Oleh : Angelina Kusuma
Filipi 4:6, Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.
Seseorang yang mempunyai hubungan intim dengan Bapa di Surgapun, tak akan pernah luput dari satu hal ini: kekuatiran hidup! Baik pendeta dengan tingkat kerohanian tinggi atau juga jemaat yang baru kemarin sore bertobat, bisa diserang oleh dampak kekuatiran hidup. Entah itu kekuatiran mengenai apa yang hendak di makan, apa yang hendak dipakai, apa yang akan terjadi pada anak-anaknya di esok hari, siapa yang akan menjadi pasangan hidupnya, bagaimana dengan pendidikan atau pekerjaannya, bagaimana kondisi usaha yang dikelolanya, tentang kenaikan harga-harga, tindak kejahatan, tingkat kerusuhan, dan lain-lain. Semua orang yang masih di bumi pasti pernah merasakan kuatir!
Hari kemarin hampir saja menjadi hari terburuk saya dalam seminggu ini. Meskipun saya Kristiani tiap kali tiba Hari Raya Idul Fitri, saya selalu menyempatkan diri untuk ikut bersilahturahmi ke rumah-rumah tetangga dan mengucapkan selamat berlebaran kepada mereka yang tengah merayakannya. Dari satu rumah ke rumah lainnya, saya mendapatkan pertanyaan yang senada. "Kapan menikah?", "Kok tetep betah aja melajang ni? Yang lain-lain sudah punya anak lho?", "Cepetan nyari calon to mbak, lama amat milih-milihnya...", "Kapan dong bapaknya diberi cucu?", dan pertanyaan-pertanyaan yang hampir sama dengan itu menghujani saya, membuat tak berkutik menjawab ataupun menimpalinya balik.
Para tetangga wanita seusia saya di sekitar rumah ini kebanyakan sudah menikah. Bukan hanya yang seusia, yang usianya di bawah saya 5 tahunpun ada yang sudah menggendong anak. Saya tak lagi banyak berkelit saat ditanya kapan menikah setahun belakangan ini. Selain sudah capai menanggapinya, bagi saya pertanyaan-pertanyaan klise seperti itu memang tak harus diperdebatkan panjang-panjang. Tanggapi saja dengan senyum bijak dan biarkan waktu yang akan menjawab nantinya.
Kekuatiran tentang pasangan hidup tak pelak menghampiri saya juga seharian kemarin setelah diberondong pertanyaan seputar kapan saya akan menikah lebih dari lima kali. Hmm, saya bersyukur bahwa keberadaan saya di masyarakat sekitar sedemikian berpengaruh dan membuat mereka ikut memikirkan keberadaan saya yang belum juga menemukan pasangan hidup ini. Sesampainya di rumah, tiba-tiba perasaan quilty menghampiri saya juga beberapa saat. Kuatir jika saya tidak juga menemukan pasangan hidup sampai nanti berusia lewat 30 tahun, kuatir jika nanti saya justru tidak mendapatkan seorang pria baik-baik sesuai kriteria saya, kuatir jika orang tua saya mengambil tindakan keras karena saya tidak segera menikah juga - saya anak pertama dari dua bersaudara yang pasti dinanti-nantikan kapan menikah oleh kedua orang tua dan adik saya, dan kekuatiran-kekuatiran lain seputar pasangan hidup datang silih berganti yang akhirnya membuat saya jatuh juga dalam ketidak-utuhan sebagai pribadi.
Perasaan sendiri terkadang memang datang menyapa saat membiarkan mata melihat terlalu banyak ke kanan dan ke kiri, kepada mereka yang sudah memantapkan diri melenggang ke pernikahan lebih dulu. Tetapi saya juga tidak mau terburu-buru menikah hanya karena desakan usia yang menua dari tahun ke tahun. Saya ingin menikah karena saya memang sudah siap dan sudah yakin dengan pilihan itu, bukan karena terdesak dan hanya menuruti pandangan 'baik' secara dunia.
