Oleh : Angelina Kusuma
Tahun 2010 baru sampai pada penghujung bulan Agustus, tapi buat saya...wow...tahun ini rasanya berjalan dengan sangat ketat! Banyak kejadian dan banyak cerita yang mengiringi kehidupan saya dari hari ke hari dan dari bulan ke bulan. 3 kali lolos dari cengkraman maut merupakan pengalaman berharga yang saya dapatkan di tahun ini.
Maut 1: kecelakaan motor
Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa saya harus merasakan dinginnya meja operasi karena kecelakaan motor yang saya alami tgl 3 Februari 2010 lalu. Hari itu Rabu malam, saatnya saya pergi ke komsel pemuda gereja. Tidak jauh dari rumah, motor saya diserempet motor lain ketika melewati perempatan jalan. Saya jatuh dari motor, bergulingan di aspal dan motor saya menabrak seorang ibu yang sedang berjalan menuju rumah duka (ada orang meninggal dunia persis disebelah jalan tempat saya mengalami kecelakaan motor).
Orang yang menyerempet motor saya tidak berhenti. Saya ditolong oleh orang-orang yang akan melayat ke rumah duka tersebut, kemudian dibawa ke puskesmas dekat rumah saya dengan bantuan mobil polisi. Ibu yang tidak sengaja tertabrak motor saya hingga pingsan, tidak mengalami luka berat apapun, sementara saya yang setelah jatuh masih bisa berdiri dan berjalan mencari tempat duduk, dirujuk ke rumah sakit kota karena ada destruksi di bahu kanan saya.
Malam harinya, nyaris saya tidak tidur dengan nyenyak. Saya bergumul dengan Tuhan semalaman itu agar saya dilalukan dari meja operasi. Sejak kecil, saya takut dengan dokter dan rumah sakit :p. Jangankan jarum suntik, obat-obatan saja jarang bisa saya masuk ke tubuh saya. Tapi rupanya Tuhan berkehendak lain. Tgl 5 Februari 2010 saya harus menjalani operasi karena sendi tulang di bahu kanan saya lepas akibat kecelakaan sebelumnya.
Bukan hanya bahu saya yang terluka akibat kecelakaan maut itu. Muka bagian kanan saya ikut tergores-gores karena saat saya bergulingan di aspal, helm saya lepas. Ada kejadian lucu saat seorang bapak teman ayah saya datang menjenguk ke rumah sakit. Begitu beliau melihat muka saya yang dibalut perban, beliau menangis di depan saya! "Oalah, ayu-ayu...", katanya (ayu = cantik). Hihihi saya langsung tersenyum kepada beliau dan berkata dalam hati, "Tenang pak, kecantikan saya bukan pada wajah tapi pada hati. Jadi meskipun wajah saya rusak, saya akan tetap cantik deh..." hahaha :D.
Dukungan untuk saya mengalir dengan luar biasa. Teman-teman gereja saya datang silih berganti mendoakan saya, pendeta-pendeta tumpang tangan di kepala saya, tetangga-tetangga juga menjenguk, teman-teman sekerja ayah dan ibu saya turut memberi penghiburan...sampai-sampai account facebook saya penuh dengan doa-doa dari teman-teman terdekat saya (bahagianya jadi orang yang dicintai banyak orang ya hehehe :D).
Saya ada di rumah sakit selama 4 hari dan akhirnya diperbolehkan pulang ke rumah setelah keadaan saya mulai membaik. Hanya saja tangan kanan saya selama sebulan penuh tidak bisa digunakan karena masih harus digendong kemana-mana.
Maut 2: demam berdarah
Tangan kanan saya belum 100% pulih, datanglah maut kedua menyapa saya. Tgl 8 Maret 2010, saya merasakan suhu tubuh saya sangat tinggi. Di puskesmas dekat rumah, saya menjalani tes darah yang hasilnya trombosit saya turun drastis. Hari itu juga saya harus masuk ke rumah sakit yang sama dengan rumah sakit ketika saya menjalani operasi tulang, karena saya divonis dokter terjangkit demam berdarah. Demam di tubuh saya hingga mencapai 39,9 derajat celcius. Saya menggigil luar biasa (antara ketakutan dan sedih) saat jarum infus kembali menembus nadi saya.
Penyakit demam berdarah membuat saya kembali tergeletak di tempat tidur rumah sakit selama 8 hari (2 kali lebih lama daripada saat saya harus menjalani operasi tulang). Ditambah lagi, saat tubuh saya kehilangan banyak trombosit...saat itu saya juga mengalami menstruasi. Buat para wanita, menstruasi saja sebenarnya sudah melemahkan tubuhnya, apalagi ditambah dengan sakit demam berdarah?! Uh uh, itu yang membuat saya semakin lama menginap di rumah sakit :p.
Ada kejadian istimewa saat saya menghadapi maut kedua ini. Ketika maut pertama terjadi, saya merasa tidak diperdulikan oleh Tuhan :D. Dia tidak menjawab apapun dari pertanyaan saya, "Kenapa aku harus kecelakaan?". Tapi ketika saya masih menjalani tes darah di puskesmas dan bertanya, "Tuhan, aku sakit apa?", saat itu saya mendengar jawaban Tuhan dengan jelas sekali, "Demam berdarah". Dan memang benar, setelah hasil laboratorium keluar, saya terkena demam berdarah. Karena pengalaman inilah yang membuat saya sanggup menjalani 2 bulan terberat dalam hidup saya di rumah sakit. Saya tahu, Tuhan sedang mengajari saya sesuatu lewat sakit penyakit itu.
Tgl 16 Maret 2010 akhirnya saya keluar dari rumah sakit dan menjalani pemulihan pasca operasi tulang dan demam berdarah di rumah...
Keluar dari rumah sakit, saya berjanji akan melayani Tuhan lebih gila-gilaan lagi (kalo sebelumnya 'sungguh-sungguh' berarti sekarang waktunya 'gila-gilaan' hehehe). Dengan tangan 'baru' dan dengan darah 'baru', tgl 2 April 2010 saya kembali naik mimbar menjadi singer di ibadah Jumat Agung gereja. Saat di mimbar saya gemeteran sampai nangis. Kali ini saya gemeteran bukan karena sakit lagi tapi karena saya merasakan tangan Tuhan yang turun menaungi saya.
Maut 3: 'duri' dibawah lidah
Cukupkah maut 1 dan maut 2 mencengkram saya?
NO!
Masih ada maut ke 3 sodara-sodara...^o^
Sekitar tgl 20 April 2010, suhu tubuh saya kembali naik (tidak setinggi saat saya kena demam berdarah, tapi kali ini juga cukup membuat saya hampir drop). Saya merasakan sesuatu yang aneh mengganjal dibawah lidah saya. Saya pikir, itu adalah sariawan biasa karena dibawah lidah saya timbul seperti lubang berwarna putih. Tapi ternyata saya salah. Benda putih itu bukan lubang sariawan tapi itu sebuah benjolan. Setiap kali saya makan, benjolan itu sangat mengganggu karena membuat lidah saya sakit.
Saya tidak berkata kepada siapa-siapa saat menghadapi keanehan dibawah lidah saya ini. Tekanan-tekanan yang saya rasakan dua bulan belakangan sudah membuat saya lelah untuk mengeluh :p. Saya merasakan tidak enak makan dan minum lagi selama 3 hari karena benjolan putih dibawah lidah saya itu. Saya mencoba search di internet mengenai benjolan di bawah lidah tapi semua hasil yang saya dapat justru semakin mematahkan semangat saya. Ada yang bilang itu adalah tanda kanker mulut dst...dst...
Hari ketiga setelah saya merasakan sakitnya 'duri' dibawah lidah, saya tidak kuat lagi menanggung semua penderitaan (ceilah :D). Ketika mulut saya menahan sakit saat makan, saya mulai menangis kepada Tuhan. Saya pasrah, "Tuhan, jika sudah cukup waktuku ada di bumi ini, aku siap kembali ke Surga sekarang. Tapi tolong Tuhan, caranya jangan menyakitkan seperti ini. Saya nggak pengen ngrepoti orang lain. Kalo saya mo mati, jangan pake sakit penyakit buat njemput saya. Pake cara yang damai aja Tuhan. Biar saat aku pergi, orang-orang yang mengasihiku mengiringi aku dengan sorak-sorai bukan dengan tangisan..."
Saya mengucapkan kalimat-kalimat ini sambil makan sekaligus sambil nangis :D. Dan tiba-tiba, ada sebuah bongkahan kecil lepas dari bawah lidah saya. Saya kaget! Saya langsung memuntahkan makanan yang ada di mulut saya dan mengorek-ngorek sisa-sisa makanan itu dengan seksama. Rasa sakit yang ada dibawah lidah saya mereda seiring dengan lepasnya bongkahan tersebut.
Dari antara sisa-sisa makanan yang saya muntahkan dari mulut, saya menemukan benda berwarna putih, berbentuk gumpalan-gumpalan tapi seperti batang. Panjangnya sekitar 0,5 cm dan benda itulah yang rupanya selama ini bercokol dibawah lidah saya. Saya heran dengan penemuan aneh ini. Benda ini tentu tidak bersarang dibawah lidah saya karena saya salah makan tiga hari sebelumnya. Benda ini seperti ada karena terbentuk langsung dibawah lidah saya.
Saya sempat memotret benda aneh ini dengan kamera HP. Untuk yang tahu ilmu kedokteran, silahkan dilihat foto-fotonya. Setelah benda yang saya sebut 'duri' itu lepas dari bawah lidah saya (seperti dicabut), saya kembali normal. Tidak ada lagi rasa sakit disana hingga sekarang.
Aku ada karena hajaran Tuhan
Mazmur 118:18, TUHAN telah menghajar aku dengan keras, tetapi Ia tidak menyerahkan aku kepada maut.
Ayat diatas ini sangat menguatkan saya sekarang. Saya berhasil lolos dari cengkraman maut tiga kali dalam kurun waktu tiga bulan, itu semua hanya karena kemurahan dari Tuhan semata. Tuhan menghajar saya dengan cambuk dan rotan :p. Tapi saya tahu persis, semua itu terjadi karena Dia sangat mengasihi saya.
Tidak ada hal lain yang ingin saya lakukan sekarang kecuali membayar 'hutang' kepada Tuhan. Saya berhutang nyawa pada-Nya, saya berhutang keselamatan pada-Nya dan sekarang saya berhutang kesembuhan pada-Nya.
Pembelaan Tuhan buat saya, Dia nyatakan dengan sempurna dan tepat waktu! Seluruh biaya rumah sakit saya selama sakit, ditanggung oleh asuransi Jasa Raharja dan bantuan dari orang-orang yang Tuhan gerakkan secara langsung untuk memberkati saya. Sampai-sampai saya berfikir, "Ini dia namanya orang sakit dibayar" hehehe :p (tapi yang namanya sakit ya tetep aja nggak enak and saya nggak mau ngulang lagi hahaha...KAPOK T_T).
Guys, hargai hidupmu! Setiap detik dari hidupmu, itu karena Tuhan. Kita masih bisa bernafas sampai sekarang, itu karena Tuhan masih mengizinkannya dan Dia masih ingin memakaimu untuk sebuah tugas khusus di dunia ini. Jangan pernah membiarkan hidupmu berlalu untuk hal-hal yang sia-sia. Tengok kanan-kiri, disana masih banyak orang yang membutuhkanmu untuk mengenalkan mereka kepada Jalan Keselamatan. Dan untuk itulah, kita masih bernyawa hingga sekarang :).
No comments:
Post a Comment