Hari Sabtu tanggal 6 September 2008 kemarin adalah weekend terheboh yang saya alami dalam beberapa bulan terakhir ini. Saya adalah seorang wiraswasta yang mempunyai sebuah unit usaha kecil berupa warung internet di kota Ponorogo. Selama hampir tiga tahun warnet saya berdiri, baru kali ini terjadi masalah kunci hilang di tempat saya.
Saya hanya mempunyai satu rekan kerja yang membantu saya mengawasi kinerja di warnet ini - warnet beroperasi sekitar 16 jam setiap hari dengan jam kerja rata-rata 8 jam sehari per orang. Sabtu pagi kemarin saya yang bertugas jaga warnet karena malamnya saya harus ikut komsel Dewasa Muda di gereja. Saya dan Ce Yuli - nama rekan sekerja saya di warnet - berasal dari gereja yang sama, usia kami seumuran, dan rekan sepelayanan saya di tim choir gereja. Untuk mengatasi bentrokan jadwal kerja dan pelayanan di gereja, kami berdua selalu mengatur jadwal setiap hari. Hari Kamis malam Ce Yuli ikut komsel Pemuda di gereja, sedangkan saya ikut komsel Dewasa Muda di hari Sabtu malamnya. Jika saya masuk pagi maka Ce Yuli masuk sore dan juga sebaliknya. Saling bertukar jam kerja untuk mengatasi jadwal pelayanan, komsel, dan kegiatan sehari-hari adalah hal yang biasa untuk kami berdua.
Komsel Dewasa Muda yang saya ikuti hari Sabtu kali ini sampai pukul 10 malam lebih. Warnet saya biasa tutup pukul 11 malam setiap hari. Jarak warnet dan gereja hanya sekitar 500 meter. Biasanya setiap kali pulang dari gereja, saya menyempatkan diri untuk memeriksa keadaan warnet. Siapa tahu, Ce Yuli butuh pertolongan disana atau sekedar melihat keadaan warnet sedang baik atau tidak. Tetapi malam itu karena saya sudah kecapaian akhirnya hanya lewat didepan warnet saja tanpa berhenti kemudian pulang ke rumah dengan mengendarai sepeda motor.
Sampai di rumah, saya juga langsung masuk ke kamar tidur untuk beristirahat, mempersiapkan diri di esok hari Minggu karena ada jadwal pelayanan bersama tim choir gereja di Ibadah Raya Pagi. Baru sekitar 40 menit saya terlelap, tiba-tiba handphone saya berdering. Ce Yuli mengabari saya sebuah berita buruk, 'kunci warnet yang dipegangnya hilang!' Waktu menunjukkan pukul 23.40 WIB ketika kabar itu sampai di telinga saya.
Menerima kabar bahwa kunci warnet hilang ditengah malam itu terang mambuat saya panik. "Aset puluhan jutaku, hasil kerja kerasku selama hampir tiga tahun ... terancam", ini yang ada di otak saya pertama kali ketika mendengar kabar buruk ini. Mana jarak rumah saya dan warnet - setelah kepindahan saya 2 bulan yang lalu dari rumah lama di pusat kota - bisa dibilang sangat jauh. Rumah saya yang sekarang di pinggiran kota Ponorogo, agak masuk ke desa. Jaraknya jika ditempuh dengan sepeda motor dari rumah ke warnet antara 25 sampai 30 menit.
Konflikpun terjadi. Saya tidak mungkin keluar rumah jam 12 malam seperti itu seorang diri. Papi dan Mami saya juga bukannya membantu menyelesaikan masalah tapi justru berkata-kata pedas. Wah, serumah panas semua - hehehe. Tidak ada yang mau pergi ke warnet untuk memberikan kunci duplikat yang masih tersisa kesana - saya dan Ce Yuli masing-masing pegang satu kunci.
Berhubung tidak ada orang rumah yang mau mengantarkan kunci ke warnet, akhirnya dengan berat hati saya hanya bisa berkata, "Ce, mau nggak mau kamu harus tidur di warnet malam ini. Besok pagi-pagi sekali aku baru bisa jemput kamu ..." Rasanya ingin menangis waktu saya mengucapkan kata-kata itu. Antara bingung memikirkan aset warnet yang bisa saja dijebol orang yang menemukan kunci warnet - yang hilang adalah kunci pintu utamanya - dan tidak tega membiarkan Ce Yuli yang juga wanita tidur di warnet seorang diri.
Malam itu juga acara tidur saya menjadi terganggu. Saya terjaga lebih dari jam 1 pagi hanya memikirkan soal warnet dan Ce Yuli.
"Tuhannn, warnetku piye? Itu aset terbesarku ... kalau kebobolan maling habis sudah ..." Pikiran saya penuh dengan ketakutan kehilangan aset warnet. Warnet ini memang saya dirikan setelah melalui perjuangan yang keras selama tahun-tahun sebelumnya. Tiga tahun saya harus mengumpulkan keberanian untuk melepas pekerjaan-pekerjaan saya sebelumnya dan memantapkan diri untuk menggapai impian saya sebagai wirausahawan. Tiga tahun berikutnya, saya juga bekerja keras untuk memajukan warnet kecil ini dengan tenaga saya sendiri tanpa ada campur tangan dari orang lain. Jika saya over protective terhadap warnet yang sudah dengan susah payah saya dirikan ini, mungkin semua orang juga akan menganggukkan kepala setuju.
"Tapi Angel ... warnet itu sebenarnya bukan milikmu!"
Deg!!! Saat saya mendengar bisikan ini di hati, seketika itu juga saya terbangun dari tidur. Tuhan mengingatkan saya bahwa Dialah Pemilik warnet saya yang sah! Saya hanyalah pengelolanya di bumi ini yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Dia. Akhirnya hari itu saya tutup dengan doa penyerahan total ke tangan Tuhan. Melalui peristiwa ini saya diingatkan bahwa secanggih apapun saya mengelola unit-unit usaha saya, jika Tuhan tidak berkehendak maka semua akan diambil lagi oleh-Nya. Semua yang kita punyai adalah milik-Nya dan kita hanyalah pengelola-pengelola-Nya sementara waktu selama mengembara di dunia. Ketika kita dipanggil kembali ke kekekalan nanti, kita tidak akan membawa apa-apa meskipun kita mempunyai aset bernilai milyaran juta Rupiah.
Pukul 5 pagi di hari Minggu, saya sudah keluar dari rumah menuju warnet. Sampai di warnet, saya bernafas lega mendapati Ce Yuli masih sehat disana. Saya mengantarnya ke rumah, menunggunya mandi, dan berganti pakaian kemudian bersama-sama pergi ke gereja. Hari itu kami berdua sama-sama di satu tim choir Ibadah Raya Pagi, jadi harus sudah siap di gereja 30 menit sebelum ibadah dimulai untuk mengikuti doa pelayan mimbar terlebih dahulu.
Sebelum doa pelayan mimbar dimulai, saya terpanggil untuk membereskan hati saya yang sempat kacau balau gara-gara tengah malam kemarin. Saya ingat disatu ayat, bahwa sebelum kita mempersembahkan persembahan kita dihadapan Tuhan, kita harus mendamaikan diri terlebih dahulu jika sedang bermasalah dengan salah seorang saudara kita. Dan saya sadar betul, kejadian malam sebelumnya juga membuat hubungan saya dan Ce Yuli sedikit tegang karenanya yang pasti akan terimbas pada pelayanan kami jika tidak dibereskan segera.
"Tuhan ampuni aku. Aku hendak melayani pekerjaan-Mu didepan mimbar gereja, layakkan aku sebelum aku naik keatas sana dan damaikan aku dengan Ce Yuli sekarang."
Selesai berdoa pribadi dan ikut doa pelayan mimbar, akhirnya saya bisa tersenyum lepas kearah Ce Yuli - hahaha. Yah, apapun yang terjadi, semua adalah kehendak Bapa di Surga. Tidak ada yang salah dalam hal kunci warnet yang telah hilang. Ce Yuli sudah menebusnya dengan menjagai warnet semalam dengan tidur didalamnya dan itu sudah cukup sebagai tanda pertanggungan-jawabnya kepada saya.
Ini juga hebatnya orang Kristen. Kita mempunyai karunia untuk mengampuni kesalahan orang lain dengan segera ketika kita mau melibatkan Tuhan didalamnya. Pagi itu saya bisa melayani bersama tim choir dengan antusias seperti biasanya seperti tanpa beban. Yesus sudah mengubah hati saya yang gerah selama 8 jam sebelumnya menjadi damai, sedamai-damainya. Selesai mengikuti Ibadah Raya Pagi, saya dan Ce Yuli pun bisa kembali ke warnet sambil bernyanyi bersama-sama sepanjang perjalanan.
"Aku percaya bahwa Allahku
Selalu turut bekerja bagiku
Tuk mendatangkan kebaikan bagiku
Yang mengasihi-Mu Tuhan
Aku percaya"
Sama seperti lirik lagu 'Allahku S'lalu Turut Bekerja'-nya Jonathan Prawira, itulah sebenarnya kisah yang tengah saya alami bersama Ce Yuli kali ini. Saya percaya satu hal bahwa hal buruk yang kami alami kali ini adalah sebuah pembelajaran bagi kami berdua agar semakin dekat dengan Yesus dan satu sama lain. Setelah membereskan peralatan tidur yang digunakan Ce Yuli semalam, kami juga bersama-sama membuka warnet dan menyambut user-user kami yang pertama.
"Coba cari kuncinya dideretan pedagang kaki lima depan SMP 1, Ngel. Paling kuncinya kemarin lupa tak tinggal disana waktu reparasi jam", kata Ce Yuli ketika saya hendak pergi menggandakan kunci warnet.
Saya mendatangi alamat yang diberikan oleh Ce Yuli sebelum melaksanakan niat saya ke ahli duplikat kunci. Meskipun hanya mengira-ngira dan tidak yakin 100% bahwa kunci yang hilang itu bisa kembali lagi, akhirnya saya belok juga ke sebuah pedagang kaki lima yang mangkal didepan SMP 1 Ponorogo seperti petunjuk Ce Yuli sebelumnya.
"Pak nyuwun sewu nderek tanglet, dek wingi nopo wonten kunci ketinggalan teng mriki nggih."
(Pak maaf numpang tanya, kemarin apa ada kunci tertinggal disini?).
"Kunci ... o nggih wonten ..."
(Kunci ... o ya ada ...)
Wuah, plong rasanya ketika si Bapak pedagang kaki lima itu berkata demikian. Istrinya yang ada disampingnya kemudian menyerahkan sebuah kunci kepada saya. Setelah mengucapkan terima kasih, sayapun kembali ke warnet sambil bersukacita.
"Lihat, Aku bisa mengembalikan apa yang Ku kehendaki tetap ada padamu dengan cara apapun!"
Yes!, Tuhan memang lebih berkuasa! Dia berhak mengambil apa yang dimaui-Nya dan bisa memberikan apa yang ingin Ia berikan kepada kita dalam hitungan detik jika sudah berkehendak. Saya belajar banyak hal dari peristiwa Sabtu tengah malam itu. Dari sana, Ia kembali mengingatkan saya bahwa meskipun saya mampu mengelola aset puluhan juta yang ada di warnet saya dengan baik, saya tetap bukan pemiliknya yang sah. Saya hanya pengelola yang telah dipercayai oleh Tuhan untuk mengelola aset tersebut. Peristiwa ini juga memberi pelajaran pengendalian emosi dalam diri saya dan mengedepankan kasih dalam segala hal, mendekat saya dengan Ce Yuli bukan hanya sebagai rekan sekerja dan rekan sepelayanan di gereja tetapi juga sebagai sahabat dan saudara.
Setiap hari adalah tertandingan iman bagi kita. Setiap masalah yang terjadi mengandung arti pembentukan karakter kita hingga seperti Kristus. Ketika masalah datang, jangan bertanya "Mengapa ini terjadi ...", tapi tanyalah kepada Tuhan "Apa yang Engkau mau aku pelajari dari sini?"
Mulai hari Minggu hingga hari ini, Tuhan membuka perbendaharaan kas-Nya untuk warnet saya lebih dari yang saya targetnya setiap hari. Tiga hari ini hampir sepanjang jam rata-rata kependudukan user di warnet dibuat penuh oleh-Nya, sampai ada waiting list user yang rela meluangkan waktu beberapa saat untuk sekedar menunggu user lain selesai menggunakan rent computer-nya - padahal warnet-warnet sudah menjamur di kota ini. Saya yakin hal ini tidak akan terjadi kepada warnet saya jika saya melawan didikan Tuhan kemarin. Didalam Dia, masalah-masalah yang buruk bisa diubah-Nya menjadi berkat-berkat jasmani dan rohani yang tak akan pernah habis kita nikmati.
Amin!
Matius 5:23-24, Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.
Roma 8:28, Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Saya hanya mempunyai satu rekan kerja yang membantu saya mengawasi kinerja di warnet ini - warnet beroperasi sekitar 16 jam setiap hari dengan jam kerja rata-rata 8 jam sehari per orang. Sabtu pagi kemarin saya yang bertugas jaga warnet karena malamnya saya harus ikut komsel Dewasa Muda di gereja. Saya dan Ce Yuli - nama rekan sekerja saya di warnet - berasal dari gereja yang sama, usia kami seumuran, dan rekan sepelayanan saya di tim choir gereja. Untuk mengatasi bentrokan jadwal kerja dan pelayanan di gereja, kami berdua selalu mengatur jadwal setiap hari. Hari Kamis malam Ce Yuli ikut komsel Pemuda di gereja, sedangkan saya ikut komsel Dewasa Muda di hari Sabtu malamnya. Jika saya masuk pagi maka Ce Yuli masuk sore dan juga sebaliknya. Saling bertukar jam kerja untuk mengatasi jadwal pelayanan, komsel, dan kegiatan sehari-hari adalah hal yang biasa untuk kami berdua.
Komsel Dewasa Muda yang saya ikuti hari Sabtu kali ini sampai pukul 10 malam lebih. Warnet saya biasa tutup pukul 11 malam setiap hari. Jarak warnet dan gereja hanya sekitar 500 meter. Biasanya setiap kali pulang dari gereja, saya menyempatkan diri untuk memeriksa keadaan warnet. Siapa tahu, Ce Yuli butuh pertolongan disana atau sekedar melihat keadaan warnet sedang baik atau tidak. Tetapi malam itu karena saya sudah kecapaian akhirnya hanya lewat didepan warnet saja tanpa berhenti kemudian pulang ke rumah dengan mengendarai sepeda motor.
Sampai di rumah, saya juga langsung masuk ke kamar tidur untuk beristirahat, mempersiapkan diri di esok hari Minggu karena ada jadwal pelayanan bersama tim choir gereja di Ibadah Raya Pagi. Baru sekitar 40 menit saya terlelap, tiba-tiba handphone saya berdering. Ce Yuli mengabari saya sebuah berita buruk, 'kunci warnet yang dipegangnya hilang!' Waktu menunjukkan pukul 23.40 WIB ketika kabar itu sampai di telinga saya.
Menerima kabar bahwa kunci warnet hilang ditengah malam itu terang mambuat saya panik. "Aset puluhan jutaku, hasil kerja kerasku selama hampir tiga tahun ... terancam", ini yang ada di otak saya pertama kali ketika mendengar kabar buruk ini. Mana jarak rumah saya dan warnet - setelah kepindahan saya 2 bulan yang lalu dari rumah lama di pusat kota - bisa dibilang sangat jauh. Rumah saya yang sekarang di pinggiran kota Ponorogo, agak masuk ke desa. Jaraknya jika ditempuh dengan sepeda motor dari rumah ke warnet antara 25 sampai 30 menit.
Konflikpun terjadi. Saya tidak mungkin keluar rumah jam 12 malam seperti itu seorang diri. Papi dan Mami saya juga bukannya membantu menyelesaikan masalah tapi justru berkata-kata pedas. Wah, serumah panas semua - hehehe. Tidak ada yang mau pergi ke warnet untuk memberikan kunci duplikat yang masih tersisa kesana - saya dan Ce Yuli masing-masing pegang satu kunci.
Berhubung tidak ada orang rumah yang mau mengantarkan kunci ke warnet, akhirnya dengan berat hati saya hanya bisa berkata, "Ce, mau nggak mau kamu harus tidur di warnet malam ini. Besok pagi-pagi sekali aku baru bisa jemput kamu ..." Rasanya ingin menangis waktu saya mengucapkan kata-kata itu. Antara bingung memikirkan aset warnet yang bisa saja dijebol orang yang menemukan kunci warnet - yang hilang adalah kunci pintu utamanya - dan tidak tega membiarkan Ce Yuli yang juga wanita tidur di warnet seorang diri.
Malam itu juga acara tidur saya menjadi terganggu. Saya terjaga lebih dari jam 1 pagi hanya memikirkan soal warnet dan Ce Yuli.
"Tuhannn, warnetku piye? Itu aset terbesarku ... kalau kebobolan maling habis sudah ..." Pikiran saya penuh dengan ketakutan kehilangan aset warnet. Warnet ini memang saya dirikan setelah melalui perjuangan yang keras selama tahun-tahun sebelumnya. Tiga tahun saya harus mengumpulkan keberanian untuk melepas pekerjaan-pekerjaan saya sebelumnya dan memantapkan diri untuk menggapai impian saya sebagai wirausahawan. Tiga tahun berikutnya, saya juga bekerja keras untuk memajukan warnet kecil ini dengan tenaga saya sendiri tanpa ada campur tangan dari orang lain. Jika saya over protective terhadap warnet yang sudah dengan susah payah saya dirikan ini, mungkin semua orang juga akan menganggukkan kepala setuju.
"Tapi Angel ... warnet itu sebenarnya bukan milikmu!"
Deg!!! Saat saya mendengar bisikan ini di hati, seketika itu juga saya terbangun dari tidur. Tuhan mengingatkan saya bahwa Dialah Pemilik warnet saya yang sah! Saya hanyalah pengelolanya di bumi ini yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Dia. Akhirnya hari itu saya tutup dengan doa penyerahan total ke tangan Tuhan. Melalui peristiwa ini saya diingatkan bahwa secanggih apapun saya mengelola unit-unit usaha saya, jika Tuhan tidak berkehendak maka semua akan diambil lagi oleh-Nya. Semua yang kita punyai adalah milik-Nya dan kita hanyalah pengelola-pengelola-Nya sementara waktu selama mengembara di dunia. Ketika kita dipanggil kembali ke kekekalan nanti, kita tidak akan membawa apa-apa meskipun kita mempunyai aset bernilai milyaran juta Rupiah.
Pukul 5 pagi di hari Minggu, saya sudah keluar dari rumah menuju warnet. Sampai di warnet, saya bernafas lega mendapati Ce Yuli masih sehat disana. Saya mengantarnya ke rumah, menunggunya mandi, dan berganti pakaian kemudian bersama-sama pergi ke gereja. Hari itu kami berdua sama-sama di satu tim choir Ibadah Raya Pagi, jadi harus sudah siap di gereja 30 menit sebelum ibadah dimulai untuk mengikuti doa pelayan mimbar terlebih dahulu.
Sebelum doa pelayan mimbar dimulai, saya terpanggil untuk membereskan hati saya yang sempat kacau balau gara-gara tengah malam kemarin. Saya ingat disatu ayat, bahwa sebelum kita mempersembahkan persembahan kita dihadapan Tuhan, kita harus mendamaikan diri terlebih dahulu jika sedang bermasalah dengan salah seorang saudara kita. Dan saya sadar betul, kejadian malam sebelumnya juga membuat hubungan saya dan Ce Yuli sedikit tegang karenanya yang pasti akan terimbas pada pelayanan kami jika tidak dibereskan segera.
"Tuhan ampuni aku. Aku hendak melayani pekerjaan-Mu didepan mimbar gereja, layakkan aku sebelum aku naik keatas sana dan damaikan aku dengan Ce Yuli sekarang."
Selesai berdoa pribadi dan ikut doa pelayan mimbar, akhirnya saya bisa tersenyum lepas kearah Ce Yuli - hahaha. Yah, apapun yang terjadi, semua adalah kehendak Bapa di Surga. Tidak ada yang salah dalam hal kunci warnet yang telah hilang. Ce Yuli sudah menebusnya dengan menjagai warnet semalam dengan tidur didalamnya dan itu sudah cukup sebagai tanda pertanggungan-jawabnya kepada saya.
Ini juga hebatnya orang Kristen. Kita mempunyai karunia untuk mengampuni kesalahan orang lain dengan segera ketika kita mau melibatkan Tuhan didalamnya. Pagi itu saya bisa melayani bersama tim choir dengan antusias seperti biasanya seperti tanpa beban. Yesus sudah mengubah hati saya yang gerah selama 8 jam sebelumnya menjadi damai, sedamai-damainya. Selesai mengikuti Ibadah Raya Pagi, saya dan Ce Yuli pun bisa kembali ke warnet sambil bernyanyi bersama-sama sepanjang perjalanan.
"Aku percaya bahwa Allahku
Selalu turut bekerja bagiku
Tuk mendatangkan kebaikan bagiku
Yang mengasihi-Mu Tuhan
Aku percaya"
Sama seperti lirik lagu 'Allahku S'lalu Turut Bekerja'-nya Jonathan Prawira, itulah sebenarnya kisah yang tengah saya alami bersama Ce Yuli kali ini. Saya percaya satu hal bahwa hal buruk yang kami alami kali ini adalah sebuah pembelajaran bagi kami berdua agar semakin dekat dengan Yesus dan satu sama lain. Setelah membereskan peralatan tidur yang digunakan Ce Yuli semalam, kami juga bersama-sama membuka warnet dan menyambut user-user kami yang pertama.
"Coba cari kuncinya dideretan pedagang kaki lima depan SMP 1, Ngel. Paling kuncinya kemarin lupa tak tinggal disana waktu reparasi jam", kata Ce Yuli ketika saya hendak pergi menggandakan kunci warnet.
Saya mendatangi alamat yang diberikan oleh Ce Yuli sebelum melaksanakan niat saya ke ahli duplikat kunci. Meskipun hanya mengira-ngira dan tidak yakin 100% bahwa kunci yang hilang itu bisa kembali lagi, akhirnya saya belok juga ke sebuah pedagang kaki lima yang mangkal didepan SMP 1 Ponorogo seperti petunjuk Ce Yuli sebelumnya.
"Pak nyuwun sewu nderek tanglet, dek wingi nopo wonten kunci ketinggalan teng mriki nggih."
(Pak maaf numpang tanya, kemarin apa ada kunci tertinggal disini?).
"Kunci ... o nggih wonten ..."
(Kunci ... o ya ada ...)
Wuah, plong rasanya ketika si Bapak pedagang kaki lima itu berkata demikian. Istrinya yang ada disampingnya kemudian menyerahkan sebuah kunci kepada saya. Setelah mengucapkan terima kasih, sayapun kembali ke warnet sambil bersukacita.
"Lihat, Aku bisa mengembalikan apa yang Ku kehendaki tetap ada padamu dengan cara apapun!"
Yes!, Tuhan memang lebih berkuasa! Dia berhak mengambil apa yang dimaui-Nya dan bisa memberikan apa yang ingin Ia berikan kepada kita dalam hitungan detik jika sudah berkehendak. Saya belajar banyak hal dari peristiwa Sabtu tengah malam itu. Dari sana, Ia kembali mengingatkan saya bahwa meskipun saya mampu mengelola aset puluhan juta yang ada di warnet saya dengan baik, saya tetap bukan pemiliknya yang sah. Saya hanya pengelola yang telah dipercayai oleh Tuhan untuk mengelola aset tersebut. Peristiwa ini juga memberi pelajaran pengendalian emosi dalam diri saya dan mengedepankan kasih dalam segala hal, mendekat saya dengan Ce Yuli bukan hanya sebagai rekan sekerja dan rekan sepelayanan di gereja tetapi juga sebagai sahabat dan saudara.
Setiap hari adalah tertandingan iman bagi kita. Setiap masalah yang terjadi mengandung arti pembentukan karakter kita hingga seperti Kristus. Ketika masalah datang, jangan bertanya "Mengapa ini terjadi ...", tapi tanyalah kepada Tuhan "Apa yang Engkau mau aku pelajari dari sini?"
Mulai hari Minggu hingga hari ini, Tuhan membuka perbendaharaan kas-Nya untuk warnet saya lebih dari yang saya targetnya setiap hari. Tiga hari ini hampir sepanjang jam rata-rata kependudukan user di warnet dibuat penuh oleh-Nya, sampai ada waiting list user yang rela meluangkan waktu beberapa saat untuk sekedar menunggu user lain selesai menggunakan rent computer-nya - padahal warnet-warnet sudah menjamur di kota ini. Saya yakin hal ini tidak akan terjadi kepada warnet saya jika saya melawan didikan Tuhan kemarin. Didalam Dia, masalah-masalah yang buruk bisa diubah-Nya menjadi berkat-berkat jasmani dan rohani yang tak akan pernah habis kita nikmati.
Amin!
Matius 5:23-24, Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.
Roma 8:28, Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
No comments:
Post a Comment