Oleh : Angelina Kusuma
Jika dulu ada orang yang memberikan bola basket ke tangan saya, itu artinya sudah tiba saatnya bagi saya untuk mengambil seragam basket dan memakai sepatu kets saya kemudian mempermainkan bola itu di lapangan bersama-sama anggota tim basket saya lainnya. Tapi jika sekarang di tangan saya diberikan bola basket...mungkin bukan saja permainan seru di lapangan basket yang akan saya suguhkan, namun juga menjadikan bola tersebut sebagai obyek fotografi yang bagus dan pasti akan menghasilkan gambar-gambar unik hehehe.
Di salah satu komunitas blog pecinta fotografi yang saya ikuti, admin-nya cukup kreatif mengadakan berbagai challenge menarik untuk member-nya yang diadakan setiap 10 hari sekali dengan tema-tema sederhana yang fun tapi cukup kreatif.
Ketika saya baru bergabung di komunitas ini, saya sempat merasa minder dibuatnya. Bagaimana tidak? Yang saya hadapi bukan fotografer amatiran yang baru kemarin sore belajar memotret seperti saya, tapi disini juga ada banyak fotografer profesional dan pecinta fotografi yang sudah lama melanglang buana di dunia ini. Senjata fotografinya tak perlu ditanya lagi! Hampir semuanya sudah mempersenjatai dirinya dengan kamera profesional seri SLR atau DSLR.
Saya yang hanya memegang kamera pocket seri Power Shot, mau tak mau harus super berani memenuhi challenge yang dilontarkan admin itu, menghadapi member-member lain dengan kamera mereka yang lebih canggih dan bisa menghasilkan kualitas gambar jauh lebih bagus dibandingkan kamera pocket saya.
"Practice make you professional", kalimat ini diucapkan oleh sahabat saya ketika saya memberitahukannya bahwa saya mulai tertarik dengan dunia fotografi untuk mengabadikan berbagai moment menarik yang saya temui.
Sebuah pengalaman berharga juga pernah diberikan oleh Pak Yo, pemilik studio foto di kota tempat tinggal saya yang biasa didaulat menjadi tukang foto di gereja tempat saya berjemaat. Saat perayaan Natal gereja pertengahan Januari 2009 kemarin, saya menguntit setiap kegiatan yang dilakukan oleh Pak Yo dan para crew-nya saat meliput jalannya acara perayaan Natal itu untuk didokumentasikan dalam bentuk foto dan video. Mungkin karena kasihan melihat mupeng (muka pengen) saya ketika memandangi beliau dengan kamera profesional seri DSLR di tangannya, akhirnya Pak Yo mendekati saya untuk memberikan tawaran.
Pak Yo: "Kamu pengen nyoba pake kamera ini ta Njie?"
Enjie: "Iya buangetz Pak."
Pak Yo: "Ya udah kita tukeran..." (sambil menunjuk kamera Power Shot saya)
Enjie: "Yang bener Pak?"
Pak Yo: "Yup. Kamu tahu pohon Natal itu? Coba kamu foto dengan kameraku dan aku akan foto juga dengan kameramu. Nanti kita bandingkan hasilnya."
Hahaha...mendapat tawaran menarik itu saya langsung meloncat. Yeah, kapan lagi bisa pegang kamera yang berharga minimal 7 juta itu kalo nggak sekarang! Ya nggak?
Singkat cerita...akhirnya saya dan Pak Yo pun beraksi bersama-sama. Jepret sana...jepret sini...jepret situ...jepret sono...hehehe.
Selesai menghabisi si pohon Natal dengan kamera DSLR di tangan, saya menunjukkan hasil foto-foto saya ke tangan Pak Yo. Demikian juga beliau, juga menunjukkan hasil jepretan beliau dengan kamera Power Shot saya.
Alangkah kagetnya saya ketika dibandingkan melalui PC, ternyata hasil foto-foto saya juga tidak sebegitu menarik dibandingkan dengan hasil foto-foto Pak Yo yang hanya memakai kamera pocket saya. Hiks, malu aku maluuu :(...Padahal saya pikir, dengan adanya kamera profesional di tangan saya, itu akan membuat hasil foto-foto yang saya buat lebih menarik.
"Yang terpenting bukan kameranya Njie, tapi siapa yang menggunakan kamera itu!"
