Saturday, May 23, 2009

Korelasi Masa Kanak-kanak dan Pertumbuhannya Menuju ke Kedewasaan

Oleh : Angelina Kusuma

Hari Rabu dan Kamis (20-21 Mei 2009) kemarin, saya mengikuti acara retreat gabungan sekolah Minggu, remaja, dan pemuda gereja bertempat di vila Telaga Sarangan Magetan. Meski awalnya saya tidak berminat mengikuti acara ini karena cuaca yang kurang mendukung (mulai sering turun hujan lebat lagi akhir-akhir ini), tapi hasilnya saya mendapat banyak pengalaman seputar mengurus anak-anak kecil melalui acara ini :).

Anak-anak sekolah Minggu yang ikut di retreat ini berusia sekitar 9-13 tahun, rata-rata duduk di kelas 4-6 SD. Tingkah mereka ada-ada aja. Ada yang hobby bikin 'kelompok arisan' waktu kotbah berlangsung, ada yang ngeluh waktu disodori nasi bungkus untuk makan, ada yang kebingungan saat disuruh nyuci sendok dan gelas yang selesai dipakainya, ada yang ribut diantrian kamar mandi, sampai ada yang kerjaannya njajan mulu di sepanjang waktu bebasnya. Membantu mereka tertib mengikuti ibadah, mengajari mereka mengerjakan pekerjaan rumah (menata tempat tidur, membersihkan lantai, mencuci sendok dan gelas, membuat teh, dll), dan menyertai langkah-langkah mereka kemanapun pergi, menjadi menu utama saya di dua hari itu.

Satu hal yang menggelitik hati saya saat bertanya kepada mereka siapa yang mengerjakan semua hal-hal di atas bagi mereka di rumah. Hampir semua anak yang saya tanyai menjawab bahwa mereka jarang melakukan pekerjaan rumah seperti yang dilakukannya di vila retreat karena semua sudah dikerjakan oleh pembantu rumah tangganya.

Berbeda dengan anak-anak yang sudah terbiasa mandiri karena dirumahnya tidak ada pembantu, kepribadian anak-anak yang dirumahnya ada pembantu yang siap sedia mengerjakan pekerjaan rumah mereka, kepribadiannya cenderung lebih sulit diatur. Mereka yang sudah terbiasa mandiri juga lebih cepat menyerap inti Firman Tuhan yang disampaikan dari pada mereka yang sudah terbiasa dilayani oleh para pembantunya di rumah. Anak-anak sekolah Minggu di tempat saya memang terbagi menjadi dua kelompok, kelompok si kaya dengan berbagai fasilitas dihidupnya (dikelilingi pembantu dan sopir) dan kelompok si cukup yang terbiasa hidup hemat dan mandiri.

Kebiasaan-kebiasaan kita saat kecil, seusia anak-anak sekolah Minggu yang saya hadapi di retreat kali ini, bisa saja terbawa sampai kita dewasa nantinya. Yang menentukan tingkat kemandirian atau kemanjaan rohani juga tergantung dari apa yang selalu kita kerjakan sehari-hari saat usia dini seperti mereka. Anak yang dari kecil terbiasa ditimang-timang dan dinina-bobokan, tentu berbeda perangainya setelah dewasa nanti dengan anak yang sudah dididik disiplin dan mandiri sejak masa kanak-kanaknya.

Bagi saya, lebih mudah menangani para remaja, pemuda, dan orang dewasa dari pada menangani anak-anak kecil seusia anak sekolah Minggu. Pola pemikiran anak-anak yang belum terbentuk utuh, lebih berbahaya jika salah ditangani dan rentan terhadap kesalahan. Dalam hal ini, peranan orang tua (utamanya ibu) dan orang-orang disekitar mereka sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya baik jasmani dan rohani si anak.

Anak-anak yang dikeliling pembatu dan sopir di sekolah Minggu saya ini, rata-rata orang tuanya memang cukup sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Saya bukannya tidak setuju dengan para ibu-ibu yang juga mempunyai kesibukan lain di luar rumah seperti karier-nya di pekerjaan. Hanya saja, saya kurang sreg jika si anak justru lebih banyak bergaul dengan para pembantu dan sopirnya ketimbang bersentuhan langsung dengan ibu kandungnya.

Waktu kecil, ibu saya juga sibuk dengan pekerjaannya (hingga sekarang), namun di rumah kami tidak ada pembantu rumah tangga. Saya dibiasakan oleh beliau hidup dengan mandiri setiap hari, mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, mengurus keperluan hidup sendiri, dan kemana-mana juga dibiasakan sendiri. Karenanya, sampai sekarang saya sudah terbisa mengerjakan banyak hal seorang diri dan tidak terlalu bergantung banyak dengan orang lain.

Terkadang saya trenyuh sendiri melihat kehidupan anak-anak sekolah Minggu saya yang hanya terlihat sehat secara jasmani namun jiwanya kurang itu. Mereka sangat tergantung dengan pembantu dan sopir mereka sampai-sampai kehidupan rohani mereka juga ikut kurang berkembang karena tidak ada yang mengarahkan untuk cinta Firman Tuhan setiap hari melalui saat teduh dan doa.

Diantara anak-anak remaja dan pemuda di gereja saya juga banyak yang rohaninya tetap kerdil meski jasmani mereka bukan kanak-kanak lagi, karena sejak kecil mereka sudah mempunyai kebiasaan salah yaitu terlalu bergantung kepada pembantu, sopir, dan orang lain, serta tidak terdidik cinta Firman sejak kecil.

Melalui retreat gabungan selama dua hari ini, saya banyak belajar mengenali sikap dan perilaku manusia mulai dari anak-anak sampai dewasa. Peranan orang tua di rumah terutama ibu, tidak bisa dipandang remeh. Siapa diri kita saat dewasa merupakan cerminan dari apa yang sudah kita perbuat selama pertumbuhan kita dari hari ke hari mulai kanak-kanak. Jika sejak kecil kita sudah tidak bisa mandiri, saat dewasa kita juga akan sulit berdikari.

Pesan saya untuk para orang tua maupun calon orang tua: persiapkan diri anda sebaik-baiknya sebelum/sesudah menjadi orang tua sesungguhnya karena sikap dan tingkah laku anda akan menurun pada anak-anak anda nanti. 'Siap' disini berarti bisa mengarahkan anak-anak anda nantinya ke arah kemandirian secara jasmani (tidak bergantung pada manusia lain) dan juga kemandirian rohani (bergantung penuh hanya kepada Tuhan dan Firman-Nya).

Jangan sampai juga nantinya anak anda melakukan hal seperti gambar di bawah ini, lebih merasa disayangi oleh pembantunya dari pada anda sendiri sebagai orang tua kandungnya. God bless children...^_^ (nj@coe).




No comments: