Sunday, July 05, 2009

Pertunangan

Oleh : Angelina Kusuma

2 Korintus 11:2b, Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus.

Di antara beberapa sahabat pria yang dekat dengan saya, ia adalah pria paling potensial untuk masuk ke area relationship and marriage saya. Bukan saja karena kami berdua masih sama-sama berstatus single, tapi karena kami juga sudah menjalin kedekatan satu sama lain dalam persahabatan sejak masih di bangku kuliah hingga bekerja dibidangnya masing-masing.

Sahabat-sahabat saya selalu bertanya, "Kenapa sie kamu nggak jadian aja sama dia?", berkali-kali ketika mereka tahu atau memergoki kami jalan bareng dan beraktivitas berdua, yang biasa dilakukan seorang pria dan wanita yang sedang dalam masa pendekatan alias berkencan.

Saya tidak menampik kemungkinan bahwa ia adalah benar calon pasangan hidup yang telah disediakan oleh Tuhan buat saya. Saya juga tidak menutup hati jika kebersamaan kami ini akhirnya berujung pada hubungan yang lebih dari sekedar persahabatan. Hanya saja, saya belum berani mengklaim 100% demikian selama belum mendengarnya meminta saya sebagai pasangan hidupnya secara pribadi.

"Tembak aja dia. Nggak zaman sekarang cewe nunggu terus, move on duluan nggak masalah kok."

Jujur, saya juga sempat berpikir seperti saran salah seorang sahabat saya ini. Hampir saja saya keluar dari masa long waiting saya atas hubungan kami ini dan bergerak maju sebagai seorang putri dengan pakaian baja dan peralatan perangnya, membebaskan sang pangeran impian yang bersembunyi di puri, dan membawanya ke istana keputrian kemudian menikahinya :D.

Beruntung, saya adalah wanita yang dibesarkan di keluarga yang tidak menceritakan kisah diatas ketika anak-anaknya hendak pergi tidur. Saya masih ingat, ketika saya kecil, ayah saya sering bercerita mengenai dogeng seorang pangeran gagah berani dengan kuda putih dan pedangnya yang selalu membela kaum lemah, termasuk menyelamatkan putri impian dan kemudian menikahinya. Dari ayah, saya juga belajar bahwa prialah yang harus datang kepada wanita untuk memintanya menjadi pasangan hidupnya, meski prinsip ini sekarang sudah mulai luntur dan terbalik (banyak wanita zaman sekarang yang berani memimpin pengambilan komitmen relationship lebih dulu dari pada pria).

Terlepas dari tradisi ketimuran dan dongeng-dongeng legendaris tentang pria-pria yang berani berjuang untuk para wanita special dimatanya, saya lebih memegang erat isi kebenaran Firman Tuhan yang saya hormati. Tuhan menjadikan pria sebagai pemimpin dan wanita sebagai penolong. Jika dalam hal membuat komitmen relationship saja pria harus dipimpin lebih dulu, bagaimana dalam pernikahan nanti? Saya tidak butuh pria dengan karakter penolong yang hebat. Yang saya perlukan hanyalah seorang pria yang mempunyai karakter pemimpin, meskipun ia bukanlah pria terhebat, terkaya, tertampan, terpintar, ataupun tanpa sematan sebutan-sebutan 'ter' yang lainnya. Saya siap menjadi penolong bagi seorang pria pemimpin biasa, karena untuk itulah saya diciptakan dari tulang rusuknya, bukan diambil dari kepala atau bagian lain dari pria itu.

"Apa kamu nggak nyesel buang banyak waktu nantinya? Kalo dia ketemu cewe lain trus cewe ini berani nembak dia dan ternyata dia trima, kamu bakal kehilangan kesempatan menjalin relationship dengannya nanti..."

Dalam masa penantian akan pasangan hidup, saya tidak pernah membiarkan perasaan saya berjalan sendirian. Saya sadar, saya adalah wanita yang diciptakan dekat dengan hati, karenanya pasti sulit mengontrol logika ketika saya mulai jatuh cinta, seperti para wanita pada umumnya. Tapi di masa penantian ini, sebelum calon pasangan hidup saya yang teruji datang dan meminta saya menjadi pasangan hidupnya, saya tidak akan pernah membiarkan hati saya jatuh cinta mentah-mentah kepada seorang pria. Ya, saya tidak bisa melakukannya sendirian tentunya. Saya perlu meminta tangan Yesus yang maha kuasa itu melindungi hati saya sampai tiba waktu-Nya saya menyerahkan hati ini kepada seorang pria yang dibawa oleh-Nya ke hadapan saya. Selama dia belum berada disisi saya didepan altar gereja, satu-satunya hati saya masih seutuhnya milik Tuhan :).

Yang saya nanti dalam status single ini juga bukanlah salah seorang pria yang saya cintai atau pria berpotensial yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk menikahi saya. Saya tidak pernah mengklaim satu pribadipun sebagai calon pasangan hidup saya sampai saat ini. Saya hanya menyerahkan kriteria calon pasangan hidup yang saya ingini dan membiarkan Bapa saya yang memilihkannya dari antara anak-anak-Nya yang sepadan dan berkenan di hadirat-Nya untuk saya. Saya percaya Bapa saya sanggup mengadakan pria terbaik untuk anak-anak wanita-Nya seperti saya. Ia adalah Tuhan yang kreatif, tak terbatas pada rencana buatan manusia. Saya tidak akan pernah mengambil hak yang seharusnya dikerjakan oleh Tuhan, dengan membatasinya pada satu pribadi yang saya ingini dengan sangat, karena yang terbaik buat saya, belum tentu yang terbaik juga buat Tuhan.

Keluarga ada bukan karena keinginan seorang pria dan wanita yang cukup umur dan ingin menikah. Keluarga adalah batu bata penyokong bangunan gereja yang dibentuk untuk memuliakan nama-Nya diatas bumi. Tuhanlah pemrakarsa proses penyatuan setiap pria dan wanita. Keluarga yang dikasihi-Nya tidak terbentuk karena peranan manusia, tapi atas rencana-Nya. Dan karena keyakinan bahwa Tuhan selalu bergerak didepan saya inilah, saya tidak perlu risau atau takut terlambat dalam mendapatkan sesuatu. Tuhan pasti akan memberikan kasih karunia-Nya kepada saya, termasuk soal pasangan hidup, tepat pada waktu-Nya.

Pepatah kuno mengatakan, "Jika jodoh tidak akan kemana-mana". Firman Tuhan di 2 Korintus 11:2b juga berkata bahwa sebenarnya masing-masing dari kita sudah 'dipertunangkan'.

Bagian saya sebagai wanita dalam masa menanti pasangan hidup adalah memperbarui karakter saya didalam Kristus, menjaga kekudusan jasmani (keperawanan) dan rohani saya, dan bersiap-siap ketika sang mempelai itu datang seperti persiapan lima gadis bijak dengan pelitanya menjelang perjamuan kawin. Lebih baik, saya membuang banyak waktu untuk menunggu pria yang telah disediakan oleh-Nya untuk saya bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus lebih dulu dan memperbarui karakter pemimpin dalam dirinya, dari pada membawa pria seadanya ke pelaminan cepat-cepat dan merubahnya kemudian setelah berstatus suami. Yang tidak berharga sekarang, ia tidak akan pernah berharga setelah 2, 5, atau 10 tahun ke depan. Yang tidak bisa memimpin saat pacaran, tidak akan pernah bisa juga memimpin saat sudah berumah tangga. Jadi untuk apa mempertahankan yang sudah jelas belum berada di posisinya yang benar? (nj@coe).



4 comments:

Ge Siahaya said...

Enjie, pandangan2 kamu selalu membuat saya terpesona, karena begitu kental dengan pengertian akan Firman yang hidup.

Saya sepakat bahwa yg namanya jodoh adalah pemberian Tuhan, dan ada juga yg memang akan hidup melajang. Esensi kehidupan ini tidak terletak pada menikah atau tidak menikah, namun apakah kita berjalan sesuai dengan kehendakNya dan melaksanakan kehendakNya.

GBU Enjie (^__^)

Enjie said...

Haha tx kak G. Bener, yg terpenting adalah kita berjalan terus bersama Tuhan apapun keadaan dan juga siapa/tanpa siapa2 disamping kita. Just only Him that will be trully our Friend :)

eha said...

Senang sekali menemukan satu lagi saudara seiman di dunia maya ini. Pengalaman yang kautuang di blogmu akan memperkaya pemikiran kami yang membacanya ... so, keep on writing GBU

Enjie said...

Makasih sudah berkunjung Eha :)