Saat merasa kesepian, saya tahu kemana harus pergi. Saat merasa ketakutan, saya tahu kemana harus mendapatkan kekuatan kembali. Saat merasa kuatir, saya juga tahu kemana harus mengadu. Tuhan selalu mengingatkan saya kepada pengalaman masa lalu yang membuat saya tak perlu kuatir lagi bahwa Ia akan lupa memberikan kebahagiaan dalam hidup saya.
"Apa yang perlu kamu kuatirkan atas Tuhanmu, Njie? Dia pernah menyembuhkanmu secara ajaib dari TB Lumbal 1 yang memvonis kakimu bisa lumpuh jika patah tulang. Dia pernah membawamu keluar dari Jakarta ke Ponorogo dan menyertaimu membangun unit usaha mulai dari nol di bawah cibiran banyak orang, tetapi akhirnya orang-orang yang 'menyayangkanmu' meninggalkan karir bagus di Jakarta dulu memburu resep keberhasilanmu berbisnis sekarang. Dia pernah melepaskanmu dari relationships tak sepadan di masa lalu yang membelenggumu dan membawamu kepada kenaikan rohani di bawah didikan-Nya yang lemah lembut. Dia pernah membuatmu dan keluargamu bisa melewati ujian perzinahan dalam keluarga dengan mulus. Dia sudah memberimu banyak tanda-tanda ajaib. Apakah kamu masih tetap kuatir jika Ia tidak memberimu pasangan hidup yang terbaik juga nantinya?"
Pernyataan diatas selalu bisa menenangkan gundah di hati saya. Tak ada yang perlu diingatkan harus dilakukan oleh Tuhan kepada saya. Ia tidak akan lalai terhadap anak-anak kesayangan-Nya. Ia adalah Tuhan yang tak hanya memberi saya banyak tanda ajaib, tetapi sudah menemani saya dalam banyak keadaan yang berbeda-beda. Saat saya jatuh, hanya Dia yang ada di samping saya. Begitu juga saat saya senang, Dia tak pernah meninggalkan sisi saya sedikitpun.
Saya bukannya tidak memiliki hubungan dengan pria-pria menarik yang mendekati target pergumulan pasangan hidup. Saya mempunyainya dan sedang berdoa serius untuk setiap hubungan yang berpotensial ke arah relationships dengan pria-pria di hidup saya. Saya percaya bahwa Tuhan bekerja dalam setiap elemen diri saya tanpa kecuali. Ia tidak hanya menjadi penonton di luar sana yang berpangku tangan saja. Jika saya belum menemukan pasangan hidup yang tepat, bukan berarti bahwa Ia lupa merancangnya. Saya yakin Ia sedang bekerja menempa saya agar layak menerima anugerah pernikahan jika Ia memang berkehendak.
Saya bukanlah tipe single yang pasrah dan apatis. Saya tidak pernah menutup hati saya bagi siapapun dan tidak pula menjadi merana karena keadaan saya yang masih sendiri ini. Saya percaya satu prinsip bahwa yang saya perlukan hanyalah melakukan bagian saya dan sisanya biarlah Tuhan yang menggenapi dengan melakukan bagian-Nya juga. Dan karena itulah, tidak ada lagi alasan buat saya untuk berlama-lama kuatir dalam status single! Saya tetap akan bersukacita setiap saat. Meski banyak orang menanti pernikahan saya dan memburu agar saya segera meninggalkan status tersebut, saya tidak akan 'menjual Kristus karenanya. Saya single dan saya akan tetap mempunyai fokus utuh kepada rencana indah Yesus untuk saya meskipun sampai akhirnya nanti saya tidak menemukan satu priapun yang layak untuk disanding ke pelaminan. Segala yang terjadi dalam hidup saya hanyalah anugerah yang harus disyukuri dan terus dinikmati tanpa mengeluh.
Amin! (nj@coe).
Filipi 4:6, Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.
