Oleh : Angelina Kusuma
Keikut-sertaan saya di sebuah photography social networking Indonesia 3 minggu lalu, ternyata membawa dampak positif bagi kemajuan saya di bidang photography. Saya yang selama ini merasa masih cupu alias amatiran di bidang seni memotret, lama-kelamaan terpacu untuk belajar menjadi yang terbaik juga ketika bersentuhan dengan para pecinta photography lainnya di komunitas ini.
Saya belum memiliki kamera jenis SLR/DSLR yang biasa dipakai oleh para fotografer profesional. Makanya, saya cukup surprise ketika beberapa foto-foto hasil jepretan dari kamera pocket yang saya miliki dan yang sengaja saya pasang di account profil saya, mendapat beberapa pujian dari fotografer profesional yang sudah terbiasa menggunakan kamera jenis SLR/DSLR mereka.
Dukungan positif juga datang dari komunitas photography di blog group yang saya ikuti. Setidaknya ada tiga photography blog group yang setiap sepuluh hari sekali memberikan challenge berbeda-beda kepada member-nya sehingga memacu kreatifitas dan ide-ide baru dari member-member-nya tersebut untuk terus belajar memotret dan menggali potensi dirinya.
1 Korintus 15:33, Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.
Pentingnya memperhatikan lingkungan tempat bergaul juga diperintahkan di Bible. Jika saya dibangun melalui komunitas-komunitas pecinta photography online yang saya ikuti, tidak berarti semua komunitas yang pernah saya temui selama hidup saya selalu memberikan dampak yang membangun. Ada juga beberapa komunitas baik online maupun offline yang sengaja saya jauhi karena mereka memberikan dampak kurang baik bagi kehidupan saya.
Beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan e-mail dari seorang wanita yang begitu gembira karena menemukan blog dan e-mail saya. Katanya, "Ternyata kamu itu lebih tua setahun dari aku ya. Selama ini aku suka baca tulisan-tulisan blog-mu utamanya tentang singleness dan kesepian. Boleh aku kenalan lebih lanjut denganmu?"
Hehehe, ketika membaca e-mail dari saudari ini saya agak tertawa geli dibuatnya. Saya memang sering membuat artikel dengan topik tentang singleness, tapi saya sama sekali tidak pernah membuat artikel mengenai kesepian. Konsep saya mengenai singleness jauh daripada arti kesepian karena tidak mempunyai pasangan hidup, melainkan lebih mengarah pada arti keutuhan (single) sebagai pribadi di hadapan Tuhan dan manusia lainnya meski ia tidak mempunya someone special untuk berbagi yang disebut pacar/tunangan/suami/istri.
Dan benar saja, pembicaraan kami selanjutnya via e-mail lebih membuat saya geleng-geleng kepala dibuatnya. Ia menuliskan rentetan cerita sepanjang kereta api tentang bagaimana perasaan kesepian dan perasaan tidak istimewanya terhadap dirinya selama 26 tahun ini (ia lebih muda dari saya setahun), karena selama ia hidup, belum ada pria satupun yang menyatakan cinta kepadanya! Yang lebih menyedihkan lagi, setelah saya memberinya pengertian bahwa dasar kehidupan yang benar bukan hanya sekedar obsesi terhadap pernikahan dan seharusnya ia lebih mengejar keutuhannya sebagai pribadi bukan mengejar pria untuk dijadikannya pasangan hidup, ia tidak lagi mengirimkan e-mail bernada simpatik kepada saya. E-mail terakhir yang ia kirimkan kepada saya berkata bahwa sebenarnya ia menulis e-mail kepada saya untuk mencari tip-tip agar ia bisa segera memperoleh pujaan hatinya, bukan menikmati ke-single-an yang sudah puas ia kecap selama 26 tahun.
Tuh kan membingungkan? hihihi. Saya memang bukan pakar dalam hal cinta-cintaan men...:D. Jadi salah besar jika saya akan memberikan tip-tip cara menggaet pria atau wanita untuk dibawa ke pernikahan seperti tugas para mak comblang dalam ajang kontak jodoh hahaha. Komunitas single yang saya miliki adalah single yang utuh di hadapan Tuhan. Kami tidak akan mengasihani diri kami dengan status single kami dan merasa kurang karenanya. Yes, we are single but we are happy and have a lot of things to do to make a change in this world. We have a normally life like everyone that have a relationship or their marriage. We just different in obligation with them :).
