Saturday, August 29, 2009

Yesus Sembuhkan Saya dari TBC Tulang Lumbal 1

Oleh : Angelina Kusuma

Ketika saya masih bekerja di Jakarta, banyak hal yang Tuhan izinkan terjadi kepada saya. Awal-awal mengalami dera derita yang diberikan-Nya, saya sempat mengeluh berkali-kali, "Kenapa sih Tuhan kok tega melakukan hal itu kepadaku?". Kini setelah lewat tiga tahun berlalu, saya baru mengerti maksud Tuhan mengizinkan cobaan itu terjadi. Ia menjadikannya agar iman saya semakin dikuatkan didalam Dia.

Bekerja di Jakarta adalah impian saya sejak dulu. Perusahaan pertama tempat saya bekerja selulus dari bangku kuliah, sama persis dengan bidang keahlian yang saya pelajari selama belajar di Surabaya. Untuk masuk ke sana, jalan saya dibuat sangat mudah oleh Tuhan. Saya lolos tes di perusahaan kapal fiberglass dari sekitar 100 orang yang mendaftar tanpa ada kesulitan apapun.

Mulanya saya gembira bekerja di perusahaan itu. Tetapi lama-kelamaan, kejenuhan mulai datang menyerang. Sisi kerohanian saya serasa mati perlahan-lahan selama hidup di kota Jakarta. Banyak sebab yang mempengaruhinya. Pimpinan saya waktu itu termasuk orang yang mudah naik darah dan jika Beliau marah maka tidak segan-segan mengeluarkan kata-kata yang sama sekali tidak membawa berkat di telinga. Jam kerja saya juga bisa sampai 12 jam sehari non stops saat ada kegiatan sea trial kapal baru tanpa imbalan bonus yang berarti. Ditambah lagi, terkadang ada perintah langsung dari pimpinan yang mengharuskan saya menanda-tangani design bangunan kapal yang saya sendiri belum yakin 100% bahwa itu sudah teruji kebenarannya.

Rentetan kejadian-kejadian itu seperti bom yg perlahan-lahan tersulut didalam diri saya. Disatu pihak saya ingin menentang semua itu, namun disatu sisi lainnya saya tidak bisa berbuat banyak karena ada tekanan dari pimpinan. Segala hal yang menyakitkan hanya saya pendam sendiri, karena di Jakarta saya sama sekali tidak mempunyai teman akrab yang bisa menguatkan saya dijalan Tuhan. Saya masih tetap ke gereja setiap hari Minggu, namun semua tampak kosong. Saya benar-benar kehilangan sosok Kristus yang pernah saya kenal dekat semasa kuliah di Surabaya dulu.

Lambat laun, tubuh saya yang tidak kuat menahan semua 'racun' yang masuk itu. Belum lagi saya harus berinteraksi dengan lingkungan didaerah Jakarta Utara yang kotor dan bahan-bahan fiberglass yang memang bisa merusak tubuh perlahan-lahan. Setelah bekerja kurang lebih setahun di perusahaan, kondisi fisik saya mulai drop. Saya mulai terkena sakit batuk-batuk yang tak kunjung sembuh selama lebih dari tiga bulan, sampai akhirnya saya divonis dokter terkena TBC - Tubercolocis. Selama sembilan hari saya harus dirawat di rumah sakit dan harus minum obat anti TBC sepuluh butir sehari. Saat itu saya benar-benar down. Bukan hanya fisik tetapi rohani saya juga turut ambruk.

Berat badan saya turun drastis sampai hanya 38 kilogram. Dibandingkan dengan tinggi badan saya yang mencapai 165 cm, keadaan saya hanya tinggal kulit pembalut tulang. Bila saya berdiri atau berjalan, kepala saya terasa sangat pusing. Saya juga terkena komplikasi penyakit darah rendah akut. Semua makanan yang masuk ke mulut selalu saya muntahkan. Hanya infus yang bisa memberi kekuatan untuk perut saya tetap kenyang. Seluruh keluarga saya mulai cemas. Tidak jarang mereka menangis didepan saya ketika melihat saya yang sudah setengah sekarat diatas tempat tidur tanpa bisa berbuat sesuatu yang berarti kecuali membuka mata. Saat itu saya berdoa kepada Tuhan : "Tuhan, jika ini adalah saat terakhir hidupku di dunia ini, aku tidak menyesal. Jika Engkau mau cabut nyawaku, sekarang aku siap ke Surga." Saya sudah berserah total!

Yang lebih parah dari hari-hari saya di rumah sakit adalah saat dimana tiba-tiba liver saya membengkak karena tidak ada makanan yang mau masuk ke tubuh selain infus. Saya harus menjalani USG dan diambil darah sebanyak 100 cc tiga kali sehari. Untuk ukuran tubuh saya yang saat itu cukup lemah, hal itu semakin membuat saya menderita. Rasanya seluruh tubuh saya sakit semua. Belum lagi obat-obatan yang saya konsumsipun harus ditambah satu lagi, yakni untuk pereda liver yang bengkak.

Ternyata Tuhan Yesus masih menghendaki saya hidup. Saat itu ada teman seiman dari kantor saya yang datang menjenguk dan membacakan Mazmur 91. Mendengar teman saya membacakan ayat-ayat dari pasal itu, saya menangis. Hati saya seperti diketuk oleh Tuhan dan seketika itu juga saya mempunyai semangat untuk hidup kembali.

Selama empat bulan berikutnya setelah keluar dari rumah sakit, saya rutin berobat jalan dan berangsur-angsur mulai sembuh. Tetapi mendadak ada kejadian baru yang lebih mengejutkan lagi. Ketika saya menyampaikan keluhan mengenai sakit di punggung saya kepada dokter yang menangani penyakit saya dari perusahaan, Beliau menyarankan saya untuk rongent ulang, bukan di paru-paru lagi tetapi di tulang punggung. Dari hasil rongent baru ini, dokter mengambil kesimpulan bahwa ternyata TBC yang saya derita selama ini bukan TBC biasa. Virus TBC tidak hanya ada di paru-paru saya tetapi sudah menyerang sumsum tulang belakang saya. Tepatnya di daerah Lumbal 1 saya, ada dua ruas tulang yang remuk dan sedang membentuk benjolan baru sebagai hasil leburannya.

Tubuh saya terasa sakit jika dipakai untuk bergerak, tidur menjadi tidak nyenyak, dan saat berjalanpun menjadi goyang rasanya. Kata dokter, itu disebabkan karena saraf-saraf yang ada disekeliling dua ruas tulang itu ikut meradang. Vonis terakhir dari dokter ini membuat saya semakin syok. Dokter mengatakan, jika seandainya saya mengalami patah tulang belakang, maka kaki saya akan lumpuh seumur hidup. "Tuhannnnnn...", saya hanya bisa menjerit didalam hati menghadapi vonis terbaru dari penyakit saya itu. Beberapa bulan berikutnya, obat-obatan sayapun ditambah lagi jumlahnya. Obat-obatan itu semakin membuat saya seperti dicabik-cabik, sakit!

Proses demi proses saya jalani, sampai akhirnya saya memutuskan untuk pindah dari perusahaan tersebut. Saya tidak tahan dengan kondisi kerja di perusahaan yang membuat beban tersendiri bagi saya. Tubuh saya sudah tidak seperti dulu, maka begitu ada kesempatan untuk pindah ke perusahaan lain di Cinere, saya langsung mengambil kesempatan emas itu. Tiba di Cinere, pertama kali yang saya tuju adalah dokter paru-paru. Ternyata dokter specialist paru-paru di RS. Puri Cinere pun angkat tangan mengenai penyakit TBC saya. Virus TBC yang ada di paru-paru saya memang sudah bersih, tetapi yang menjadi masalah adalah virus TBC yang masih ada tulang belakang saya. Dokter itu kemudian merujuk saya untuk ke RS. Fatmawati. Dokter RS. Fatmawati mempunyai analisa yang sama seperti dokter dari perusahaan pertama saya dulu. Saya kembali divonis bisa lumpuh oleh dokter specialist orthopedi. Jika ada satu saraf saja disekeliling dua ruas tulang belakang saya yang meremuk itu putus, ini adalah langkah awal menuju kelumpuhan kaki seumur hidup saya.

Hmm, benar-benar ujian mental! Ketika dokter specialist orthopedi ini memvonis dengan kata-kata bisa lumpuh untuk kedua kalinya, beberapa hari berikutnya saya down lagi. Sampai-sampai saya harus kabur dari kost-kost-an saya di Cinere dan menginap di rumah teman di Jakarta Timur. Sedih, takut, bercampur ngeri menghantui saya. Kalau saya langsung mati karena penyakit TBC yang terlanjur parah ini, bagi saya tidak masalah. Tetapi kalau harus lumpuh terlebih dahulu...itulah yang saya takuti. Saya tidak bisa membayangkan jika diri saya yang sudah terbiasa hidup mandiri sejak kecil ini akan menjadi beban untuk orang-orang yang saya kasihi terutama pihak keluarga.

