Oleh : Angelina Kusuma
Minggu kemarin lagi-lagi saya ceroboh. Ketika keluar dari kamar tidur, tanpa sengaja siku tangan kanan saya terbentur daun pintu. Beberapa detik setelah kejadian itu, saya hanya merasakan sedikit nyeri kemudian sembuh. Ketika saya mengeceknya sekilas juga tidak ada luka yang serius, makanya saya tidak ambil pusing dengan kejadian tersebut.
Waktu saya di kamar mandi dan mengguyur bagian tubuh saya dengan air, barulah terasa nyeri yang lebih menyakitkan dari sebelumnya dari tangan kanan saya. Seketika saya tersadar, mungkin rasa nyeri itu asalnya dari siku saya yang sempat berbentur keras dengan pintu ketika keluar dari kamar tidur sebelumnya. Dan benar saja, luka sepanjang lima centimeter itu menganga lebar dan mengeluarkan darah.
Begitu melihat darah, saya tidak jadi meneruskan aktifitas mandi saya. Terpaksa keluar dari kamar mandi, mengambil kapas kemudian membersihkan luka saya. Tetapi berhubung saya mengetahui agak terlambat, maka bagian luka itu sampai menimbulkan lebam. Pedih rasanya begitu disentuh dengan benda apapun, apalagi kalau terkena air. Mungkin seminggu lagi luka itu baru akan kering dan sembuh. Yang jelas butuh waktu agak lama untuk menyembuhkan luka yang dari pertamanya tidak kita sadari dan dirawat dengan baik.
Hari Jumat lalu saya sempat chating dengan seorang teman pria yang saya kenal lewat sebuah forum online. Yang saya tahu, ia memang pernah kecewa dengan seorang wanita mantan pacarnya yang meninggalkannya tanpa sebuah alasan yang jelas. Masalah ini sudah lama terjadi, mungkin sekitar 1,5 tahun yang lalu. Dan saya kira jiwa pria ini sudah sembuh.
Tetapi ternyata tidak demikian kejadiannya. Tersirat dari hasil chating saya dengannya kemarin, masalah yang dialaminya bukannya selesai tetapi justru merembet ke masalah yang baru lagi. Mungkin kejadiaannya seperti waktu siku tangan saya terluka akibat tergores daun pintu. Pertamanya saya meremehkan luka itu, membiarkannya hingga mengeluarkan darah dan meradang. Seandainya setelah tahu tergores saya langsung mengoleskan antiseptik di bagian yang terluka itu, tentu hasilnya akan lebih cepat sembuh daripada sekarang.
Saya bisa merasakan dalam Roh, bahwa pria ini juga melakukan hal yang sama seperti saya. Ia kira dengan kepindahannya dari kota yang membuatnya terkenang akan mantan pacarnya dahulu itu adalah langkah untuk menyembuhkan luka batinnya. Tetapi yang terjadi sebenarnya justru ia membiarkan luka itu semakin meradang. Dikotanya yang baru sekarang ini ia semakin kesepian, tidak pernah lagi ke gereja, semakin terpuruk dalam kenangan mantan pacarnya dan yang lebih menyedihkan lagi, ia sering ke diskotik, minum minuman keras dan tidak lagi merasa bahwa hidupnya berharga dimata Allah. Iblis telah berhasil menguasai hampir separuh hidupnya justru setelah ia merasa bisa mengabaikan luka batinnya.
Di luar sana juga pasti banyak manusia-manusia seperti teman saya ini. Waktu memang bisa menyembuhkan luka batin dan fisik. Tetapi itu harus disertai dengan usaha untuk menyembuhkannya juga. Jika luka fisik saja dibiarkan terlalu lama, ia bisa meradang dan menimbulkan lebam. Apa yang terjadi jika luka batin terus kita pelihara ? Jauh lebih mengerikan imbasnya bukan ? Dan itulah yang sedang dialami oleh teman saya ini.
Saya juga pernah mempunyai luka batin. Bukan hanya satu atau dua, tetapi banyak. Saya pernah mengalami yang namanya tersingkir dari manusia lain, terhina, terbuang, dan juga merasa minder karena saya tidak mempunyai keistimewaan sama sekali. Jika anda mengenal saya sekarang yang seolah menjadi wanita tegar, pemberani, cuek, dan juga jago berdebat, apakah anda pernah membayangkan bahwa dahulu karakter saya bukan seperti itu ? Bahkan jauh dari saya yang sekarang terlihat sebagaimana adanya, dulu saya pendiam, pemalu, penakut, tidak mempunyai teman, dan selalu berfikiran negatif tentang hidup dan diri saya sendiri.
