Oleh : Angelina Kusuma
Maleakhi 4:6, Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah.
Pertama kali saya mendengar ayat ini dari sebuah KKR-nya Bang Franky Sihombing (FS) sekitar tahun 2001 yang diadakan oleh sebuah universitas swasta di Surabaya. Tempat KKR-nya saya sudah lupa. Yang jelas KKR itu diadakan sekitar jam tiga sore di sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya. Karena kebetulan ada kakak rohani saya yang mengajak semua adik sekomselnya ikut KKR ini, maka kami (ada enam orang) berangkat ke sana beramai-ramai.
Inti dari Firman yang dibawakan Bang FS waktu itu mengenai kondisi akhir zaman yang akan ditandai dengan salah satunya: Penghancuran figur seorang BAPA oleh si Iblis.
Dan, bukan suatu yang kebetulan jika beberapa minggu belakangan ini, akhirnya Tuhan kembali mengingatkan tentang BAPA ini didalam hati saya. Beberapa tahun sebelumnya, Dia memberi saya sebuah batu sandungan iman dalam hal BAPA. Saya pernah kehilangan figur seorang bapak dunia saya yang manis, ramah, dan hangat.
Kehilangan figur seorang bapak dunia itu sama sekali tidak menyenangkan. Semua perjalanan hidup saya rasanya ikut mengalami jalan buntu di satu titik ketika saya mulai memelihara akar pahit kepada bapak dunia saya. Hubungan saya dengan Bapa Surgawi pun ikut berantakan. Saya masih tetap ke gereja, tetapi hati saya rasanya kosong. Masih tetap melayani, tetapi inti dari pelayanan itu sendiri terasa hambar. Relationship saya dengan pria yang saya kasihipun mendadak menjadi buruk. Baik hubungan saya secara horisontal maupun vertikal, berhasil Iblis hancurkan dalam satu kebasan karena figur bapak dunia saya hancur terlebih dulu.
Hari ini, setelah membaca sebuah artikel yang dimuat disebuah situs rohani online di internet, kembali Bapa berbisik di telinga saya soal ayat diatas. Bapak kita di dunia adalah sebuah figur yang menggambarkan peranan-Nya di bumi ini. Pertama kalinya Tuhan menciptakan manusia, Ia menciptakan seorang pria. Dan pria yang dinamai-Nya Adam itulah yang kemudian mengemban tugas penting-Nya sebagai seorang bapak bagi keturunannya, sama seperti Dia yang menjadi Bapa bagi kita semua, anak-anak-Nya.
Tidak mudah memang menjadi seorang bapak yang baik. Tidak mudah untuk menjadi bapak dari anak-anak yang terlahir secara jasmani. Bapa Surgawi juga pernah gundah gulana oleh ulah anak-anak (manusia) yang ciptakan-Nya, sehingga Ia berkehendak memusnahkan semuanya.
Kejadian 6:5-8, Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka." Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN.
Kejadian 6:13, Berfirmanlah Allah kepada Nuh: "Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi.
Di banyak kasus pernikahan dunia, sukses mencetak pria yang siap disebut sebagai suami dan bapak, tetapi kebanyakan dari mereka bukanlah seorang suami dan juga seorang bapak yang memang benar-benar ada di posisi tersebut karena memang layak dan pantas. Tak heran jika saat ini sebutan suami atau bapak sudah seperti sebuah gelar. Siap disandang setelah berhasil bersanding dipelaminan. Tetapi bisa juga ditanggalkan dengan gampang jika sudah tidak nyaman lagi dengan pernikahannya alias bercerai.
Hal inilah yang menjadi celah empuk bagi si Iblis untuk menghancurkan karya kasih karunia Allah bagi manusia. Iblis menghancurkan figur seorang bapak di dunia yang mendekati peranan Tuhan kepada kita agar ia dengan gampang bisa menghancurkan segi kehidupan kita yang lain.
Bagaimana kita bisa lebih dekat kepada Bapa di Surga, jika kita sendiri tidak pernah bisa mempercayai bapak kita di dunia?
Bagaimana hubungan kita dengan Bapa di Surga bisa berjalan harmonis, jika dengan bapak dunia kita yang nyata, kita tidak bisa hidup bersama dengan damai?
Bagaimana kita bisa merasakan kasih-Nya dan kasih dari sesama kita yang lain dengan sempurna, jika kita tidak pernah merasakan kasih hangat dari bapak dunia kita yang seharusnya mengajari kita tentang sebuah teladan kasih yang nyata dan tulus?
Begitu banyak tembok pemisah yang terkadang dibangun sendiri oleh seorang pria untuk peranannya sebagai seorang suami dan juga seorang bapak. Dan seberapa banyak pria yang sadar akan peranan yang akan disandangnya sebagai seorang bapak di dunia ini bagi anak-anaknya nanti? Yang berarti bahwa peranannya akan menggambarkan hubungannya sendiri dan anak-anaknya kepada Yesus Kristus dan juga sebaliknya.
Begitu dalam jurang yang diciptakn sendiri oleh seorang anak untuk para bapak-bapak mereka di dunia ini karena satu kata: keegoisan. Dan seberapa banyak anak-anak yang sadar akan peranan keharmonisan hubungan antara anak dan bapak di dunia ini yang akan membuat hubungan mereka dengan Bapa di Surga dan sesamanya juga berjalan lebih harmonis?
Seberapa banyak orang yang sadar pada hari ini: bahwa sebelum kita bertemu muka dengan Bapa Surgawi yang kekal, kita harus menghargai bapak kita di dunia terlebih dahulu. Meskipun Beliau jauh daripada sempurna - tidak ada malaikat di dunia ini - dan terkadang hanya bisa membuat kita kesal atau marah. Karena dari Beliaulah, Tuhan telah menetapkan cara untuk menitipkan benih-Nya agar kita ada sebagaimana kita hidup di hari ini.
Jika anda sadar saat ini betapa pentingnya hubungan kita dengan bapak kita di dunia yang mempengaruhi hubungan kita dengan Bapa di Surga dan sesama kita di dunia, maka segeralah hancurkan tembok dan jurang pemisah antara diri anda dan bapak anda di dunia ini sebelum semuanya terlewat dengan sia-sia.
1 comment:
Mohon dukungan doa untuk saya sudah 5 tahun sakit stroke dan insomnia. Terima kasih. Melchior Suroso
Post a Comment