Oleh : Angelina Kusuma
Beberapa menit yang lalu sebelum saya menulis artikel ini, ada seorang wanita tua yang berdiri didepan netcafe saya. Mungkin usia beliau sebaya dengan almarhum nenek saya. Dengan pakaian yang lusuh dan tas kresek putih dekil yang dibawanya, nenek tersebut mengulurkan tangan keriputnya. Beliau tidak mengatakan apa-apa. Hanya berdiri didepan netcafe saya, memandang saya, kemudian mengulurkan tangannya. Pandangannya kosong menerawang dengan bibir keringnya yang memerah disudut-sudutnya, mungkin sedikit robek karena perbedaan suhu dimusim kemarau ini.
Dari wajah keriputnya, saya bisa melihat suatu kelelahan yang luar biasa. Entah sudah berapa jauh beliau berjalan sebelum tiba ditempat saya ini. Sandal jepitnya yang berbeda warna dikakinya itu sudah sangat tidak pantas untuk dipakai manusia. Saya membandingkan dengan sandal saya. Sama-sama sandal jepitnya, tetapi milik saya tidak berbeda warna, tidak berbeda bentuk dan tidak berdebu seperti yang dipakai nenek itu. Kemudian saya membandingkan baju yang saya pakai saat ini dengan baju si nenek. Baju saya jauh lebih bersih dibandingkan dengan punya Beliau yang hanya memakai baju lusuh yang mungkin juga bekas orang lain atau sudah berhari-hari melekat ditubuhnya.
Ketika saya memandang si nenek itu, saya teringat Eyang saya yang sudah mendahului saya ke Surga. Sungguh, tiba-tiba saya rindu dengan Eyang. Rindu dipeluk, rindu diambilkan nasi saat jam makan tiba, rindu membuat Beliau marah-marah jika saya berlarian didalam rumah sambil berteriak-teriak.
Ah ...
Si nenek itu meneruskan perjalanannya setelah menerima uang pemberian sekedarnya dari saya. Tetapi mungkin karena kelelahan, akhirnya Beliau duduk kembali disebuah teras rumah tetangga saya yang tidak jauh dari netcafe saya. Beliau merapikan rambutnya yang kelabu dan kusut, menata topi lusuhnya dan menepuk-nepuk tas kreseknya. Matanya yang sayu melihat ke sekeliling. Mungkin sedang mencari orang lain yang bisa memberinya sedikit sedekah lagi hari itu.
Melihat pemandangan seperti itu, saya merasakan bola mata saya tiba-tiba memanas. Saya menyusut air mata saya dengan sapu tangan sambil menyembunyikan wajah saya dibalik monitor komputer. Coba bayangkan, disatu sisi seorang nenek sedang duduk dengan serba kekurangannya diteras rumah orang lain, sementara saya yang masih sehat bisa duduk didepan monitor komputer, mendengerkan musik yang berirama gembrang-gembreng sambil ketawa-ketawi chating bersama teman-teman saya di chat online. Adilkah hidup ini ?
Itu baru satu nenek yang demikian mengharukan keadaannya. Apakah pernah terpikirkan oleh kita semua bahwa masih banyak orang-orang yang demikian itu diluar sana? Saya tidak pernah bisa membayangkan bagaimana kehidupan si nenek itu. Apakah Beliau mempunyai rumah ? Apakah Beliau mempunyai sanak keluarga ? Apakah Beliau pernah makan makanan enak dan layak ? Sedangkan hidupnya saja dijalanan sambil menadahkan tangan demi memohon belas kasihan dari orang lain seperti itu.
Bagaimana jika suatu saat nanti Beliau dipanggil oleh Tuhan ? Apakah Beliau ini ada yang mengurusnya ? Adakah yang peduli untuk menghadiri pemakamannya ? Apakah jika Beliau meninggal nanti masuk ke Surga ?
”Terima kasih Tuhan”, menyaksikan dan memikirkan kehidupan si nenek itu, menjadikan saya tersadar dan bersyukur atas hidup saya saat ini. Sekarang saya masih muda dan sehat. Masih bisa berlari, hidup cukup, makan layak, mempunyai keluarga yang sangat mengasihi saya dan lain-lain. Jika hidup saya seperti si nenek itu bagaimana ? Apakah saya juga masih bisa tersenyum seperti saat ini ?
Banyak pelajaran yang saya ambil hari ini, dari satu peristiwa pertemuan saya dengan si nenek peminta-minta :
1. Hidup sangatlah singkat. Nikmati hidup yang singkat ini dengan bijaksana. Pikirkan, bahwa setelah hidup didunia ini masih ada juga kehidupan lain yang jauh lebih abadi. Apakah hidup abadi itu akan kita lewati di Surga atau Neraka ? Tempat kita dikekekalan tergantung pada pilihan kita hari ini.
Yohanes 3:16, Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
2. Mengucap syukur dalam segala hal. Diatas langit masih ada langit. Dan didalam hidup yang mungkin menurut kita serba kekurangan, jangan menutup mata kepada orang lain diluar sana yang juga banyak menderita kekurangan, bahkan mungkin lebih parah daripada kondisi kita saat ini.
1 Tesalonika 5:18, Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab iulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.
3. Jika tidak melalui kita yang sudah mengenal keselamatan terlebih dahulu, dari siapakah mereka yang belum mengenal kebenaran Firman Tuhan bisa diselamatkan ? Bergerak cepat, rampas banyak nyawa dari api neraka ! Bukan esok, bukan lusa, tapi detik ini juga !
Daniel 12:3, Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya.
Keep On Fire Guys. Dunia membutuhkan kita untuk memberi saksi dan menyelamatkan mereka yang terhilang.
No comments:
Post a Comment