Oleh : Angelina Kusuma
"Njie, kok kamu tenang gitu ya umur 26 tahun masih aja nge-jomblo ? Nggak khawatir soal jodoh ?"
Salah satu pertanyaan yang selalu membuat saya meringis ketika mendengarnya. Sebelum hari ini, saya juga termasuk orang-orang yang sempat panik dengan kondisi kejombloan saya atau status lajang tanpa pasangan sama sekali. Sempat ikut terbawa arus dunia dan berfikir, 'Apa mungkin saya memang diciptakan untuk melajang seumur hidup ?' dan pernah berusaha juga mengejar yang namanya status relationship dengan serius demi tuntutan usia yang kata dunia sudah siap untuk menikah.
Siap menikah ? Apa benar kesiapan pernikahan hanya ditentukan oleh faktor usia manusia saja ? Wah, jika saat ini saya ditanya tentang pertanyaan demikian, dengan pasti saya akan menjawab tidak ! Usia yang matang bukanlah patokan bahwa orang tersebut sudah siap untuk menikah dan sebaliknya. Dulu, sebelum saya tahu kebenaran tentang inti pernikahan kudus, saya juga panik merasakan usia yang merambat matang dan selalu tidak nyaman dengan status jomblo ditengah-tengah dunia yang sudah ber-relationship atau sudah menikah.
Pernikahan kudus bukan sekedar ajang pertemuan antara pria dan wanita yang saling mengasihi satu sama lain. Lebih dalam lagi, pernikahan adalah rencana Tuhan sendiri untuk membuat manusia bertambah banyak dan menggenapi rencana-Nya.
Kejadian 1:28, Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Saya membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya untuk mengerti satu ayat di Kejadian 1:28 ini. Dulu saya pikir bahwa karena Tuhan sudah memberikan perintah agar manusia menikah yang akhirnya nanti mendapatkan keturunan darinya, maka kita sebagai manusia yang merasa sudah siap untuk menikah boleh meminta hak tersebut kapanpun jika kita mau. Pengetahuan itu seringkali saya gunakan untuk mengklaim keinginan saya untuk segera menemukan pasangan hidup tanpa mau melihat dari cara pandang Tuhan.
Tuhan menciptakan manusia untuk mengelola milik-Nya - ... berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi. Tanpa manusia, Tuhan tetap bisa mengelola semua ciptaan-Nya dengan baik. Jika Ia membentuk manusia dan memberkatinya untuk bertambah banyak dan mengelola milik-Nya, itu semua adalah anugerah atau pemberian dari-Nya. Sebuah pemberian atau anugerah tergantung dari sang pemberinya, jadi tidak boleh dipaksakan oleh si calon penerima bahwa ia harus menerima anugerah yang sudah dijanjikan kepadanya sebelum waktunya tiba.
Lalu apa yang seharusnya dilakukan oleh si calon penerima anugerah ? Mempersiapkan dirinya agar layak mendapatkan anugerah tersebut setiap saat - entah anugerah yang sudah dijanjikan itu akan tetap diberikan kepadanya atau tidak. Simple bukan ?
Dan seperti itulah konsep pernikahan kudus yang benar. Kita tidak bisa memaksa Tuhan untuk segera menghadirkan pasangan hidup kita ketika kita sendiri belum siap untuk menerimanya. Jika dipaksapun, semua hanya akan menjadi sesuatu yang tidak mempermuliakan nama-Nya. Padahal tujuan pernikahan kudus yang benar adalah untuk menggenapi tujuan mulia Tuhan, bukan hanya memberi kesenangan dipihak kita saja. Kesenangan yang kita rasakan adalah anugerah - bonus, bukan inti dari kenapa kesenangan tersebut diadakan.
Sejak konsep mengenai pernikahan kudus tersebut saya dapatkan, lambat laun saya mulai menyadari tujuan hidup saya yang sebenarnya. Saya ada untuk Tuhan, untuk menggenapi rencana-rencana agung-Nya, dan untuk kesenangan-Nya. Tidak ada yang salah dengan semua yang terjadi pada diri saya. Tidak ada yang salah jika saya belum menemukan seseorang yang belum sepadan dan seimbang dengan saya sampai sekarang. Semua yang terjadi selama ini dalam hidup saya dalah rangkaian proses untuk membuat saya siap ketika pada akhirnya nanti Ia memberikan saya anugerah yang ada dalam janji Firman-Nya - jika memang saya tetap layak menerimanya sampai waktunya tiba.
Konsep pernikahan kudus yang bertujuan memuliakan nama Tuhan ini membantu saya untuk tidak panik lagi saat menghadapai desakan dunia akan tuntutan menikah atau wajib in relationship diusia yang sudah dipandangnya matang. Bukan berarti saya lantas tidak berminat untuk menikah atau berkeinginan melajang seumur hidup. Tetapi dengan konsep ini semua bisa saya kendalikan dengan lebih mudah.
Tidak munafik, terkadang rasa kesepian tanpa pasangan itu membuat saya iri dengan lingkungan yang satu per satu masuk ke relationship dan menikah. Tetapi begitu saya mengingat kembali bahwa pernikahan kudus adalah rencana dan untuk tujuan mulia Tuhan, saya kembali bisa bernafas lega. Inti kehidupan yang harus saya dapatkan terlebih dahulu adalah Tuhan baru kemudian kesenangan dalam pernikahan saya. Bukan dibalik, mendapatkan seseorang untuk membuat saya senang dalam pernikahan dan menomor duakan Tuhan.
Saya juga semakin menikmati setiap hubungan saya dengan berbagai pria disekitar saya akhir-akhir ini, tanpa embel-embel yang terlalu berat bahwa si A atau si B harus menjadi pasangan hidup saya kelak. Saya percaya bahwa Tuhan tidak akan pernah lalai terhadap janji-janji-Nya saat kita berjalan kearah rencana-Nya dengan benar dan saya mengimaninya dengan sungguh-sungguh.
Saat ini tujuan hidup saya hanyalah mempersiapkan diri saya sesuai dengan kehendak-Nya untuk menjadi seorang calon penolong pria yang baik dalam pernikahan saya nanti - tanpa memikirkan apakah hal tersebut akan benar-benar terjadi atau tidak, dan saya menyerahkan keinginan saya untuk ber-relationship atau menikah ke dalam tangan-Nya - apa yang menjadi tugas saya, itu yang saya lakukan dan saya membiarkan Tuhan juga melakukan tugas-Nya dengan baik sampai semua tergenapi sesuai rencana awal-Nya.
No comments:
Post a Comment