Wednesday, December 09, 2009

(Sekolah Minggu) Marlo Ingin Punya Teman...

Oleh : Angelin Kusuma

Marlo adalah seorang anak yang terkenal sombong, egois (mau menang sendiri), dan suka marah-marah. Karena sifat-sifat buruknya itu, ia dijauhi oleh teman-temannya.

Suatu sore, Marlo melihat Adi dan Dicky sedang asyik bermain bola di lapangan. Marlo ingin bergabung dengan mereka.

Marlo: "Bolehkah aku bermain bola bersama kalian?"
Adi: "Tidak. Kamu sombong, egois, dan suka marah-marah. Kami tidak mau berteman dengan anak sepertimu!"
Dicky: "Iya benar. Kemarin, saat bermain petak umpet di sekolah, kamu marah-marah waktu giliran jaga. Kemarinnya lagi, saat bermain kelereng, kamu ambil semua kelereng-kelereng milik kami. Trus, saat kamu punya mobil-mobilan baru, kamu juga sombong, tidak meminjami kami. Padahal, kami selalu meminjamkan semua mainan yang kami punya kepadamu. Kami malas ah, bermain denganmu lagi..."

Adi dan Dicky kemudian pergi meninggalkan Marlo.

Marlo: "Huh, menyebalkan! Aku bisa bermain sendirian tanpa teman!", kata Marlo dengan kesal.

Marlo pulang ke rumahnya dan mengambil bola kesayangannya. Ia menuju pekarangan rumah dan mulai bermain bola seorang diri. Pertama-tama, ia menendang bolanya ke tembok. Ke dua, ia kembali menendang bolanya ke tembok lagi. Ke tiga...ke empat...ke lima...Marlo mulai bosan.

Marlo: "Ternyata, nggak enak main sendirian. Aku perlu teman..."

Marlo duduk dengan sedih. Hari ini, ia tidak bisa bermain dengan teman-temannya. Adi dan Dicky membencinya, karena ia sombong, egois, dan suka marah-marah. Mereka sudah tidak mau lagi bermain dengannya.

Karena kecapaian bermain dan bersedih ditinggal teman-temannya, Marlo akhirnya tertidur di bawah pohon di pekarangan rumahnya. Dalam tidurnya, Marlo bermimpi...

Marlo: "Dimana aku?"

Marlo memandang sekelilingnya. Rupanya, ia sedang berada di sebuah padang rumput yang luas. Tidak ada manusia lain kecuali dirinya di sana.

Semut: "Hei Marlo, selamat datang di dunia mimpi", kata seekor semut yang tiba-tiba muncul didekat Marlo.
Marlo: "Hah, semut bisa bicara? Dari mana kamu tahu namaku?", Marlo mulai ketakutan!
Semut: "Tidak perlu takut Marlo. Aku tahu siapa kamu. Kamu adalah anak yang terkenal sombong, egois, dan suka marah-marah. Hari ini teman-temanmu, Adi dan Dicky, meninggalkanmu dan tidak mau lagi bermain denganmu karena sifat-sifat burukmu itu kan? Aku membawamu kesini untuk menolongmu kok."
Marlo: "Menolongku?"
Semut: "Iya, aku ingin menolongmu untuk menghilangkan sifat-sifat burukmu itu dan membuatmu menjadi anak yang disukai teman-temanmu lagi."
Marlo: "Bagaimana caranya?"
Semut: "Caranya mudah. Setelah ini kamu harus menempuh perjalanan melewati hutan yang bernama Hutan Hati. Di hutan itu, ada tiga musuh yang harus kamu kalahkan. Masing-masing musuhmu itu bernama Pohon Tinggi Hati, Tembok Egois, dan Batu Amarah. Ketika kamu berhasil mengalahkan ke tiga musuhmu itu, kamu akan memperoleh Mahkota Sukacita dan Cincin Damai Sejahtera, yang akan mengubahmu menjadi anak yang tidak sombong lagi, mau mengalah, dan sabar."
Marlo: "Tapi aku kan tidak punya senjata apa-apa Om Semut. Bagaimana aku bisa melawan ke tiga musuhku yang sepertinya kuat dan perkasa itu?"
Semut: "Oh, jangan khawatir Marlo! Kamu akan diberi Pedang Roh sebagai senjata untuk mengalahkan mereka. Tapi ada syaratnya, kamu harus berdoa dulu, meminta supaya pedang itu mau menemanimu melawan ke tiga musuhmu di Hutan Hati nanti dengan tulus. Pedang itu akan hilang dengan sendirinya jika tugasnya membantumu melawan musuh-musuhmu selesai. Tapi setiap kali kamu membutuhkannya kembali, kamu bisa memanggilnya dengan doa lagi. Bagaimana? Kamu siap?"
Marlo: "Demi menjadi anak baik yang disukai oleh teman-teman, aku siap Om Semut."
Semut: "Kalo begitu, segeralah berdoa, ambillah pedangmu, dan masuklah ke hutan yang ada di depanmu itu."
Marlo: "Baiklah."

Marlo kemudian berlutut dan berdoa.

Marlo: "Wahai Pedang Roh, berilah aku kekuatan untuk mengalahkan musuhku si Pohon Tinggi Hati, Tembok Egois, dan Batu Amarah di Hutan Hati!"

Trengg...tiba-tiba, di tangan Marlo muncul sebilah pedang yang berkilat-kilat dan sangat indah karena bertahtakan emas, intan, dan berlian.

Semut: "Bagus, sekarang masuklah ke Hutan Hati Marlo!"

Marlo mengangguk ke arah Semut yang sejak tadi berbicara padanya. Ia mengambil Pedang Roh-nya dan berlari masuk ke Hutan Hati. Tak berapa lama Marlo ada di dalam Hutan Hati, tiba-tiba...

Pohon Tinggi Hati: "Hohoho, siapa kamu anak kecil?"
Marlo: "Aku Marlo..."
Pohon Tinggi Hati: "Ohhh, kamu anak yang sombong itu ya? Hahaha, mau apa kamu kesini, nak? Aku adalah si Pohon Tinggi Hati. Pasti kamu mau meminta kesombongan yang lebih besar lagi ya?"
Marlo: "Tidakkkk, aku kesini untuk mengalahkanmu Pohon Tinggi Hati."
Pohon Tinggi Hati: "Mana bisa? Kamu kan hanya seorang anak kecil!"
Marlo: "Biarpun aku kecil, tapi aku punya Pedang Roh untuk mengalahkanmu!"

Marlo mengayunkan pedangnya menebas Pohon Tinggi Hati. Pohon Tinggi Hati melawan Marlo dan Pedang Roh-nya dengan sekuat tenaga. Tapi akhirnya, ia tak kuasa melawan lagi. Marlo dan Pedang Roh yang ada di tangannya, jauh lebih kuat dari pohon itu.

Pohon Tinggi Hati: "Aku menyerah...aku menyerah...Aku akan pergi meninggalkanmu, Marlo. Kamu tidak akan disebut sebagai anak yang sombong lagi, tapi akan disebut sebagai anak yang rendah hati...", kata Pohon Tinggi Hati sebelum lenyap.

Marlo tersenyum. Musuh pertamanya kini sudah berhasil dikalahkannya. Ia melangkah kembali ke Hutan Hati lebih dalam. Dan kemudian...ia menemukan sebuah tembok!

Tembok Egois: "Hei, mau kemana kamu anak kecil?"
Marlo: "Aku Marlo...kamu pasti si Tembok Egois kan?"
Tembok Egois: "Betul sekali! Akulah si Tembok Egois yang gagah perkasa. Kamu kesini untuk meminta lebih banyak lagi keegoisan untuk hidupmu? Hahaha..."
Marlo" Tidakkkk, aku kesini untuk mengalahkanmu Tembok Egois."
Tembok Egois: "Hohoho, aku tidak takut! Kamu hanya seorang anak kecil...", ejek si Tembok Egois.
Marlo: "Aku punya Pedang Roh. Aku sudah mengalahkan temanmu si Pohon Tinggi Hati sebelumnya. Dan sekarang, aku akan mengalahkanmu juga Tembok Egois!"

Marlo menggenggam erat pedangnya, kemudian menyerang Tembok Egois. Ternyata, Tembok Egois tak segagah yang terlihat. Dengan mudah, Marlo dan Pedang Roh, berhasil meruntuhkan Tembok Egois hingga menjadi puing-puing.

Tembok Egois: "Ampunnn, aku menyerah...! Aku pergi darimu Marlo. Kamu tidak akan disebut sebagai anak yang egois lagi, tapi akan disebut sebagai anak yang suka mengalah dan baik hati...", kata Tembok Egois terbata-bata, kemudian menghilang dari pandangan Marlo.

Marlo tertawa senang. Musuh ke duanya juga berhasil ia kalahkan seperti saat mengalahkan musuhnya yang pertama! Tinggal musuh yang ke tiga...

Marlo menebarkan pandangannya. Ia mencari-cari sosok Batu Amarah yang harus dikalahkannya untuk terakhir kali.

Batu Amarah: "Bocah kecil! Berani sekali kamu membunuh teman-temanku, si Pohon Tinggi Hati dan si Tembok Egois", sebuah suara membuat Marlo terkaget.
Marlo: "Disitu rupanya kamu berada Batu Amarah...Aku kesini untuk mengalahkanmu seperti aku mengalahkan teman-temanmu yang lain."
Batu Amarah: "Huh, beraninya kamu mengatakan seperti itu kepada Batu Amarah! Aku tidak selemah Pohon Tinggi Hati dan Tembok Egois. Aku yang akan mengalahkanmu kali ini, anak kecil!!"

