Oleh : Angelina Kusuma
Brenda memandangi kalender di meja kerjanya dengan gelisah. Hari apa ini? Tanggal berapa sekarang? Jam berapa ya? Hmm...
Beberapa detik berikutnya
Ia mengambil handphone...mengetik beberapa kalimat sms di handphone-nya...kemudian, send to...
Brenda diam. Menunggu reply dari seseorang di seberang sana.
Satu menit...
Lima menit...
30 menit...
50 menit berlalu...
"Why? Kok sms-nya nggak terkirim-terkirim juga ya?"
Satu jam pun akhirnya lewat...
Dua kubu mulai membentuk benteng-benteng pertahanan yang siap saling menjatuhkan di dalam pikirannya
(+): "Mungkin dia sedang berada di luar jangkauan sinyal seluler, makanya HP-nya nggak bisa dihubungi"
(-): "Ah, dia ganti nomor HP kali!"
(+): "Dia pasti lagi sibuk kerja"
(-): "Dia udah nggak ngarep lagi dihubungi sama kamu!"
(+): "Jika nanti dia ada waktu, sms dan e-mail-mu pasti dibalas deh..."
(-): "Bodoh! Kenapa tadi kirim sms segala!"
(+): "..."
(-): "@#$&%..."
Satu atau dua kali, kita pasti pernah mengalami situasi yang dialami oleh Brenda di atas. Ketika kita tengah menunggu sesuatu yang tak kunjung juga tiba, pikiran kita yang awalnya damai tiba-tiba menjadi gundah dan berbenturan satu sama lain.
Seberapa sering kita membiarkan pikiran kita berjalan sendiri tanpa kendali? Otak kita merupakan pusat koordinasi seluruh tindakan yang dilakukan oleh anggota-anggota tubuh lainnya. Jika di otak kita terjadi guncangan, anggota tubuh yang lain juga tidak akan berfungsi dengan sempurna.
Sangat penting menguasai dan mengendalikan pikiran agar selalu terisi oleh hal-hal yang manis didengar dan membangun. The real battle is in our mind. Yang membuat dunia tampak buruk atau indah, tergantung dari bagaimana cara pandang kita yang bersumber dari pikiran. Dua kubu berlawanan yang dihadapi oleh Brenda, pasti sering kita alami juga ketika sedang menghadapi suatu masalah. Kubu negatif dan kubu positif akan berebut simpati untuk kita pilih setiap saat dan itu jugalah yang akan menuntun kita ke hasil akhir yang baik atau buruk.
Winning battle inside mind hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang sudah terlatih. Hampir sama dengan latihan jasmani, otak kita juga harus dilatih untuk mengendalikan hasil akhirnya. Seseorang yang selalu bisa berpandangan positif atas kehidupannya tidak terjadi dengan instant. Pasti ada proses pembelajaran berkali-kali sebelumnya yang terjadi pada orang tersebut sehingga membentuk kesadaran baru yang otomatis akan terarah ke positif ketika ia menghadapi masalah.
Saat saya menghadapi vonis dokter yang berkata bahwa saya bisa lumpuh seumur hidup jika kaki saya patah karena adanya virus TB yang menggerogoti tulang belakang saya, peperangan yang saya hadapi tak hanya melawan virus TB lumbal 1 yang bersarang di tubuh dan sudah meremukkan dua ruas tulang belakang saya itu, melainkan juga peperangan yang ada di pikiran saya. Saya menang terhadap penyakit TB lumbal 1 bukan karena obat-obatan atau resep dokter yang manjur. Jika saya masih tegak berdiri di kedua kaki saya saat ini, semua karena saya berhasil memenangkan peperangan yang ada di pikiran saya. Keberanian saya untuk tetap hidup timbul setelah saya bisa mengatasi kubu-kubu negatif yang dibentuk oleh pikiran saya dan melenyapkannya.
Itulah dahsyatnya kekuatan dari pikiran kita. Otak bisa mengendalikan seluruh hasil yang ingin kita capai di dunia ini. Peperangan yang bisa kita lihat, sebenarnya tidaklah sehebat peperangan yang tak bisa kita lihat. Menangkanlah peperangan yang tak terlihat itu (yang ada di pikiran kita) lebih dulu, baru kemenangan peperangan yang bisa kita lihat juga akan tercapai dengan lebih mudah (nj@coe).
