Oleh : Angelina Kusuma
Semua orang terdidik, pastinya bisa menulis. Tapi, tidak semua tulisan bisa membawa dampak luas bagi semua orang yang membacanya. Ada banyak orang yang mengeluh kepada saya karena mereka sulit untuk memulai menulis. Alasannya berbagai macam. Ada yang bingung menentukan kata-kata dalam tulisannya, ada yang kesulitan meletakkan tema dasar tulisan, ada yang terlalu sibuk mencari data-data penunjang sehingga membuatnya kehabisan waktu berharga untuk menulis, dll. Intinya, ada banyak penulis tidak berdampak baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain lewat tulisan-tulisan, karena mereka hanya sekedar ingin menulis teori!
Seorang sahabat penulis saya pernah berkata demikian, "Tulislah apa yang kamu inginkan, bukan apa yang kamu pikirkan", dan saya diberkati karena kalimat dorongannya ini.
Beberapa hari yang lalu, saya membaca sebuah buku mengenai Dream Catcher karya Bpk. Ayub Bansole yang menceritakan pentingnya tulisan bagi seorang pemimpi. Buku tipis ini isinya sangat sederhana. Berisi kesaksian hidup yang dialami oleh seorang Ayub Bansole dalam mewujudkan tulisan-tulisan ringannya di buku agenda pribadinya menjadi sebuah kenyataan yang hidup dan akhirnya menjangkau banyak jiwa untuk kemuliaan Tuhan Yesus. Ia bukanlah seorang penulis yang terdidik di dunia sekolah. Tapi jika anda membaca bobot tulisannya di buku ini, anda tidak akan percaya bahwa beliau hanyalah lulusan STM!
Hal yang bisa menyumbat kreatifitas dan kualitas tulisan dari seorang penulis, salah satunya ketika ia terjebak pada apa yang harus ditulisnya untuk menyenangkan orang lain. Kita tidak akan sempurna menyenangkan orang lain jika kita sendiri masih kekurangan sukacita. Demikian juga kuasa sebuah tulisan. Tulisan kita tidak akan maksimal membangun orang lain jika kita sendiri tidak terhidupi didalamnya. Kehidupan pribadi utuh si penulis merupakan nyawa bagi tulisan-tulisannya. Karenanya, lebih berguna menulis hal-hal yang sudah kita alami dan terbukti membangun hidup kita, dari pada menulis apa yang dituntut orang lain untuk kita tulis.
Film dan buku Kambing Jantan yang diangkat dari blog milik Raditya Dika juga berawal dari tulisan-tulisan mengenai pengalaman hidupnya sehari-hari. Raditya Dika yang suka menulis diary sejak kelas 4 SD ini, menulis tentang apa yang ia rasakan, apa yang ia alami, dan apa yang ia inginkan sesuai dengan kapasitasnya, sehingga mengantarnya sebagai penulis yang akhirnya mengilhami banyak blogger Indonesia agar semakin bertekun menulis kesaksian dan pengalaman hidupnya sendiri melalui media blog atau media-media lainnya.
The biggest thing start from your desires, not just what you thinks. Your desires will be a good testimony for you and another, when you write it and walk on it. Do not only theorize but make practices in your life for living your writing (nj@coe).
2 comments:
mudah2an suatu kali aku bisa buat...hm..ga usa film deh, layar tancap aja. hahaha. sapa tauuu
Hihihi, selamat mengejar impian bikin layar tancap kalo gitu :))
Post a Comment