Oleh : Angelina Kusuma
"Aku mau sedikit share. Sekarang usiaku 25 tahun, cool, pekerjaan ok, tapi belum punya pacar juga nie. Ketika aku melihat orang-orang yang berjalan sama pacarnya, pasti timbul perasaan iri di dalam hati. Wanita-wanita yang ada di gerejaku kelihatannya pada jaim (jaga image). Hanya membuat hati semakin kesel dan males mendekatinya. Yang di luar kristus justru lebih baik jodohnya, kenapa yah?"
Pertanyaan seperti yang terlontar dari mulut Jimmy teman saya ini, mungkin akan membuat anda sebagai pengikut Kristus juga ikut tergelitik untuk memikirkannya sejenak seperti yang sedang saya lakukan saat ini. Bukan kali ini saja saya mendengar pertanyaan seperti ini terlontar dari mulut anak-anak Tuhan. Beberapa tahun yang lalu seorang teman dekat saya malah ada yang nekad menjalin relationships dengan pria yang tidak percaya kepada Kristus karena ia beranggapan bahwa mencari pria Kristen yang takut akan Tuhan itu lebih sulit daripada mencari pria yang penting bisa mencintainya dengan sepenuh hati.
Well, saat usia kita sudah beranjak dewasa, apalagi ditambah dengan posisi pekerjaan yang mapan dan penghasilan tetap setiap bulannya, hadirnya pasangan hidup di sisi kita pasti menjadi kerinduan bagi setiap orang. Mengharapkan ada seseorang yang bisa menjadi tempat berbagi suka dan duka, tempat berbagi kasih, dan menjadi partner dalam menjalani aktivitas keseharian, merupakan salah satu alasan yang sehat bagi para pria dan wanita untuk menikah. Tetapi jika pasangan hidup yang sesuai Firman Tuhan ternyata sulit didapat sementara usia sudah mulai melewati kepala 3, apakah kita akan berputar haluan dan mencarinya lewat jalan pintas?
Pernikahan adalah pondasi sebuah keluarga dan keluarga adalah pondasi gerejanya Tuhan. Siapa bermain-main dalam pernikahan, itu sama artinya sedang bermain-main dengan Tuhan. Bermain-main dengan Tuhan artinya sudah berdosa kepada ketetapan yang sudah dibuat-Nya. Dan upah dosa adalah maut.
Sebagai anak Tuhan, seharusnya kita memusatkan seluruh pandangan hidup kita ke satu Pribadi yaitu Yesus Kristus dalam setiap aspek kehidupan kita dan tidak berkompromi dengan dunia sedikitpun. Sayangnya, prinsip ini sulit tertanam dalam diri kita jika kita belum mempunyai tujuan hidup yang benar di dalam Dia, apalagi buat mereka yang sudah dibutakan oleh cinta (eross). Bisakah kita tetap menempatkan Yesus di atas segalanya ketika orang tua kita mulai mendesak kita untuk memperkenalkan calon istri atau calon suami dan orang-orang di sekeliling kita satu per satu mulai melepas masa lajang atau jomblonya?
Menyandang status suami atau istri itu mudah lho. Asal usia pria sudah 19 tahun dan usia wanitanya 16 tahun, catatan sipil sudah siap menikahkan kita (gara-gara kasus Syeh Puji - Ulfah, gue jadi melek hukum juga neh hihihi). Yang sulit adalah mempertanggung-jawabkan status tersebut di hadapan Tuhan, pasangan hidup kita, dan juga masyarakat. Jika mempertanggung-jawabkan pernikahan juga mudah, tentunya tidak perlu ada perceraian. Kenyataan yang ada di lapangan, banyak orang yang cepat menikah, tetapi banyak juga yang cepat bercerai. Nah, mau...jadi salah satu orang yang cepat menikah tetapi juga cepat bercerai seperti yang marak terjadi di Indonesia akhir-akhir ini?
Kasih sejati tidak bisa dibeli dengan uang. Ukuran kesiapan seseorang untuk mempunyai pasangan hidup dan menikah juga tidak hanya dilihat dari usia, kedewasaan jasmani, dan materi saja, tetapi harus diimbangi dengan kematangan di sisi kerohanian kita. Tuhan selalu tahu apa yang kita butuhkan dan Dia tidak akan pernah melewatkan kebahagiaan anak-anak-Nya. Yang membuat kita segera menerima anugerah-Nya atau lambat menerimanya (ditahan dulu) adalah diri kita sendiri. Jika kita sudah layak untuk menerima anugerah-Nya, Dia akan segera memberikannya. Jika belum, tentunya kita harus dilayakkan lebih dulu agar siap saat menerimanya.
Kebanyakan dari kita, terlalu sibuk mencari pria dan wanita yang tepat untuk kita tanpa mengimbanginya dengan usaha dari diri kita sendiri untuk menjadi pria dan wanita yang tepat bagi calon pasangan kita nantinya. Makanya, banyak orang frustasi karena tidak segera mendapatkan calon pasangan yang sepadan kemudian memotong jalan pintas asal bisa menyandang status menikah meski harus 'menggadaikan' Yesus Kristus.
Saat kita jatuh cinta kepada seseorang, cinta kita kepada Yesus juga ikut teruji. Keduanya mempunyai hubungan yang erat karena Kristus mati di atas kayu salib juga karena bentuk cinta-Nya yang besar atas dunia ini. Jika kita lengah tidak melibatkan-Nya dalam hal ini, maka kita bisa kehilangan sebuah hubungan yang berharga yaitu dengan Tuhan kita sendiri. Yesus menyukai setiap bentuk hubungan. Ia suka ketika Adam mempunyai hubungan yang intim dengan Hawa selain dengan-Nya. Dia yang sama juga akan menyukai hubungan kita dengan lawan jenis kita di dunia ini. Ia tidak melarang kita jatuh cinta, berpasangan, dan menikah. Masalahnya, maukah kita menempatkan Dia di dalam hubungan-hubungan yang kita miliki itu agar nama-Nya tetap dipermuliakan di atasnya?
Matius 6:33, Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Kalo nggak segera punya pacar, jangan kesel sama Tuhan dong. Tapi interospeksi diri, sudahkah kita pantas mendapatkan pasangan yang sepadan dari-Nya? Perbaiki kualitas diri dan iman kita di hadapan Kristus agar menjadi calon pasangan yang tepat bagi mempelai-mempelai-Nya. Pasti deh, Yesus tidak pernah lupa memberikan pasangan yang terbaik bagi kita jika kita sudah siap menerima anugerah-Nya itu. Let's to be a man and a women in Christ, not just a boy and a girl that not yet mature to get marriage...(nj@coe).
"Aku mau sedikit share. Sekarang usiaku 25 tahun, cool, pekerjaan ok, tapi belum punya pacar juga nie. Ketika aku melihat orang-orang yang berjalan sama pacarnya, pasti timbul perasaan iri di dalam hati. Wanita-wanita yang ada di gerejaku kelihatannya pada jaim (jaga image). Hanya membuat hati semakin kesel dan males mendekatinya. Yang di luar kristus justru lebih baik jodohnya, kenapa yah?"
Pertanyaan seperti yang terlontar dari mulut Jimmy teman saya ini, mungkin akan membuat anda sebagai pengikut Kristus juga ikut tergelitik untuk memikirkannya sejenak seperti yang sedang saya lakukan saat ini. Bukan kali ini saja saya mendengar pertanyaan seperti ini terlontar dari mulut anak-anak Tuhan. Beberapa tahun yang lalu seorang teman dekat saya malah ada yang nekad menjalin relationships dengan pria yang tidak percaya kepada Kristus karena ia beranggapan bahwa mencari pria Kristen yang takut akan Tuhan itu lebih sulit daripada mencari pria yang penting bisa mencintainya dengan sepenuh hati.
Well, saat usia kita sudah beranjak dewasa, apalagi ditambah dengan posisi pekerjaan yang mapan dan penghasilan tetap setiap bulannya, hadirnya pasangan hidup di sisi kita pasti menjadi kerinduan bagi setiap orang. Mengharapkan ada seseorang yang bisa menjadi tempat berbagi suka dan duka, tempat berbagi kasih, dan menjadi partner dalam menjalani aktivitas keseharian, merupakan salah satu alasan yang sehat bagi para pria dan wanita untuk menikah. Tetapi jika pasangan hidup yang sesuai Firman Tuhan ternyata sulit didapat sementara usia sudah mulai melewati kepala 3, apakah kita akan berputar haluan dan mencarinya lewat jalan pintas?
Pernikahan adalah pondasi sebuah keluarga dan keluarga adalah pondasi gerejanya Tuhan. Siapa bermain-main dalam pernikahan, itu sama artinya sedang bermain-main dengan Tuhan. Bermain-main dengan Tuhan artinya sudah berdosa kepada ketetapan yang sudah dibuat-Nya. Dan upah dosa adalah maut.
Sebagai anak Tuhan, seharusnya kita memusatkan seluruh pandangan hidup kita ke satu Pribadi yaitu Yesus Kristus dalam setiap aspek kehidupan kita dan tidak berkompromi dengan dunia sedikitpun. Sayangnya, prinsip ini sulit tertanam dalam diri kita jika kita belum mempunyai tujuan hidup yang benar di dalam Dia, apalagi buat mereka yang sudah dibutakan oleh cinta (eross). Bisakah kita tetap menempatkan Yesus di atas segalanya ketika orang tua kita mulai mendesak kita untuk memperkenalkan calon istri atau calon suami dan orang-orang di sekeliling kita satu per satu mulai melepas masa lajang atau jomblonya?
Menyandang status suami atau istri itu mudah lho. Asal usia pria sudah 19 tahun dan usia wanitanya 16 tahun, catatan sipil sudah siap menikahkan kita (gara-gara kasus Syeh Puji - Ulfah, gue jadi melek hukum juga neh hihihi). Yang sulit adalah mempertanggung-jawabkan status tersebut di hadapan Tuhan, pasangan hidup kita, dan juga masyarakat. Jika mempertanggung-jawabkan pernikahan juga mudah, tentunya tidak perlu ada perceraian. Kenyataan yang ada di lapangan, banyak orang yang cepat menikah, tetapi banyak juga yang cepat bercerai. Nah, mau...jadi salah satu orang yang cepat menikah tetapi juga cepat bercerai seperti yang marak terjadi di Indonesia akhir-akhir ini?
Kasih sejati tidak bisa dibeli dengan uang. Ukuran kesiapan seseorang untuk mempunyai pasangan hidup dan menikah juga tidak hanya dilihat dari usia, kedewasaan jasmani, dan materi saja, tetapi harus diimbangi dengan kematangan di sisi kerohanian kita. Tuhan selalu tahu apa yang kita butuhkan dan Dia tidak akan pernah melewatkan kebahagiaan anak-anak-Nya. Yang membuat kita segera menerima anugerah-Nya atau lambat menerimanya (ditahan dulu) adalah diri kita sendiri. Jika kita sudah layak untuk menerima anugerah-Nya, Dia akan segera memberikannya. Jika belum, tentunya kita harus dilayakkan lebih dulu agar siap saat menerimanya.
Kebanyakan dari kita, terlalu sibuk mencari pria dan wanita yang tepat untuk kita tanpa mengimbanginya dengan usaha dari diri kita sendiri untuk menjadi pria dan wanita yang tepat bagi calon pasangan kita nantinya. Makanya, banyak orang frustasi karena tidak segera mendapatkan calon pasangan yang sepadan kemudian memotong jalan pintas asal bisa menyandang status menikah meski harus 'menggadaikan' Yesus Kristus.
Saat kita jatuh cinta kepada seseorang, cinta kita kepada Yesus juga ikut teruji. Keduanya mempunyai hubungan yang erat karena Kristus mati di atas kayu salib juga karena bentuk cinta-Nya yang besar atas dunia ini. Jika kita lengah tidak melibatkan-Nya dalam hal ini, maka kita bisa kehilangan sebuah hubungan yang berharga yaitu dengan Tuhan kita sendiri. Yesus menyukai setiap bentuk hubungan. Ia suka ketika Adam mempunyai hubungan yang intim dengan Hawa selain dengan-Nya. Dia yang sama juga akan menyukai hubungan kita dengan lawan jenis kita di dunia ini. Ia tidak melarang kita jatuh cinta, berpasangan, dan menikah. Masalahnya, maukah kita menempatkan Dia di dalam hubungan-hubungan yang kita miliki itu agar nama-Nya tetap dipermuliakan di atasnya?
Matius 6:33, Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Kalo nggak segera punya pacar, jangan kesel sama Tuhan dong. Tapi interospeksi diri, sudahkah kita pantas mendapatkan pasangan yang sepadan dari-Nya? Perbaiki kualitas diri dan iman kita di hadapan Kristus agar menjadi calon pasangan yang tepat bagi mempelai-mempelai-Nya. Pasti deh, Yesus tidak pernah lupa memberikan pasangan yang terbaik bagi kita jika kita sudah siap menerima anugerah-Nya itu. Let's to be a man and a women in Christ, not just a boy and a girl that not yet mature to get marriage...(nj@coe).
No comments:
Post a Comment