Ditengah ketakutan itu, saya hanya mengingat nama Yesus. Suatu malam ketika saya mengikuti sebuah FA - Family Altar - di gereja saya di Cinere, saya share didepan semua teman-teman tentang penyakit saya. Beruntung waktu di Cinere saya bertemu dengan teman-teman yang luar biasa imannya kepada Yesus sehingga saya juga turut dikuatkan bersama keberadaan mereka. Akhirnya, malam itu mereka berdoa khusus untuk saya. Suatu malam terindah dalam hidup yang baru kali itu saya rasakan. Saat seluruh tangan terangkat dan satu nama disebut "Yesus!...", seketika itu juga suatu keberanian yang luar biasa mulai masuk ke seluruh tubuh saya. Saya tersungkur dalam hadirat Tuhan dalam waktu yang cukup lama, menikmati kekuatan Surgawi yang mengalir melalui doa-doa teman-teman saya.

Keesokan harinya, saya mengambil komitmen untuk tidak akan menyentuh sedikitpun obat-obatan dari dokter lagi. Saya mengatakan keputusan ini kepada kakak rohani saya agar ia datang ke kost-kost-an saya dan membantu menguatkan iman saya semalaman. Keesokan harinya, saya benar-benar membuang semua obat-obatan dari dokter yang kurang lebih hampir delapan bulan sebelumnya saya konsumsi rutin.

Selama seminggu setelah saya tidak mengkonsumsi obat-obatan anti TBC yang jumlahnya tinggal delapan biji sehari – setelah dikurangi obat anti TBC untuk paru-paru yang sudah sembuh, saya mengalami tubuh linglung – obat-obatan anti TBC ada yang mengandung sejenis morfin untuk mengurangi rasa sakit, jika dilepaskan begitu saja tanpa pengurangan dosisnya sedikit demi sedikit bisa menyebabkan blank sesaat pada penderitanya. Saya pernah merasakan gelas yang saya pegang tiba-tiba terjatuh sendiri dari genggaman atau tiba-tiba tubuh saya mati rasa beberapa waktu. Semua yang saya lakukan terasa diluar kendali normal selama seminggu itu. Meski begitu, saya tetap bergantung penuh kepada Tuhan Yesus.

Anehnya setelah seminggu berlalu, tubuh saya berangsur-angsur semakin sehat. Saya tidak merasakan meriang lagi atau keadaan ’seperti tercabik-cabik’. Semua kembali ke kondisi normal seperti sebelum saya terkena penyakit TBC parah. Keputusan yang teramat penting juga langsung saya ambil setelah tubuh saya terkuatkan secara ajaib selama tidak mengkonsumsi obat-obatan anti TBC dari dokter, yakni komitmen untuk baptis selam di gereja!

Sampai sekarang saya masih tegak berdiri dengan kedua kaki sehat saya dan tidak lumpuh! Hasil leburan ditulang sumsum belakang saya tetap ada, tetapi sudah membatu. Dulu dokter specialist orthopedi dari RS. Fatmawati pernah menyarankan agar remukan tulang itu dioperasi kemudian dipasang sejenis pens penyangga dikedua sisi ruas tulangnya. Tetapi karena biaya operasinya lebih dari 50 juta, saya sama sekali tidak mau melakukan operasi itu karena biayanya terlalu mahal untuk ukuran saya. Saya hanya bergantung kepada Tuhan Yesus dan Ia pun bertindak melakukan mukjizat-Nya kepada saya. Saat ini bagian yang dulu membuat gerak tubuh saya agak terhambat sudah tidak terasa sakit lagi. Saya masih bisa berjalan normal, berlari, bahkan bermain basket seperti sebelum saya tervonis sakit TBC Tulang Lumbal 1.

Tuhan selalu mengingatkan saya dengan kisah Paulus. Jika Paulus mempunyai 'duri dalam daging'-nya, maka seorang Enjie pun mempunyai 'remukan disumsum tulang belakang'-nya.

Janji Tuhan yang saya imani, Dia akan selalu menjaga tulang saya dari patahan sampai kapanpun juga! (nj@coe)

Mazmur 34:21, Ia melindungi segala tulangnya, tidak satu pun yang patah.

2 comments:

budsz said...

Luar biasa pekerjaan Tuhan Yesus. Enjie ibu saya juga persis mengalami sakit spt enjie, dan kita juga secara medis sudah give up. Saya minta bantu doa yah...

Tuhan berkati

hery wijaya said...

Tuhan Yesus telah melihat hatimu yang berserah penuh, sehingga mujizatNya diberikan kepadamu, GBU