Kata-kata Pak Yo ini saya ingat sampai sekarang. Yes, itulah yang benar. Tidak perduli apakah di tangan saya ada kamera profesional atau kamera pocket, kalo saya sebagai fotografernya kurang jeli membidik sasaran yang ingin saya potret, sampai kapanpun hasil foto saya juga tidak akan menarik. Pak Yo sudah membuktikan bahwa beliau tetap bisa menghasilkan foto yang lebih bagus daripada saya meski beliau hanya memegang kamera pocket yang spec-nya jauh dibandingkan kamera yang biasa beliau operasikan. Sedangkan saya, dasarnya emang belum menguasai teknik fotografi dengan baik makanya dengan kamera profesional di tanganpun hasil foto saya tetap aja STD BGT GL (standar buangetz gitu loch...).
Dalam setiap aspek kehidupan kita lainnya juga demikian. Yang terpenting bukan senjatanya, tapi siapa yang memegang senjata tersebut. Bible di tangan anak-anak yang takut akan Yesus, pasti menjadi sarana untuk membuatnya hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri karena mereka tahu bahwa Bible adalah Firman dari Tuhan yang mengandung janji-janji dan peneguhan iman langsung dari-Nya. Tapi Bible yang sama di tangan orang-orang yang kurang takut akan Yesus apalagi di tangan orang-orang yang sama sekali belum mengenal Dia? Mungkin Bible itu hanya akan menjadi buku pajangan biasa atau benda yang akan disentuh dua tahun sekali yaitu saat Natal dan Paskah tiba :).
Bola basket di tangan saya harganya tidak akan lebih dari Rp. 100.000,-. Tapi bola basket yang sama di tangan Michael Jordan, bisa berharga ribuan juta dollar. Kamera Power Shot saya di tangan Pak Yo, bisa menghasilkan foto-foto setara dengan hasil foto kamera DSLR. Tapi kamera DSLR Pak Yo di tangan saya, hanya bisa menghasilkan foto-foto setara dengan hasil foto kamera Power Shot. Semua, tergantung di tangan siapa yang menggunakannya!
Ibrani 4:12-13, Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.
Jika dulu ada orang yang memberikan bola basket ke tangan saya, itu artinya sudah tiba saatnya bagi saya untuk mengambil seragam basket dan memakai sepatu kets saya kemudian mempermainkan bola itu di lapangan bersama-sama anggota tim basket saya lainnya. Tapi jika sekarang di tangan saya diberikan bola basket...mungkin bukan saja permainan seru di lapangan basket yang akan saya suguhkan, namun juga menjadikan bola tersebut sebagai obyek fotografi yang bagus dan pasti akan menghasilkan gambar-gambar unik hehehe.
Di salah satu komunitas blog pecinta fotografi yang saya ikuti, admin-nya cukup kreatif mengadakan berbagai challenge menarik untuk member-nya yang diadakan setiap 10 hari sekali dengan tema-tema sederhana yang fun tapi cukup kreatif.
Ketika saya baru bergabung di komunitas ini, saya sempat merasa minder dibuatnya. Bagaimana tidak? Yang saya hadapi bukan fotografer amatiran yang baru kemarin sore belajar memotret seperti saya, tapi disini juga ada banyak fotografer profesional dan pecinta fotografi yang sudah lama melanglang buana di dunia ini. Senjata fotografinya tak perlu ditanya lagi! Hampir semuanya sudah mempersenjatai dirinya dengan kamera profesional seri SLR atau DSLR.
Saya yang hanya memegang kamera pocket seri Power Shot, mau tak mau harus super berani memenuhi challenge yang dilontarkan admin itu, menghadapi member-member lain dengan kamera mereka yang lebih canggih dan bisa menghasilkan kualitas gambar jauh lebih bagus dibandingkan kamera pocket saya.
"Practice make you professional", kalimat ini diucapkan oleh sahabat saya ketika saya memberitahukannya bahwa saya mulai tertarik dengan dunia fotografi untuk mengabadikan berbagai moment menarik yang saya temui.