Batu Amarah mulai marah-marah kepada Marlo. Ia menggelinding menerjang Marlo.

Marlo: "Ahhhh, panas..." Marlo berteriak kesakitan ketika kulitnya menyentuh Batu Amarah. Pedang Roh terlepas dari tangannya dan terlempar jauh dari tempatnya berada...
Batu Amarah: "Hahaha, apa kubilang...Aku lebih kuat darimu Marlo..."

Batu Amarah bersorak kegirangan melihat Marlo yang kesakitan. Ia kembali menyerang Marlo dengan gencar. Marlo hampir kuwalahan menghindari serangan dari Batu Amarah itu! Kemudian, Marlo teringat kembali pesan si Semut di padang rumput sebelumnya. Pedang Roh akan kembali ke tangannya jika ia berdoa lagi dengan tulus.

Marlo: "Wahai Pedang Roh, berilah aku kekuatan untuk mengalahkan musuh terakhirku si Batu Amarah itu!", doa Marlo dengan cepat.

Dalam waktu sekejab, Pedang Roh yang tadi terlempar dari tangan Marlo, kembali ada ditangannya. Pedang itu tak hanya kembali, tapi juga terlihat semakin bersinar penuh kuasa. Marlo menyerang Batu Amarah dengan penuh percaya diri dan lebih bersemangat.

Marlo: "Rasakan ini Batu Amarah!" Marlo membelah Batu Amarah hingga menjadi dua bagian.
Batu Amarah: "Tidakkkk, aku tidak mau kalah...Ampun Marlo. Kamu memang anak yang kuat. Aku menyerah...Mulai hari ini, kamu akan menjadi anak yang sabar dan tidak mudah marah-marah lagi!" Batu Amarah pun, kemudian lenyap menyusul ke dua temannya si Pohon Tinggi Hati dan Tembok Egois.

Setelah semua musuh-musuhnya lenyap, Pedang Roh yang tadi selalu ada di tangan Marlo untuk melawan Pohon Tinggi Hati, Tembok Egois, dan Batu Amarah tiba-tiba lenyap. Sebagai gantinya, sebuah mahkota yang disebut Mahkota Sukacita dan Cincin Damai Sejahtera, muncul menghiasi kepala dan jari kanan Marlo.

Marlo keluar dari Hutan Hati dengan riang gembira, kemudian bertemu dengan si Semut penolongnya tadi.

Semut: "Selamat Marlo, kamu layak mendapatkan Mahkota Sukacita dan Cincin Damai Sejahtera karena kamu telah berhasil mengalahkan Pohon Tinggi Hati, Tembok Egois, dan Batu Amarah di Hutan Hati"
Marlo: "Terima kasih atas bantuannya Om Semut. Sekarang, aku merasa berbeda. Aku punya sukacita dan damai sejahtera yang luar biasa di dalam hati. Aku akan meminta maaf kepada Adi, Dicky, dan teman-temanku lainnya, atas kesombongan, keegoisan, dan kebiasaan marah-marahku dulu kepada mereka. Aku tidak akan mengulangi kebiasaan burukku itu di masa depan."
Semut: "Bagus, kamu memang anak yang baik Marlo. Teman-temanmu pasti senang denganmu jika kamu tidak sombong, tidak egois, dan tidak suka marah-marah lagi."
Marlo: "Ya, aku berjanji tidak akan sombong, tidak akan egois, dan tidak akan marah-marah lagi ke semua teman-temanku dan orang lain Om Semut. Terima kasih bantuannya."

Selesai mengucapkan kata-kata perpisahan kepada Semut, Marlo terbangun dari mimpinya. Ia kembali berada di dunia nyata, di bawah pohon, pekarangan rumahnya.

Marlo: "Mimpiku benar, aku harus berubah menjadi anak yang baik dulu agar teman-temanku tidak meninggalkan aku sendirian dan mau mengajakku bermain. Aku harus ke rumah Adi dan Dicky untuk meminta maaf atas kesalahanku sebelumnya."

Sejak hari itu, Marlo berubah menjadi anak baik yang tidak pernah sombong, tidak egois, dan tidak suka marah-marah lagi. Ia disenangi oleh banyak orang. Adi dan Dicky kembali menjadi teman baiknya. Tak hanya itu, sekarang Marlo juga punya lebih banyak lagi teman. Ada Rio, Joan, Daud, Roni, dan sebagainya. Semuanya menyukai Marlo karena ia adalah anak yang rendah hati dan suka membantu teman-temannya (nj@coe).


No comments: