Sunday, May 07, 2017

Kisah dari Pulau Sempu

Seseorang yang hidupnya telah melekat kepada Tuhan, dimanapun ia berada, fokus hidupnya akan selalu kepada Sang Pencitanya. Nggak perduli apakah ia sedang melakukan kegiatan-kegiatan kerohanian ataupun kegiatan sehari-hari, hati yang melekat kepada Tuhan pasti selalu rindu untuk memuliakan nama-Nya dengan seluruh aktivitas kehidupannya.

"TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." (1 Samuel 17:37)

Saya bukanlah seorang pendaki. Jika saya bisa menginjakkan kaki di beberapa tempat tinggi di Indonesia dan dunia (mungkin suatu hari nanti), trust me, itu adalah salah satu mukjizat Tuhan dalam hidup saya.

Jauh sebelum hari ini, tubuh saya tergolong rapuh. Sekitar 14 tahun lalu, saya pernah menderita penyakit TBC yang menyerang kedua paru-paru dan juga tulang belakang saya. Dokter sudah memberi warning ke saya bahwa jika kaki saya patah, saya bisa lumpuh total!

Apakah saya lantas menyerah, duduk diam saja dan mengasihani diri sendiri? No!

Setelah dokter manyatakan bahwa virus TBC yang bersarang di tubuh saya sudah bisa dikendalikan, saya mulai menempa tubuh saya agar jadi kuat lagi. Jika tubuh saya kuat, saya bisa melakukan banyak hal. Saya bisa melayani pekerjaan Tuhan dan bisa memberi kesaksian kepada para penderita penyakit yang sama seperti saya di luar sana agar tidak menyerah pada vonis dokter bukan?

Seiring tubuh saya yang menguat dari hari ke hari, Tuhan membawa saya dari satu tempat ke tempat lain untuk berpetualang. Gunung Ijen Banyuwangi, Puncak Harfat Misool, Wayag 1 & Wayag 2 Raja Ampat, Gunung Rinjani Lombok, Jigokudani Hokkaido Jepang...adalah beberapa tempat tinggi yang sempat saya injak dengan kedua kaki saya. Jika dulu saya menyerah dengan vonis dokter, pasti saya tidak akan pernah bisa muncak seperti sekarang. Aktivitas pendakian selalu membutuhkan sistem pernafasan yang prima dan kaki-kaki yang kuat. Seseorang dengan penyakit paru-paru, biasanya dilarang keras untuk mendaki. Apalagi saya yang mempunyai 2 ruas tulang belakang yang sedikit remuk akibat virus TBC dan bekas operasi di bahu kanan saya. Hahaha suer, secara logika, saya tidak mungkin bisa mendaki atau berjalan jauh!

Saya tidak pernah sembarangan dalam bertindak. Saya merencanakan setiap aktivitas petualangan saya sebaik-baiknya. Saya tidak pernah meremehkan dokter, karenanya saya melatih tubuh saya secara bertahap. Dulu, saya berjalan kaki 10 langkah saja rasanya mau pingsan. Sungguh 'wow' jika sekarang saya justru bisa berjalan dari satu puncak ke puncak lainnya.

***

Pulau Sempu

Pulau Sempu, pulau ini telah menjadi saksi yang kesekian kalinya tentang perjalanan saya bersama my beloved Daddy King, Jesus. Jalur trekking yang berbukit-bukit, terjal dan licin karena hujan yang masih terus mengguyur wilayah Jawa Timur akhir-akhir ini, membuat perjalanan menuju pulau ini menjadi semakin tak mudah. Saya bersama rombongan Backpacker Sidoarjo (kami ber-17) harus menempuh perjalanan selama 4 jam waktu berangkat dan 3 jam waktu pulang. Itupun harus dilalui dengan drama uka-uka karena salah satu peserta yang ikut bisa melihat 'makhluk lain' yang mengelilingi tim kami selama trekking.

Perjalanan ke Pulau Sempu ini bukanlah perjalanan terberat yang pernah saya alami, tapi ini termasuk perjalanan yang cukup sulit buat saya.

Beberapa hari menjelang keberangkatan saya ke Pulau Sempu, saya sudah merasakan sesuatu yang tak enak di area perut saya. Biasanya itu pertanda tiba saatnya datang bulan (maaf ya para pria, mungkin kalian tidak akan bisa membayangkan apa itu datang bulan hahaha).

Tamu bulanan yang saya nantikan tak kunjung datang-datang juga. Padahal saya sudah pasang tampon 2 hari sebelum berangkat ke Sempu, tapi saya lepas lagi karena nothing happen. Nah, saat saya turun dari bus di terminal Mojokerto...barulah terasa something wet. Dan...akhhh, benar saja...si tamu bulanan datang.

Grrr, saya hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi. Saya sudah ada di setengah jalan menuju Pulau Sempu dan baru tahu kalo saya sedang datang bulan. Untuk seorang pendaki wanita, sebenarnya pantang mengadakan pendakian saat datang bulan karena saat itu adalah titik terlemah dari seorang wanita. Skill sehebat apapun kalo lagi datang bulan, wanita pasti lemah. Apalagi ini awal-awal datang bulan. Hari pertama dan hari kedua adalah masa-masa dimana wanita yang sedang datang bulan bisa mengalami emosi yang berubah-ubah dan dehidrasi - itu bisa berbahaya pada tubuh jika dipaksa melakukan pekerjaan berat seperti mendaki.

"Aku sendiri hendak berjalan di depanmu dan hendak meratakan gunung-gunung, hendak memecahkan pintu-pintu tembaga dan hendak mematahkan palang-palang besi." (Yesaya 45:2)

Yes, begitu ingat ayat di Yesaya 45:2 itu, saya kembali menggendong tas carrier 35 L saya dengan semangat. "Aku akan kembali dengan selamat dari Sempu untuk memberikan kesaksian bagaimana baiknya Tuhan kepadaku."

Hari itu saya lalui dengan agak sulit namun saya bisa bertahan. Perjalanan dari Mojokerto ke Sendang Biru saya tempuh dengan sepeda motor bersama 4 teman dari Lamongan. Kami memilih lewat Cangar karena menghindari kemacetan di jalan. Kami berlima dan teman-teman lain akhirnya sampai di Pulau Sempu sekitar pukul 16:00 WIB. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri hutan untuk sampai ke camping ground.

Kondisi datang bulan dan beban berat sekitar 7 kg di punggung, membuat jalan saya sedikit lambat. Tapi puji Tuhan, saya bisa melewatinya. Jalur trekking di Pulau Sempu mirip dengan jalur trekking Gunung Senaru (Rinjani). Banyak akar-akar pohon di sekitar jalurnya. Jika kondisi saya benar-benar prima, mungkin saya bisa lahap jalur ini dengan mudah, karena tidak sesulit jalur Senaru. Tapi saat datang bulan begini, saya hanya bisa jalan pelan-pelan sambil sesekali meneguk air agar tubuh saya tidak kekurangan cairan.

Di tengah perjalanan, salah satu peserta wanita mendadak menangis tersedu-sedu. Dia melihat 'makhluk-makhluk lain' mengelilingi kami se-tim. Haduh, perasaan saya campur aduk rasanya. Hanya "Darah Yesus" yang bisa saya sebut berkali-kali sambil berjalan sebagai senjata peperangan melawan gangguan dari 'makhluk-makhluk lain' itu. Kegelapan mulai melungkupi kami. Perjalananpun semakin pelan karena kami harus trekking dengan hanya mengandalkan cahaya senter saja.

Saya ingat Daud muda saat ia hendak melawan Goliat. Kata-kata Daud menguatkan hati saya untuk terus bergerak meski kondisi tubuh sudah tidak memungkinkan. "TUHAN yang telah melepaskan aku dari Gunung Ijen, Puncak Harfat, Wayag 1, Wayag 2, Gunung Rinjani dan dari Jigokudani, Dia juga akan melepaskan aku dari Pulau Sempu itu." Hahaha saya rasanya sedang bernostalgia dengan Yesus di perjalanan kali ini. Apalagi saat saya ingat peristiwa di Gunung Senaru saat turun dari Gunung Rinjani dulu. Mirip, karena dulu saya dan tim juga diikuti 'makhluk lain' saat kami sedang menuju ke Pos 3 saat petang hari.

Kemenangan-kemenangan saya bersama Tuhan di masa lalu semakin meneguhkan hati saya untuk menaklukkan Sempu. Sangat perlu rasanya bagi setiap anak-anak Tuhan untuk mengalami sendiri kebesaran-Nya itu. Jadi bukan hanya dengar bahwa Yesus ajaib dari orang lain atau hanya sekedar baca sambil lalu bahwa Yesus telah melakukan mukjizat ini itu di Alkitab. Alami sendiri dan itu akan menjadi senjata yang menjadikanmu semakin kuat di dalam Dia.

Petualangan di Pulau Sempu akhirnya bisa saya lewati dengan baik. Dan hari ini, saya senang bisa menuliskan pengalaman ini untuk menjadi kesaksian bagi semuanya. Yeah, Jesus is rock! Dia tak hanya ada di gedung gereja atau di persekutuan-persekutuan doa, tapi Dia juga ada di gunung, di hutan, di laut...Dia menyertaimu, kemanapun kakimu melangkah - asal motivasimu benar. Praise The Lord!

No comments: