Oleh : Angelina Kusuma
Yakobus 3:13, Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemah-lembutan.
Di pertemuan doa malam gereja Selasa kemarin, saya mendapat teguran keras dari seorang ibu yang ikut datang di acara tersebut, "Kamu itu kalo nyalamin orang mbok ya sambil ngliat mata orangnya!"
Hati saya cukup 'tertampar' rasanya dengan teguran si ibu ini. Bukan saja malu karena suara nyaring beliau membuat orang-orang yang disekelilingnya menoleh ke arah saya secara bersamaan saat itu, tapi juga karena saya merasa bersalah, telah bertindak kurang sopan di hadapan orang tua yang layak dihormati seperti beliau.
Teguran ibu ini terus saya ingat-ingat hingga sekarang. Saya sama sekali tidak mendendam kepada beliau karena kalimat pedasnya. Hanya saja, teguran tersebut merupakan salah satu feedback buat saya, bahwa sekecil apapun tingkah laku saya sehari-hari, ternyata ada yang memperhatikannya dan saya bersyukur karenanya. Tanpa kritikan dari orang lain, saya tidak akan pernah maju dan punya keinginan mau belajar menjadi lebih baik. Jika kritikan itu benar adanya dan membangun ke arah yang positif, saya mau melakukan perubahan-perubahan pada diri saya dengan segenap hati.
Bagi saya yang cenderung agak pemalu saat di tengah-tengah keramaian orang asing, mengubah kebiasaan untuk mudah akrab/ramah dengan orang lain, mungkin agak sulit dilakukan. Jika disuruh memilih, saya pasti akan lebih memilih menepi jauh-jauh dari pusat keramaian dan tinggal di ketenangan yang jauh dari hiruk pikuk orang-orang. Tapi, hal itu tentu tidak mungkin saya lakukan terus-menerus. Saya perlu bersosialisasi dengan orang lain meski itu tidak mudah saya lakukan karena sifat yang agak pemalu ini.
Seorang sahabat yang juga mempunyai sifat agak pemalu seperti saya dimasa lalunya, mengungkapkan kesaksiannya untuk merubah kebiasaan buruknya yang selalu ingin lari ketika bertemu dengan banyak orang diluar sana. "Setiap hari, aku berjanji untuk menyapa minimal lima orang asing entah itu dengan anggukan kepala atau sekedar senyuman agar aku terbiasa dengan orang-orang disekitarku...dan akhirnya ya berhasil juga meminimalis kecanggunganku jika berhadapan dengan orang asing", itulah tip berinteraksi dengan orang lain dan mengurangi sifat pemalu yang diberikan olehnya.
Saya pikir, saran sahabat saya ini benar adanya. Kita memang tidak bisa menghindar terus dari hal-hal yang tidak kita sukai. Jika kita ingin hal-hal yang tidak kita sukai itu menjadi nyaman untuk kita seperti hal-hal yang sudah kita sukai sejak awal, bukan kita yang harus menuntut hal tersebut berubah mengikuti apa mau kita, tapi kitalah yang harus merubah diri lebih dulu agar kita diterima olehnya.
Sebagai seorang fotografer, saya sering bertemu dan melihat secara langsung ekspresi berbagai macam orang saat ia hendak di foto. Ketika didepan kamera, hampir semua orang akan menunjukkan senyum atau muka berseri-serinya dengan spontan tanpa diminta orang lain. Ini menunjukkan bahwa semua orang sebenarnya selalu ingin tampil semenarik mungkin di foto yang nantinya bisa dilihat oleh banyak orang. Jika kita bisa tersenyum atau bahkan tertawa didepan kamera, kenapa didepan orang lain tidak?
Saya belum lulus ujian good manner di komunitas doa malam gereja Selasa kemarin. Tapi di waktu-waktu ke depan, saya akan terus belajar untuk lebih terbuka, belajar bersikap lebih manis kepada semua orang tanpa terkecuali, belajar tersenyum ramah, dan menatap mata dari orang yang sedang saya ajak berinteraksi. Meski saya punya sifat agak pemalu, tidak berarti saya tidak bisa melakukannya. Roh Kudus pasti bisa memberi saya keberanian untuk melakukan semua itu karena tingkah laku yang baik juga buah-Nya yang tinggal di hati kita (nj@coe).