Brenda memandangi kalender di meja kerjanya dengan gelisah. Hari apa ini? Tanggal berapa sekarang? Jam berapa ya? Hmm...
Beberapa detik berikutnya
Ia mengambil handphone...mengetik beberapa kalimat sms di handphone-nya...kemudian, send to...
Brenda diam. Menunggu reply dari seseorang di seberang sana.
Satu menit...
Lima menit...
30 menit...
50 menit berlalu...
"Why? Kok sms-nya nggak terkirim-terkirim juga ya?"
Satu jam pun akhirnya lewat...
Dua kubu mulai membentuk benteng-benteng pertahanan yang siap saling menjatuhkan di dalam pikirannya
(+): "Mungkin dia sedang berada di luar jangkauan sinyal seluler, makanya HP-nya nggak bisa dihubungi"
(-): "Ah, dia ganti nomor HP kali!"
(+): "Dia pasti lagi sibuk kerja"
(-): "Dia udah nggak ngarep lagi dihubungi sama kamu!"
(+): "Jika nanti dia ada waktu, sms dan e-mail-mu pasti dibalas deh..."
(-): "Bodoh! Kenapa tadi kirim sms segala!"
(+): "..."
(-): "@#$&%..."
Satu atau dua kali, kita pasti pernah mengalami situasi yang dialami oleh Brenda di atas. Ketika kita tengah menunggu sesuatu yang tak kunjung juga tiba, pikiran kita yang awalnya damai tiba-tiba menjadi gundah dan berbenturan satu sama lain.
Seberapa sering kita membiarkan pikiran kita berjalan sendiri tanpa kendali? Otak kita merupakan pusat koordinasi seluruh tindakan yang dilakukan oleh anggota-anggota tubuh lainnya. Jika di otak kita terjadi guncangan, anggota tubuh yang lain juga tidak akan berfungsi dengan sempurna.
Sangat penting menguasai dan mengendalikan pikiran agar selalu terisi oleh hal-hal yang manis didengar dan membangun. The real battle is in our mind. Yang membuat dunia tampak buruk atau indah, tergantung dari bagaimana cara pandang kita yang bersumber dari pikiran. Dua kubu berlawanan yang dihadapi oleh Brenda, pasti sering kita alami juga ketika sedang menghadapi suatu masalah. Kubu negatif dan kubu positif akan berebut simpati untuk kita pilih setiap saat dan itu jugalah yang akan menuntun kita ke hasil akhir yang baik atau buruk.
Winning battle inside mind hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang sudah terlatih. Hampir sama dengan latihan jasmani, otak kita juga harus dilatih untuk mengendalikan hasil akhirnya. Seseorang yang selalu bisa berpandangan positif atas kehidupannya tidak terjadi dengan instant. Pasti ada proses pembelajaran berkali-kali sebelumnya yang terjadi pada orang tersebut sehingga membentuk kesadaran baru yang otomatis akan terarah ke positif ketika ia menghadapi masalah.
Saat saya menghadapi vonis dokter yang berkata bahwa saya bisa lumpuh seumur hidup jika kaki saya patah karena adanya virus TB yang menggerogoti tulang belakang saya, peperangan yang saya hadapi tak hanya melawan virus TB lumbal 1 yang bersarang di tubuh dan sudah meremukkan dua ruas tulang belakang saya itu, melainkan juga peperangan yang ada di pikiran saya. Saya menang terhadap penyakit TB lumbal 1 bukan karena obat-obatan atau resep dokter yang manjur. Jika saya masih tegak berdiri di kedua kaki saya saat ini, semua karena saya berhasil memenangkan peperangan yang ada di pikiran saya. Keberanian saya untuk tetap hidup timbul setelah saya bisa mengatasi kubu-kubu negatif yang dibentuk oleh pikiran saya dan melenyapkannya.
Itulah dahsyatnya kekuatan dari pikiran kita. Otak bisa mengendalikan seluruh hasil yang ingin kita capai di dunia ini. Peperangan yang bisa kita lihat, sebenarnya tidaklah sehebat peperangan yang tak bisa kita lihat. Menangkanlah peperangan yang tak terlihat itu (yang ada di pikiran kita) lebih dulu, baru kemenangan peperangan yang bisa kita lihat juga akan tercapai dengan lebih mudah (nj@coe).
No comments:
Post a Comment