Oleh : Angelina Kusuma
Hari Sabtu kemarin, komsel dewasa muda gereja diadakan di rumah saya. Sejak kepindahan saya ke rumah yang baru ini, satupun dari jemaat gereja belum pernah ada yang datang berkunjung. Oleh karena itu ketika tiba giliran saya ditunjuk untuk menerima anggota berkomsel, saya mengajak mereka untuk datang ke rumah saya yang baru.
Rumah baru saya ini letaknya agak jauh dari pusat kota tempat saya tinggal dan bergereja. Untuk mencapainya diperlukan sekitar 20-30 menit perjalanan menggunakan sepeda motor atau mobil. Dengan ber-15, anggota komsel saya yang terdiri dari para dewasa muda itu mengendarai mobil gereja ke rumah saya. Berhubung ini adalah kali pertama mereka hendak bertandang, sempat terjadi beberapa kali insiden kebingungan mencari alamat rumah sebelum sampai di depan teras saya.
Seorang ibu yang ikut datang, menggeleng-gelengkan kepalanya begitu beliau berdiri di pintu rumah saya dan saya persilahkan untuk masuk, "Angellll, rumahmu yang ini benar-benar jauh! Jalannya banyak yang gelap gulita, sinyal HP sulit lagi, ckckck ... gitu kok kamu berani pulang pergi sendirian dari rumah ke kota tiap hari, malam-malam lagi. Apa kamu nggak takut?"
Ibu ini tahu letak tempat kerja saya dan sedikit banyak memahami setiap kegiatan saya sehari-hari. Tempat kerja saya tak jauh dari gereja dimana saya berjemaat dan jadwal kerja saya biasanya dari pukul 3 sore sampai pukul 11 hingga pukul 12 malam. Sebagai seorang wanita, pulang ke rumah larut malam ditambah puluhan kilometer yang harus saya tempuh tentu saja membuat banyak orang heran karenanya. Belum lagi jadwal kegiatan saya yang super padat saat weekend. Setiap Sabtu, jadwal kerja saya pindah ke pagi hari mulai pukul 7 sampai dengan pukul 3 sore karena ada komsel di malam harinya. Saya harus bolak-balik dari tempat kerja ke rumah sehabis kerja untuk berkomsel - rumah anggota komsel lain banyak yang berada dipusat kota, kemudian kembali lagi ke rumah diatas pukul 10 malam, dan besok paginya saya harus bersiap mengikuti Ibadah Pagi di gereja pukul 7 pagi - jika saya harus melayani di Ibadah Pagi berarti saya harus sudah stand by di gereja pukul 6.30 pagi.
Capek? Pasti! Weekend memang menjadi hari-hari yang cukup melelahkan bagi saya saat ini. Meskipun saya termasuk orang yang mempunyai jadwal super sibuk, sedapat mungkin saya selalu berkomitmen untuk menjaga eksistensi saya dengan membagi waktu sebaik mungkin antara pekerjaan, pelayanan gereja, keluarga, dan kegemaran pribadi saya. Saya sudah mendisiplinkan diri saya sejak kecil untuk meraih keseimbangan diantara semua itu. Memang ada banyak kendalanya, tapi saya tidak pernah menganggapnya sebagai benar-benar batu sandungan untuk terus berjalan maju.
"Ah enggak juga Tante. Saya tidak pernah merasa terbeban untuk pulang pergi dari rumah ini kemana-mana selama ini. Ya memang jauh dan melelahkan dibandingkan rumah yang dulu, tapi kalau sudah berada di rumah juga hilang sendiri kok capeknya."
Saat saya beraktifitas diluar rumah atau diluar kota, semalam apapun itu, jika masih memungkin saya akan tetap menempuh puluhan bahkan ratusan kilometer untuk kembali lagi ke rumah. Tidak perduli apakah keadaan jalan-jalan yang saya lalui gelap gulita dan adanya kemungkinan menjumpai tindak kejahatan disepanjang jalannya, saya akan selalu pulang! Rumah tak hanya sebagai tempat berlindung bagi saya. Keberadaan orang-orang yang saya kasihi didalamnya lebih menarik saya untuk selalu kembali kesana setelah puas atau penat mengembara beberapa lama di dunia luar.
"Karena aku tahu rumah itu adalah rumah orang tuaku, maka sejauh kakiku melangkah aku akan tetap kembali nantinya."
Tidak ada yang bisa memutuskan tali kekeluargaan. Pepatah dunia berkata, 'ada mantan teman, ada mantan pacar, ada mantan suami/istri, ada mantan tetangga, tetapi tidak pernah ada sebutan mantan anak!'
Lukas 15:20, Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
Perumpamaan tentang anak hilang yang diucapkan oleh Yesus dalam Lukas 15:11-32 juga mengisyaratkan tentang kecenderungan seorang anak untuk kembali ke rumah orang tuanya setelah ia lelah menghadapi penderitaan yang dialaminya ketika keluar dari rumahnya. Anda dan saya juga pasti akan kembali ke 'rumah' Bapa kita yang sebenarnya nanti di kekekalan.
Apapun yang kita alami di dunia ini hanyalah sementara waktu. Rumah kita yang sesungguhnya tidak terbuat dari beton atau sebatas bangunan gedung secara jasmani tetapi terletak pada kekekalan. Yesus yang adalah Tuhan kita telah kembali ke Surga untuk mempersiapkan rumah-rumah bagi kita disana.
Yohanes 14:2-3, Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.
Jika kita menyadari bahwa rumah kita yang sebenarnya bukanlah di bumi ini dan setiap kita pasti akan menuju kesana, seharusnya kita tidak perlu banyak mengeluh dan bersungut-sungut saat menjalani hidup di dunia. Saya rela menempuh perjalanan disetiap malam yang larut hanya untuk kembali ke rumah orang tua saya, si bungsu juga rela meninggalkan kehidupan lamanya untuk kembali ke rumah ayahnya, demikianlah kiranya sikap kita menghadapi kehidupan masing-masing sebelum kembali ke alam keabadian.
Kita semua harus bersiap untuk kembali ke rumah Bapa setiap waktu. Yesus sudah menjadi yang sulung untuk mempersiapkan rumah-rumah sorgawi kita disana. Semua penderitaan dan cobaan hidup yang kita alami saat ini tidak sebanding dengan apa yang akan kita peroleh di rumah kekekalan. Jika kita antusias melihat ke depan, memandang ke rumah Bapa kita yang kekal di Surga, semua halangan seberat apapun itu akan terasa ringan bagi kita.
Jalani hidup dengan penuh sukacita, karena kita semua pasti akan kembali ke rumah Bapa yang kekal. Dan karena kita sudah mempunyai jaminan atau surat kepemilikan Surga yang sah, tidak ada alasan untuk undur diri menghadapi segala problema hidup (nj@coe).
Hari Sabtu kemarin, komsel dewasa muda gereja diadakan di rumah saya. Sejak kepindahan saya ke rumah yang baru ini, satupun dari jemaat gereja belum pernah ada yang datang berkunjung. Oleh karena itu ketika tiba giliran saya ditunjuk untuk menerima anggota berkomsel, saya mengajak mereka untuk datang ke rumah saya yang baru.
Rumah baru saya ini letaknya agak jauh dari pusat kota tempat saya tinggal dan bergereja. Untuk mencapainya diperlukan sekitar 20-30 menit perjalanan menggunakan sepeda motor atau mobil. Dengan ber-15, anggota komsel saya yang terdiri dari para dewasa muda itu mengendarai mobil gereja ke rumah saya. Berhubung ini adalah kali pertama mereka hendak bertandang, sempat terjadi beberapa kali insiden kebingungan mencari alamat rumah sebelum sampai di depan teras saya.
Seorang ibu yang ikut datang, menggeleng-gelengkan kepalanya begitu beliau berdiri di pintu rumah saya dan saya persilahkan untuk masuk, "Angellll, rumahmu yang ini benar-benar jauh! Jalannya banyak yang gelap gulita, sinyal HP sulit lagi, ckckck ... gitu kok kamu berani pulang pergi sendirian dari rumah ke kota tiap hari, malam-malam lagi. Apa kamu nggak takut?"
Ibu ini tahu letak tempat kerja saya dan sedikit banyak memahami setiap kegiatan saya sehari-hari. Tempat kerja saya tak jauh dari gereja dimana saya berjemaat dan jadwal kerja saya biasanya dari pukul 3 sore sampai pukul 11 hingga pukul 12 malam. Sebagai seorang wanita, pulang ke rumah larut malam ditambah puluhan kilometer yang harus saya tempuh tentu saja membuat banyak orang heran karenanya. Belum lagi jadwal kegiatan saya yang super padat saat weekend. Setiap Sabtu, jadwal kerja saya pindah ke pagi hari mulai pukul 7 sampai dengan pukul 3 sore karena ada komsel di malam harinya. Saya harus bolak-balik dari tempat kerja ke rumah sehabis kerja untuk berkomsel - rumah anggota komsel lain banyak yang berada dipusat kota, kemudian kembali lagi ke rumah diatas pukul 10 malam, dan besok paginya saya harus bersiap mengikuti Ibadah Pagi di gereja pukul 7 pagi - jika saya harus melayani di Ibadah Pagi berarti saya harus sudah stand by di gereja pukul 6.30 pagi.
Capek? Pasti! Weekend memang menjadi hari-hari yang cukup melelahkan bagi saya saat ini. Meskipun saya termasuk orang yang mempunyai jadwal super sibuk, sedapat mungkin saya selalu berkomitmen untuk menjaga eksistensi saya dengan membagi waktu sebaik mungkin antara pekerjaan, pelayanan gereja, keluarga, dan kegemaran pribadi saya. Saya sudah mendisiplinkan diri saya sejak kecil untuk meraih keseimbangan diantara semua itu. Memang ada banyak kendalanya, tapi saya tidak pernah menganggapnya sebagai benar-benar batu sandungan untuk terus berjalan maju.
"Ah enggak juga Tante. Saya tidak pernah merasa terbeban untuk pulang pergi dari rumah ini kemana-mana selama ini. Ya memang jauh dan melelahkan dibandingkan rumah yang dulu, tapi kalau sudah berada di rumah juga hilang sendiri kok capeknya."
Saat saya beraktifitas diluar rumah atau diluar kota, semalam apapun itu, jika masih memungkin saya akan tetap menempuh puluhan bahkan ratusan kilometer untuk kembali lagi ke rumah. Tidak perduli apakah keadaan jalan-jalan yang saya lalui gelap gulita dan adanya kemungkinan menjumpai tindak kejahatan disepanjang jalannya, saya akan selalu pulang! Rumah tak hanya sebagai tempat berlindung bagi saya. Keberadaan orang-orang yang saya kasihi didalamnya lebih menarik saya untuk selalu kembali kesana setelah puas atau penat mengembara beberapa lama di dunia luar.
"Karena aku tahu rumah itu adalah rumah orang tuaku, maka sejauh kakiku melangkah aku akan tetap kembali nantinya."
Tidak ada yang bisa memutuskan tali kekeluargaan. Pepatah dunia berkata, 'ada mantan teman, ada mantan pacar, ada mantan suami/istri, ada mantan tetangga, tetapi tidak pernah ada sebutan mantan anak!'
Lukas 15:20, Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
Perumpamaan tentang anak hilang yang diucapkan oleh Yesus dalam Lukas 15:11-32 juga mengisyaratkan tentang kecenderungan seorang anak untuk kembali ke rumah orang tuanya setelah ia lelah menghadapi penderitaan yang dialaminya ketika keluar dari rumahnya. Anda dan saya juga pasti akan kembali ke 'rumah' Bapa kita yang sebenarnya nanti di kekekalan.
Apapun yang kita alami di dunia ini hanyalah sementara waktu. Rumah kita yang sesungguhnya tidak terbuat dari beton atau sebatas bangunan gedung secara jasmani tetapi terletak pada kekekalan. Yesus yang adalah Tuhan kita telah kembali ke Surga untuk mempersiapkan rumah-rumah bagi kita disana.
Yohanes 14:2-3, Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.
Jika kita menyadari bahwa rumah kita yang sebenarnya bukanlah di bumi ini dan setiap kita pasti akan menuju kesana, seharusnya kita tidak perlu banyak mengeluh dan bersungut-sungut saat menjalani hidup di dunia. Saya rela menempuh perjalanan disetiap malam yang larut hanya untuk kembali ke rumah orang tua saya, si bungsu juga rela meninggalkan kehidupan lamanya untuk kembali ke rumah ayahnya, demikianlah kiranya sikap kita menghadapi kehidupan masing-masing sebelum kembali ke alam keabadian.
Kita semua harus bersiap untuk kembali ke rumah Bapa setiap waktu. Yesus sudah menjadi yang sulung untuk mempersiapkan rumah-rumah sorgawi kita disana. Semua penderitaan dan cobaan hidup yang kita alami saat ini tidak sebanding dengan apa yang akan kita peroleh di rumah kekekalan. Jika kita antusias melihat ke depan, memandang ke rumah Bapa kita yang kekal di Surga, semua halangan seberat apapun itu akan terasa ringan bagi kita.
Jalani hidup dengan penuh sukacita, karena kita semua pasti akan kembali ke rumah Bapa yang kekal. Dan karena kita sudah mempunyai jaminan atau surat kepemilikan Surga yang sah, tidak ada alasan untuk undur diri menghadapi segala problema hidup (nj@coe).
No comments:
Post a Comment