Oleh: Angelina Kusuma
Accident in this morning at my home...
Terdengar suara "Brakkkkkkk..." dari atap rumah saya pagi ini, kemudian disusul selembar triplek melayang dari langit-langit dan terbanting ke lantai. Atap yang tadinya tertutup, langsung memancarkan teriknya mentari pagi. Yeah, sekarang atap yang hari-hari kemarin bocor itu, benar-benar berlubang. Hahaha, kalo sekarang hujan turun, rumah saya nggak akan bocor lagi tapi BANJIRRRRRRR!!!
Saya berteriak sambil mendongak ke atas, "Pap, are you allright?". Nampak dari atap rumah yang berlubang itu, ayah saya sedang duduk mencengkeram bibir atap dengan gemetaran. "Ya...", hanya itu jawabnya singkat.
Saya memandangi rontokan asbes dan triplek yang jatuh bersama debu dan tang yang tadinya hendak dipakai ayah saya untuk membetulkan talang rumah yang bocor, sambil menghela nafas panjang and nyengir luuuebar tentu saja hehehe. Ini adalah kali kedua dari aksi 'kepahlawanan tanpa kemenangan' dari ayah saya sejak kami pindah ke rumah ini. Dua bulan lalu, pompa air di rumah kami yang menjadi korbannya.
"Ah, gampang. Papi bisa kok betulin pompa air yang rusak itu sendirian", ini kata-kata ayah saya dua bulan lalu, yang persis sama seperti katanya kemarin sore, "Besok deh Papi betulin talang yang bocor itu." Sebenarnya, sebagai anak yang baik (baca: anak yang ikut jadi 'korban' disuruh-suruh bantuin benerin pompa air rusak tapi hasilnya pompa airnya tetep aja rusakkkk), saya sudah berusaha mengingatkan beliau, "Pap, teori biasanya lebih mudah dari praktek loh. Mending cari orang yang ahli aja." Hahaha, tapi kata-kata saya malah dua kali membuat saya harus 'menanggung akibatnya' juga huikss...
Begitu melihat runtuhan dari atap yang semakin besar lubang bocornya itu, saya segera tanggap. Karena saya pikir, "Weleh, jangan sampai Mami ngliat ini. Bisa kotbah ke Papi 7 hari 7 malam nggak selesai-selesai nanti", saya langsung mengambil tempat sampah, kemucing, dan sapu lantai untuk membereskan semuanya. Papi saya turun dari lantai dua kemudian 'curhat', "Ternyata talangnya terlalu sempit dilewati kaki. Tadi maunya Papi nginjekin kaki di tempat lain biar bisa nembel talang, eh malah kakinya bikin asbes jebol ya. Wah, harus cari orang kalo gini." Ini kata-kata yang mirip sama seperti yang beliau lontarkan dua bulan lalu setelah membuat saya ikutan mondar-mandir berjam-jam membantu beliau menarik pipa sepanjang 3 meter dari tanah selama 3 hari berturut-turut *Cewe disuruh nguli juga neh wkwkwk.
Saya sudah merasa dag dig dug serrrrr, saat 3 hari yang lalu ayah saya mengungkapkan kesanggupannya membetulkan atap rumah yang bocor dengan penuh rasa 'percaya diri' yang tinggi. Dan ternyata perasaan saya terbukti pagi ini. Lagi-lagi, ayah saya membuat kerusakan di rumah kami semakin besarrrrr huhehe. Tiga hari membetulkan pompa air, udah keluar uang banyak untuk membeli pipa baru, dan ternyata yang bermasalah bukan pipanya seperti prediksi pertama ayah saya, tapi pompanya yang terbakar. Sekarang rekor itu harus ditambah lagi dengan semakin lebarnya lubang di atap saya, karena sepanjang 1,5 meter, asbes yang menjadi penutupnya, totally pecah diinjak kaki ayah saya pagi tadi. Karena kejadian ini, saya terpaksa nguli lagi deh, beresin pecahan asbes dan triplek yang berguguran di bawah.
Sebenarnya, saya ingin protes atau ngomel-ngomel karena tindakan sok pahlawan yang dilakukan oleh ayah saya ini berulang kali (seperti yang biasa dilakukan oleh ibu saya hahaha). Tapi setiap kali mulut saya mau terbuka, saya selalu ingat kata-kata yang tertulis dari buku yang pernah saya baca mengenai pria dan wanita. Di buku Psikologi "Men From Mars Women From Venus", dikatakan bahwa pria dan wanita diciptakan dengan kebutuhan dan tingkah laku yang berbeda. Tidak ada yang lebih baik dari salah satunya, they're just different!
Pria-pria selalu punya kebutuhan untuk diakui bahwa mereka 'mampu' melakukan sesuatu yang tidak biasa atau yang lebih baik dari pria lainnya, dan karena itulah saya mengerti kenapa ayah saya bisa begitu kekeuh membetulkan pompa air yang rusak seorang diri meski akhirnya menyerah setelah mencoba selama 3 hari berturut-turut dan tetap nekad naik ke atap rumah mencoba membetulkan talang yang bocor seorang diri meski akhirnya membuat lubang di atap jauhhhhhh lebih lebar lagi dari sebelumnya. Bagi pria, sanjungan dari orang lain atas keberhasilannya mengerjakan sesuatu utamanya dari wanita itu sangat penting. Kalau seorang pria gagal mengerjakan sesuatu dan ia mendapatkan kritikan, protes, omelan, apalagi makian, itu bisa membuat mereka merasa direndahkan. Jadi saya memilih diam dan cepat-cepat do something to reduce kesalahan yang diperbuat oleh beliau *Hahaha, anak yang baek nggak sie gue?
For women:
If you find a man like my daddy (hahaha), just let them do what they want to do. Wanita biasanya sangat tergoda untuk 'memperbaiki' pria. Entah itu dengan memberinya nasehat-nasehat atau dengan kritikan atas apa yang sudah dilakukan pria. Hasilnya, tak jarang membuat pria dan wanita berujung pada berantem. Si pria menuduh wanita terlalu cerewet dan sok ngatur hidupnya, sementara si wanita menuduh pria tidak bisa mengerti wanita. Pria sebenarnya sosok yang lebih 'nggak butuh banyak orang disekelilingnya' dibandingkan wanita. Jika wanita punya masalah, mereka akan cepat-cepat mencari orang lain untuk curhat. Tapi pria? Mereka akan berusaha menyelesaikan masalahnya seorang diri lebih dulu. Kalo udah kepentok sana-sini-situ, baru deh mereka akan nyari orang lain untuk solusi (bukan curhat). Jika ingin memberi masukan kepada pria, lakukan tanpa terkesan bahwa kamu (wanita) sudah bertindak sebagai guru, bos, atau ibu baginya. Because...men needs women admire! (nj@coe).
No comments:
Post a Comment