Yakobus 3:13, Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemah-lembutan.
Di pertemuan doa malam gereja Selasa kemarin, saya mendapat teguran keras dari seorang ibu yang ikut datang di acara tersebut, "Kamu itu kalo nyalamin orang mbok ya sambil ngliat mata orangnya!"
Hati saya cukup 'tertampar' rasanya dengan teguran si ibu ini. Bukan saja malu karena suara nyaring beliau membuat orang-orang yang disekelilingnya menoleh ke arah saya secara bersamaan saat itu, tapi juga karena saya merasa bersalah, telah bertindak kurang sopan di hadapan orang tua yang layak dihormati seperti beliau.
Teguran ibu ini terus saya ingat-ingat hingga sekarang. Saya sama sekali tidak mendendam kepada beliau karena kalimat pedasnya. Hanya saja, teguran tersebut merupakan salah satu feedback buat saya, bahwa sekecil apapun tingkah laku saya sehari-hari, ternyata ada yang memperhatikannya dan saya bersyukur karenanya. Tanpa kritikan dari orang lain, saya tidak akan pernah maju dan punya keinginan mau belajar menjadi lebih baik. Jika kritikan itu benar adanya dan membangun ke arah yang positif, saya mau melakukan perubahan-perubahan pada diri saya dengan segenap hati.
Bagi saya yang cenderung agak pemalu saat di tengah-tengah keramaian orang asing, mengubah kebiasaan untuk mudah akrab/ramah dengan orang lain, mungkin agak sulit dilakukan. Jika disuruh memilih, saya pasti akan lebih memilih menepi jauh-jauh dari pusat keramaian dan tinggal di ketenangan yang jauh dari hiruk pikuk orang-orang. Tapi, hal itu tentu tidak mungkin saya lakukan terus-menerus. Saya perlu bersosialisasi dengan orang lain meski itu tidak mudah saya lakukan karena sifat yang agak pemalu ini.
Seorang sahabat yang juga mempunyai sifat agak pemalu seperti saya dimasa lalunya, mengungkapkan kesaksiannya untuk merubah kebiasaan buruknya yang selalu ingin lari ketika bertemu dengan banyak orang diluar sana. "Setiap hari, aku berjanji untuk menyapa minimal lima orang asing entah itu dengan anggukan kepala atau sekedar senyuman agar aku terbiasa dengan orang-orang disekitarku...dan akhirnya ya berhasil juga meminimalis kecanggunganku jika berhadapan dengan orang asing", itulah tip berinteraksi dengan orang lain dan mengurangi sifat pemalu yang diberikan olehnya.
Saya pikir, saran sahabat saya ini benar adanya. Kita memang tidak bisa menghindar terus dari hal-hal yang tidak kita sukai. Jika kita ingin hal-hal yang tidak kita sukai itu menjadi nyaman untuk kita seperti hal-hal yang sudah kita sukai sejak awal, bukan kita yang harus menuntut hal tersebut berubah mengikuti apa mau kita, tapi kitalah yang harus merubah diri lebih dulu agar kita diterima olehnya.
Sebagai seorang fotografer, saya sering bertemu dan melihat secara langsung ekspresi berbagai macam orang saat ia hendak di foto. Ketika didepan kamera, hampir semua orang akan menunjukkan senyum atau muka berseri-serinya dengan spontan tanpa diminta orang lain. Ini menunjukkan bahwa semua orang sebenarnya selalu ingin tampil semenarik mungkin di foto yang nantinya bisa dilihat oleh banyak orang. Jika kita bisa tersenyum atau bahkan tertawa didepan kamera, kenapa didepan orang lain tidak?
Saya belum lulus ujian good manner di komunitas doa malam gereja Selasa kemarin. Tapi di waktu-waktu ke depan, saya akan terus belajar untuk lebih terbuka, belajar bersikap lebih manis kepada semua orang tanpa terkecuali, belajar tersenyum ramah, dan menatap mata dari orang yang sedang saya ajak berinteraksi. Meski saya punya sifat agak pemalu, tidak berarti saya tidak bisa melakukannya. Roh Kudus pasti bisa memberi saya keberanian untuk melakukan semua itu karena tingkah laku yang baik juga buah-Nya yang tinggal di hati kita (nj@coe).
No comments:
Post a Comment