Semua kelakuan negatif saya diatas bersumber dari luka batin. Luka yang meradang karena kepahitan atas keluarga dan perlakuan teman-teman saya. Itu adalah diri saya semasa kecil sampai SMP. Masih terkenang jelas diingatan saya tentang diri saya yang dahulu. Rasanya dunia saya isinya gelap gulita, tidak ada istimewanya sama sekali. Semua berubah ketika saya sadar bahwa hidup saya terlalu berharga untuk saya lewati dalam lorong-lorong kegelapan. Yesus mengulurkan tangan-Nya kepada saya dan Ia menyembuhkan luka-luka batin saya satu per satu. Tidak hanya disembuhkan, saya diberi-Nya kemampuan lain yang sama sekali tidak pernah saya punyai semasa kecil - keberanian, ketegaran, dan juga fokus.
Pertama kali saya tahu bahwa batin saya terluka, rasanya ingin melarikan diri. Keegoisan manusia terkadang menjadikan benteng tebal yang membuat luka batin manusia itu justru sulit tersembuhkan. Jika kita tidak punya semangat untuk sembuh, kapankah luka-luka tersebut akan mengering dan hilang ? Yang ada justru luka-luka itu semakin meradang kemudian merembet ke luka-luka yang baru bukan ?
Jika kita mempunyai luka batin, kita juga harus waspada. Luka batin acap kali membuat kita melukai diri kita secara fisik atau yang lebih parah lagi luka itu akan melukai orang lain. Saya juga pernah terluka karena luka batin orang lain. Bagaimana bisa ?
Jika kita melampiaskan kekesalan atas kepahitan yang terpendam didalam diri kita kepada orang yang ingin memperhatikan kita dengan tulus, itulah saatnya luka batin akan terimpartasi dan melukai orang tersebut. Jadi kita merasa bahwa batin kita pernah terluka, berhati-hatilah. Akan ada dua hal yang mengikutinya jika luka-luka itu tidak segera disembuhkan. Luka batin itu akan menyakiti diri kita sendiri secara fisik dan semakin parah anda derita atau luka batin itu akan melukai orang lain yang ingin memperhatikan kita dengan tulus.
Akar pahit harus dicabut. Dan cara untuk mencabutnya pertama kali adalah dengan pengakuan bahwa kita sakit, terluka dan butuh obat untuk menyembuhkannya. Tanpa pengakuan diatas alias melarikan diri dari kenyataan dan menganggap bahwa semuanya akan baik-baik saja meskipun dengan barah di sekujur tubuh, itu tidak akan pernah membuat kita sembuh dari luka batin kita.
Langkah kedua untuk menyembuhkan luka batin adalah dengan turun tahta dari pemerintahan hidup kita. Kita tidak akan pernah bisa mengatur hidup kita dengan baik kecuali jika Allah ada dalam tahta pemerintahan tersebut. Ketika kita naik tahta, kendali kita bisa disetir oleh Iblis. Tetapi ketika Yesus yang naik tahta dan memerintah hidup kita, Iblis tidak akan bisa menyetir-Nya. Jadi lebih baik mana ? Kita menyerahkan luka-luka kita dirawat Yesus atau kita terus menerus menyimpan luka-luka batin itu seorang diri selamanya ? Luka batin yang tersimpan lama suatu saat akan meledak dengan kepedihan yang lebih parah dan sulit tersembuhkan.
Hidup kita terlalu berharga untuk terus digunakan merenungi apa yang telah hilang dari kita. Saya hidup sudah 25 tahun di dunia ini, sebentar lagi 26 tahun. Manusia normal hidup sampai usia 75 tahun. Hanya 50 tahun lagi kira-kira saya bernafas di dunia yang sedang mengalami percepatan waktu yang luar biasa ini. 24 jam sehari terasa begitu singkat. Dan pastinya 50 tahun juga bukan jangka waktu yang lama lagi.
Terlalu berharga bukan, menghabiskan 50 tahun hidup saya ke depan untuk mengejar hal-hal yang sia-sia, yang membuat diri saya menderita, tersiksa, dan membuang waktu dengan percuma.
Fokus pada kemuliaan Kerajaan Surga, itu yang saya pelajari dari Yesus. Apapun kekurangan kita, jika kita memandang Yesus terus dan berfokus untuk kemuliaan nama-Nya, semua akan mampu kita lewati dengan sempurna. Pandang sisi negatif kita sebagai alat untuk mukjizat Yesus terjadi, membuang keluh kesah, menutup mata dari rumput hijau dihalaman tetangga, dan terus menghitung berkat dalam hidup setiap detik. Tidak ada hal mustahil yang tidak bisa dikerjakan bagi Yesus, Tuhan kita.
No comments:
Post a Comment