Seseorang yang mempunyai hubungan intim dengan Bapa di Surgapun, tak akan pernah luput dari satu hal ini: kekuatiran hidup! Baik pendeta dengan tingkat kerohanian tinggi atau juga jemaat yang baru kemarin sore bertobat, bisa diserang oleh dampak kekuatiran hidup. Entah itu kekuatiran mengenai apa yang hendak di makan, apa yang hendak dipakai, apa yang akan terjadi pada anak-anaknya di esok hari, siapa yang akan menjadi pasangan hidupnya, bagaimana dengan pendidikan atau pekerjaannya, bagaimana kondisi usaha yang dikelolanya, tentang kenaikan harga-harga, tindak kejahatan, tingkat kerusuhan, dan lain-lain. Semua orang yang masih di bumi pasti pernah merasakan kuatir!
Hari kemarin hampir saja menjadi hari terburuk saya dalam seminggu ini. Meskipun saya Kristiani tiap kali tiba Hari Raya Idul Fitri, saya selalu menyempatkan diri untuk ikut bersilahturahmi ke rumah-rumah tetangga dan mengucapkan selamat berlebaran kepada mereka yang tengah merayakannya. Dari satu rumah ke rumah lainnya, saya mendapatkan pertanyaan yang senada. "Kapan menikah?", "Kok tetep betah aja melajang ni? Yang lain-lain sudah punya anak lho?", "Cepetan nyari calon to mbak, lama amat milih-milihnya...", "Kapan dong bapaknya diberi cucu?", dan pertanyaan-pertanyaan yang hampir sama dengan itu menghujani saya, membuat tak berkutik menjawab ataupun menimpalinya balik.
Para tetangga wanita seusia saya di sekitar rumah ini kebanyakan sudah menikah. Bukan hanya yang seusia, yang usianya di bawah saya 5 tahunpun ada yang sudah menggendong anak. Saya tak lagi banyak berkelit saat ditanya kapan menikah setahun belakangan ini. Selain sudah capai menanggapinya, bagi saya pertanyaan-pertanyaan klise seperti itu memang tak harus diperdebatkan panjang-panjang. Tanggapi saja dengan senyum bijak dan biarkan waktu yang akan menjawab nantinya.
Kekuatiran tentang pasangan hidup tak pelak menghampiri saya juga seharian kemarin setelah diberondong pertanyaan seputar kapan saya akan menikah lebih dari lima kali. Hmm, saya bersyukur bahwa keberadaan saya di masyarakat sekitar sedemikian berpengaruh dan membuat mereka ikut memikirkan keberadaan saya yang belum juga menemukan pasangan hidup ini. Sesampainya di rumah, tiba-tiba perasaan quilty menghampiri saya juga beberapa saat. Kuatir jika saya tidak juga menemukan pasangan hidup sampai nanti berusia lewat 30 tahun, kuatir jika nanti saya justru tidak mendapatkan seorang pria baik-baik sesuai kriteria saya, kuatir jika orang tua saya mengambil tindakan keras karena saya tidak segera menikah juga - saya anak pertama dari dua bersaudara yang pasti dinanti-nantikan kapan menikah oleh kedua orang tua dan adik saya, dan kekuatiran-kekuatiran lain seputar pasangan hidup datang silih berganti yang akhirnya membuat saya jatuh juga dalam ketidak-utuhan sebagai pribadi.
Perasaan sendiri terkadang memang datang menyapa saat membiarkan mata melihat terlalu banyak ke kanan dan ke kiri, kepada mereka yang sudah memantapkan diri melenggang ke pernikahan lebih dulu. Tetapi saya juga tidak mau terburu-buru menikah hanya karena desakan usia yang menua dari tahun ke tahun. Saya ingin menikah karena saya memang sudah siap dan sudah yakin dengan pilihan itu, bukan karena terdesak dan hanya menuruti pandangan 'baik' secara dunia.
Saat merasa kesepian, saya tahu kemana harus pergi. Saat merasa ketakutan, saya tahu kemana harus mendapatkan kekuatan kembali. Saat merasa kuatir, saya juga tahu kemana harus mengadu. Tuhan selalu mengingatkan saya kepada pengalaman masa lalu yang membuat saya tak perlu kuatir lagi bahwa Ia akan lupa memberikan kebahagiaan dalam hidup saya.
"Apa yang perlu kamu kuatirkan atas Tuhanmu, Njie? Dia pernah menyembuhkanmu secara ajaib dari TB Lumbal 1 yang memvonis kakimu bisa lumpuh jika patah tulang. Dia pernah membawamu keluar dari Jakarta ke Ponorogo dan menyertaimu membangun unit usaha mulai dari nol di bawah cibiran banyak orang, tetapi akhirnya orang-orang yang 'menyayangkanmu' meninggalkan karir bagus di Jakarta dulu memburu resep keberhasilanmu berbisnis sekarang. Dia pernah melepaskanmu dari relationships tak sepadan di masa lalu yang membelenggumu dan membawamu kepada kenaikan rohani di bawah didikan-Nya yang lemah lembut. Dia pernah membuatmu dan keluargamu bisa melewati ujian perzinahan dalam keluarga dengan mulus. Dia sudah memberimu banyak tanda-tanda ajaib. Apakah kamu masih tetap kuatir jika Ia tidak memberimu pasangan hidup yang terbaik juga nantinya?"
Pernyataan diatas selalu bisa menenangkan gundah di hati saya. Tak ada yang perlu diingatkan harus dilakukan oleh Tuhan kepada saya. Ia tidak akan lalai terhadap anak-anak kesayangan-Nya. Ia adalah Tuhan yang tak hanya memberi saya banyak tanda ajaib, tetapi sudah menemani saya dalam banyak keadaan yang berbeda-beda. Saat saya jatuh, hanya Dia yang ada di samping saya. Begitu juga saat saya senang, Dia tak pernah meninggalkan sisi saya sedikitpun.
Saya bukannya tidak memiliki hubungan dengan pria-pria menarik yang mendekati target pergumulan pasangan hidup. Saya mempunyainya dan sedang berdoa serius untuk setiap hubungan yang berpotensial ke arah relationships dengan pria-pria di hidup saya. Saya percaya bahwa Tuhan bekerja dalam setiap elemen diri saya tanpa kecuali. Ia tidak hanya menjadi penonton di luar sana yang berpangku tangan saja. Jika saya belum menemukan pasangan hidup yang tepat, bukan berarti bahwa Ia lupa merancangnya. Saya yakin Ia sedang bekerja menempa saya agar layak menerima anugerah pernikahan jika Ia memang berkehendak.
Saya bukanlah tipe single yang pasrah dan apatis. Saya tidak pernah menutup hati saya bagi siapapun dan tidak pula menjadi merana karena keadaan saya yang masih sendiri ini. Saya percaya satu prinsip bahwa yang saya perlukan hanyalah melakukan bagian saya dan sisanya biarlah Tuhan yang menggenapi dengan melakukan bagian-Nya juga. Dan karena itulah, tidak ada lagi alasan buat saya untuk berlama-lama kuatir dalam status single! Saya tetap akan bersukacita setiap saat. Meski banyak orang menanti pernikahan saya dan memburu agar saya segera meninggalkan status tersebut, saya tidak akan 'menjual Kristus karenanya. Saya single dan saya akan tetap mempunyai fokus utuh kepada rencana indah Yesus untuk saya meskipun sampai akhirnya nanti saya tidak menemukan satu priapun yang layak untuk disanding ke pelaminan. Segala yang terjadi dalam hidup saya hanyalah anugerah yang harus disyukuri dan terus dinikmati tanpa mengeluh.
Amin! (nj@coe).
4 comments:
Hi, salam kenal...
Aku dapet blog kamu dari Jawaban.com.
Aku senang sekali baca blog kamu, simple tapi sangat membangun..
Pengen kenalan lebih jauh.. please add me tlj_cheria@yahoo.com
Salam kenal juga Tika :). Sudah add tuh hehehe. Tx udah berkunjung ke blogku ya. GBU :).
salam kenal.
Senang saya bisa mampir ke blog Anda, karena tulisan2x disini sangat memberi inspirasi, motivasi dan menebar kasih kepada yang baca. Saya kira akan sering mampir ke blog Anda. JBU.
Salam kenal juga. Wah ada Yesus online hehehe ^o^ V. Silahkan sering-sering mampir kesini ya...JBU 2
Post a Comment