu. Be a humble mountaineer!
Untuk orang-orang yang punya keterbatasan fisik, jangan takut kepada gunung! Gunung/alam bebas tidak akan pernah menyakitimu. Yang bisa menyakiti bahkan merenggut nyawa seseorang adalah ego orang itu sendiri. Saya punya kenalan seorang bapak-bapak berusia 58 tahun yang sudah mendaki Gunung Rinjani berkali-kali. Juga ada kenalan saya seorang bapak-bapak yang kakinya kurang sempurna tapi tetap bisa mendaki gunung dan melakukan aktifitas fisik lainnya seperti orang normal.
Pak Agus, usia 58 tahun bisa mendaki sampai di Gunung Rinjani Lombok |
Pak Ron, kaki beliau kurang sempurna tapi beliau tetap bisa melakukan aktifitas fisik secara normal |
No comments:
Post a Comment