Sebuah pengalaman berharga juga pernah diberikan oleh Pak Yo, pemilik studio foto di kota tempat tinggal saya yang biasa didaulat menjadi tukang foto di gereja tempat saya berjemaat. Saat perayaan Natal gereja pertengahan Januari 2009 kemarin, saya menguntit setiap kegiatan yang dilakukan oleh Pak Yo dan para crew-nya saat meliput jalannya acara perayaan Natal itu untuk didokumentasikan dalam bentuk foto dan video. Mungkin karena kasihan melihat mupeng (muka pengen) saya ketika memandangi beliau dengan kamera profesional seri DSLR di tangannya, akhirnya Pak Yo mendekati saya untuk memberikan tawaran.
Pak Yo: "Kamu pengen nyoba pake kamera ini ta Njie?"
Enjie: "Iya buangetz Pak."
Pak Yo: "Ya udah kita tukeran..." (sambil menunjuk kamera Power Shot saya)
Enjie: "Yang bener Pak?"
Pak Yo: "Yup. Kamu tahu pohon Natal itu? Coba kamu foto dengan kameraku dan aku akan foto juga dengan kameramu. Nanti kita bandingkan hasilnya."
Hahaha...mendapat tawaran menarik itu saya langsung meloncat. Yeah, kapan lagi bisa pegang kamera yang berharga minimal 7 juta itu kalo nggak sekarang! Ya nggak?
Singkat cerita...akhirnya saya dan Pak Yo pun beraksi bersama-sama. Jepret sana...jepret sini...jepret situ...jepret sono...hehehe.
Selesai menghabisi si pohon Natal dengan kamera DSLR di tangan, saya menunjukkan hasil foto-foto saya ke tangan Pak Yo. Demikian juga beliau, juga menunjukkan hasil jepretan beliau dengan kamera Power Shot saya.
Alangkah kagetnya saya ketika dibandingkan melalui PC, ternyata hasil foto-foto saya juga tidak sebegitu menarik dibandingkan dengan hasil foto-foto Pak Yo yang hanya memakai kamera pocket saya. Hiks, malu aku maluuu :(...Padahal saya pikir, dengan adanya kamera profesional di tangan saya, itu akan membuat hasil foto-foto yang saya buat lebih menarik.
"Yang terpenting bukan kameranya Njie, tapi siapa yang menggunakan kamera itu!"
Kata-kata Pak Yo ini saya ingat sampai sekarang. Yes, itulah yang benar. Tidak perduli apakah di tangan saya ada kamera profesional atau kamera pocket, kalo saya sebagai fotografernya kurang jeli membidik sasaran yang ingin saya potret, sampai kapanpun hasil foto saya juga tidak akan menarik. Pak Yo sudah membuktikan bahwa beliau tetap bisa menghasilkan foto yang lebih bagus daripada saya meski beliau hanya memegang kamera pocket yang spec-nya jauh dibandingkan kamera yang biasa beliau operasikan. Sedangkan saya, dasarnya emang belum menguasai teknik fotografi dengan baik makanya dengan kamera profesional di tanganpun hasil foto saya tetap aja STD BGT GL (standar buangetz gitu loch...).
Dalam setiap aspek kehidupan kita lainnya juga demikian. Yang terpenting bukan senjatanya, tapi siapa yang memegang senjata tersebut. Bible di tangan anak-anak yang takut akan Yesus, pasti menjadi sarana untuk membuatnya hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri karena mereka tahu bahwa Bible adalah Firman dari Tuhan yang mengandung janji-janji dan peneguhan iman langsung dari-Nya. Tapi Bible yang sama di tangan orang-orang yang kurang takut akan Yesus apalagi di tangan orang-orang yang sama sekali belum mengenal Dia? Mungkin Bible itu hanya akan menjadi buku pajangan biasa atau benda yang akan disentuh dua tahun sekali yaitu saat Natal dan Paskah tiba :).
Bola basket di tangan saya harganya tidak akan lebih dari Rp. 100.000,-. Tapi bola basket yang sama di tangan Michael Jordan, bisa berharga ribuan juta dollar. Kamera Power Shot saya di tangan Pak Yo, bisa menghasilkan foto-foto setara dengan hasil foto kamera DSLR. Tapi kamera DSLR Pak Yo di tangan saya, hanya bisa menghasilkan foto-foto setara dengan hasil foto kamera Power Shot. Semua, tergantung di tangan siapa yang menggunakannya!
Ibrani 4:12-13, Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.
No comments:
Post a Comment