Bukan berarti bahwa para single yang struggle di dalam Tuhan ini kemudian menjadi anti pati terhadap pernikahan dan berniat men-jomblo seumur hidup :D. Kami tetap ingin dan akan menikah suatu saat nanti, tapi kami tidak terobsesi dengan pernikahan itu dan karenanya terburu-buru memilih pasangan hidup seadanya. Pandangan kami tidak tertuju kepada hal yang tidak abadi, tapi kepada kekekalan yang ada di tangan Tuhan. Single yang takut akan Tuhan pasti akan lebih siap menjalani pernikahan nantinya daripada mereka yang hanya terobsesi menikah karena desakan orang tua, adat istiadat, atau umur, right? Makanya, saya tidak akan mengasihani mereka yang single atau baru saja putus dengan pacarnya kemudian ikut meneteskan air mata atau menangis tersedu-sedu karena kondisi tersebut.
"Hei, guys...taruh harapanmu saat single hanya kepada Yesus, bukan kepada pria/wanita! Jika Ia sudah acc, pria seganteng Christian Bautista pun bisa dibawa-Nya kepadamu. Tapi kalo kamu tetap memaksa menikah atau ber-relationship padahal kamu sendiri belum siap dan utuh sebagai pribadi, hanya 'status' yang akan kamu raih nantinya, bukan kehidupan yang indah dan penuh makna dalam relationship atau marriage itu sendiri."
Komunitas-komunitas lain tempat kita bertumbuh juga harus kita perhatikan. Siapa saja yang menjadi rekan kerja/teman sekolah kita, siapa saja yang menjadi rekan sepelayanan kita, siapa saja yang menjadi teman-teman hang out kita sehari-hari, dll. Sahabat-sahabat saya yang dulu takut akan Tuhan saat masih di bangku kuliah, banyak yang tak lagi beribadah ke gereja sekarang karena pengaruh pergaulan yang kurang baik di dunia kerjanya. Manusia bisa berubah karena pengaruh komunitas kurang membangun yang ada di sekitarnya. Berhati-hatilah memilih sahabat dan lingkungan bersosialisasi, karena kita sebenarnya adalah cermin dari mereka juga. Happy friendship...^_^
Keikut-sertaan saya di sebuah photography social networking Indonesia 3 minggu lalu, ternyata membawa dampak positif bagi kemajuan saya di bidang photography. Saya yang selama ini merasa masih cupu alias amatiran di bidang seni memotret, lama-kelamaan terpacu untuk belajar menjadi yang terbaik juga ketika bersentuhan dengan para pecinta photography lainnya di komunitas ini.
Saya belum memiliki kamera jenis SLR/DSLR yang biasa dipakai oleh para fotografer profesional. Makanya, saya cukup surprise ketika beberapa foto-foto hasil jepretan dari kamera pocket yang saya miliki dan yang sengaja saya pasang di account profil saya, mendapat beberapa pujian dari fotografer profesional yang sudah terbiasa menggunakan kamera jenis SLR/DSLR mereka.
Dukungan positif juga datang dari komunitas photography di blog group yang saya ikuti. Setidaknya ada tiga photography blog group yang setiap sepuluh hari sekali memberikan challenge berbeda-beda kepada member-nya sehingga memacu kreatifitas dan ide-ide baru dari member-member-nya tersebut untuk terus belajar memotret dan menggali potensi dirinya.
1 Korintus 15:33, Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.
Pentingnya memperhatikan lingkungan tempat bergaul juga diperintahkan di Bible. Jika saya dibangun melalui komunitas-komunitas pecinta photography online yang saya ikuti, tidak berarti semua komunitas yang pernah saya temui selama hidup saya selalu memberikan dampak yang membangun. Ada juga beberapa komunitas baik online maupun offline yang sengaja saya jauhi karena mereka memberikan dampak kurang baik bagi kehidupan saya.
Beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan e-mail dari seorang wanita yang begitu gembira karena menemukan blog dan e-mail saya. Katanya, "Ternyata kamu itu lebih tua setahun dari aku ya. Selama ini aku suka baca tulisan-tulisan blog-mu utamanya tentang singleness dan kesepian. Boleh aku kenalan lebih lanjut denganmu?"
Hehehe, ketika membaca e-mail dari saudari ini saya agak tertawa geli dibuatnya. Saya memang sering membuat artikel dengan topik tentang singleness, tapi saya sama sekali tidak pernah membuat artikel mengenai kesepian. Konsep saya mengenai singleness jauh daripada arti kesepian karena tidak mempunyai pasangan hidup, melainkan lebih mengarah pada arti keutuhan (single) sebagai pribadi di hadapan Tuhan dan manusia lainnya meski ia tidak mempunya someone special untuk berbagi yang disebut pacar/tunangan/suami/istri.
Dan benar saja, pembicaraan kami selanjutnya via e-mail lebih membuat saya geleng-geleng kepala dibuatnya. Ia menuliskan rentetan cerita sepanjang kereta api tentang bagaimana perasaan kesepian dan perasaan tidak istimewanya terhadap dirinya selama 26 tahun ini (ia lebih muda dari saya setahun), karena selama ia hidup, belum ada pria satupun yang menyatakan cinta kepadanya! Yang lebih menyedihkan lagi, setelah saya memberinya pengertian bahwa dasar kehidupan yang benar bukan hanya sekedar obsesi terhadap pernikahan dan seharusnya ia lebih mengejar keutuhannya sebagai pribadi bukan mengejar pria untuk dijadikannya pasangan hidup, ia tidak lagi mengirimkan e-mail bernada simpatik kepada saya. E-mail terakhir yang ia kirimkan kepada saya berkata bahwa sebenarnya ia menulis e-mail kepada saya untuk mencari tip-tip agar ia bisa segera memperoleh pujaan hatinya, bukan menikmati ke-single-an yang sudah puas ia kecap selama 26 tahun.
Tuh kan membingungkan? hihihi. Saya memang bukan pakar dalam hal cinta-cintaan men...:D. Jadi salah besar jika saya akan memberikan tip-tip cara menggaet pria atau wanita untuk dibawa ke pernikahan seperti tugas para mak comblang dalam ajang kontak jodoh hahaha. Komunitas single yang saya miliki adalah single yang utuh di hadapan Tuhan. Kami tidak akan mengasihani diri kami dengan status single kami dan merasa kurang karenanya. Yes, we are single but we are happy and have a lot of things to do to make a change in this world. We have a normally life like everyone that have a relationship or their marriage. We just different in obligation with them :).
Bukan berarti bahwa para single yang struggle di dalam Tuhan ini kemudian menjadi anti pati terhadap pernikahan dan berniat men-jomblo seumur hidup :D. Kami tetap ingin dan akan menikah suatu saat nanti, tapi kami tidak terobsesi dengan pernikahan itu dan karenanya terburu-buru memilih pasangan hidup seadanya. Pandangan kami tidak tertuju kepada hal yang tidak abadi, tapi kepada kekekalan yang ada di tangan Tuhan. Single yang takut akan Tuhan pasti akan lebih siap menjalani pernikahan nantinya daripada mereka yang hanya terobsesi menikah karena desakan orang tua, adat istiadat, atau umur, right? Makanya, saya tidak akan mengasihani mereka yang single atau baru saja putus dengan pacarnya kemudian ikut meneteskan air mata atau menangis tersedu-sedu karena kondisi tersebut.
"Hei, guys...taruh harapanmu saat single hanya kepada Yesus, bukan kepada pria/wanita! Jika Ia sudah acc, pria seganteng Christian Bautista pun bisa dibawa-Nya kepadamu. Tapi kalo kamu tetap memaksa menikah atau ber-relationship padahal kamu sendiri belum siap dan utuh sebagai pribadi, hanya 'status' yang akan kamu raih nantinya, bukan kehidupan yang indah dan penuh makna dalam relationship atau marriage itu sendiri."
Komunitas-komunitas lain tempat kita bertumbuh juga harus kita perhatikan. Siapa saja yang menjadi rekan kerja/teman sekolah kita, siapa saja yang menjadi rekan sepelayanan kita, siapa saja yang menjadi teman-teman hang out kita sehari-hari, dll. Sahabat-sahabat saya yang dulu takut akan Tuhan saat masih di bangku kuliah, banyak yang tak lagi beribadah ke gereja sekarang karena pengaruh pergaulan yang kurang baik di dunia kerjanya. Manusia bisa berubah karena pengaruh komunitas kurang membangun yang ada di sekitarnya. Berhati-hatilah memilih sahabat dan lingkungan bersosialisasi, karena kita sebenarnya adalah cermin dari mereka juga. Happy friendship...^_^
No comments:
Post a Comment